NovelToon NovelToon
Bertahan Tanpa Nafkah Suami

Bertahan Tanpa Nafkah Suami

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ida Nuraeni

Sudah sepantasnya kalau seorang istri menuntut nafkah pada suaminya. Namun bagaimana jika si suami sendiri yang tidak ada keinginan untuk menunaikan kewajibannya dalam menafkahi keluarga? Inilah yang dialami Hanum Pratiwi, istri dari Faisal Damiri selama 5 tahun terakhir.

Hanum memiliki seorang putra bernama Krisna Permana, yang saat ini masih kuliah di Jurusan Informatika. Tentu saja Hanum masih memerlukan biaya yang cukup banyak untuk biaya pendidikan putranya, ditambah juga untuk biaya hidup mereka sehari-hari. Hanum harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, bahkan seringkali meminjam kepada saudara dan teman-temannya. Beruntung sang anak bersedia membantu menitipkan kue di kantin, yang bisa dijadikan sumber income keluarga. Namun pendapatannya yang tak seberapa itu, hanya cukup untuk transport dan uang saku sang anak, kalaupun ada lebih untuk membeli beras.

Bagaimana Hanum bertahan dalam 5 tahun ini? Apakah kesulitan ini mengharuskannya menyerah? Lalu bagaimana

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ida Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24 Pembicaraan Ibu dan Anak Bujang

Rasa lelah masih terasa menyiksa, namun tidak ada waktu untuk berleha-leha. Tugas rutin sudah menanti, sebagai ikhtiar mencari rejeki. Jikalau mengikuti rasa malas yang muncul, pastilah kompor tidak akan mengepul. Itulah yang harus Hanum lakukan setiba di rumah. Kemarin dia tiba di rumah jam 16:30, langsung disibukkan dengan cucian baju, bersih-bersih rumah dan mengepel lantai serta masak untuk makan malam. Semuanya baru selesai bersamaan dengan adzan Maghrib berkumandang. Setelah menunaikan sholat Magrib, baru mereka menikmati makan malam.

"Dari Ciamis siapa saja yang melayat ke Bekasi, Bu?" tanya Faisal ingin tahu.

"Si Mamah, diantar sama Si Eneng dan Mulyo. Sebenarnya mereka itu baru sampai Magrib saat habis nengok Budhe Mardiah, terus diberitahu sudah meninggal, berangkat lagi jam 3 nya tapi disupiri Mang Herher. Sampai di Bekasi jam 7, terus ikut ngantar ke pemakaman dulu dan balik lagi ke Ciamis jam 3 sore" jawab Hanum menjelaskan panjang lebar.

"Berarti pulang pergi ya, nggak menginap mereka."

"Iya, karena anak-anak di rumahnya hanya ditemani si Iyus. Terus di rumah Budhe full juga, makanya memilih pulang pergi."

"Dimakamkan dimana? Di samping komplek BRI?"

"Iya. Kan makam Mbah Putri dan Om Tejo juga di situ. Sekarang yang masih tinggal di rumah ada Mbak Dewi dan Mbak Lisa. Kalau mereka sudah balik, tinggal Ance, Mas Ony sana Pakdhe. Makanya Ance bilang, kalau sudah pada pulang pasti sepi deh rumahnya."

"Pada nanyain Ayah sama Faras dong?"

"Iya lah, tapi setelah dijelaskan lagi ada kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan, akhirnya mereka mengerti. Yang nggak hadir Mas Denny saja, karena masih tugas di Brunei."

Badan itu rupanya tidak bisa berbohong, meskipun berusaha untuk terlihat segar, tapi saat diistirahatkan sedikit langsung terkapar. Itu juga yang terjadi dengan Hanum, setalah menunaikan sholat Isya, dia merebahkan tubuhnya. Niatnya sih sekedar rebahan sebentar untuk mengurangi rasa lelah, tapi ternyata langsung terlelap dalam mimpi. Bahkan saking lelapnya, sampai melewatkan qiyamullail. Pagi harinya Hanum bangun dengan badan yang lebih fresh, dan siap berjibaku dengan aktivitas rutinnya, berikhtiar menjemput rejeki yang telah Allah siapkan .

Dengan penuh semangat dan harapan baru Hanum memulai lagi usahanya setelah libur 5 hari. Pagi-pagi sudah minta diantar belanja bahan-bahan yang diperlukannya. Di atas motor Faisal mengajak Hanum ngobrol untuk mengatasi kesunyian.

"Nggak capai Bu, baru kemarin sampai langsung nyiapin untuk jualan lagi?" tanya Faisal.

"Itu sama saja dengan pertanyaan kenapa Ayah harus makan lagi siang nanti, padahal baru tadi makan" tanya balik Hanum.

"Karena kebutuhan. Kalau tidak makan tubuh akan kekurangan asupan gizi dan nutrisi" jawab Faisal lagi.

"Nah ini juga sama, meskipun lelah, tapi karena kita memang wajib berikhtiar ya sudah jalani saja dengan ikhlas. Sumber penghasilan kita saat ini dari hasil jualan, ya kita nggak bisa libur jualan terus menerus. Bagaimana kita bertahan hidup kalau malas-malasan. Ini juga berlaku bagi Ayah, ngapain diam saja di kamar, cuma mantengin handphone. Coba ayah tuh keluar dari rumah tanya-tanya lowongan pekerjaan, meskipun belum ada yang didapatkan tapi langkah Ayah itu sudah masuk dalam ikhtiar. Allah akan menilai seberapa keras ikhtiar Ayah untuk mencari nafkah, itulah yang menjadi pahala Ayah nantinya" ujar Hanum seraya menyisipkan nasihat dalam obrolan mereka.

Faisal kembali terdiam mendengar perkataan Hanum. Terdiam entah menyadari kebenarannya atau terdiam karena malam untuk berdebat, hanya dia sendiri yang tahu. Dan akhirnya perjalanan mereka dari berangkat hingga pulang diisi dengan kesunyian. Hanum tidak mengambil pusing dengan kondisi seperti itu, karena dia terbiasa menghadapinya. Lebih baik fokus pada pekerjaan dia sendiri, dan juga untuk mengurangi beban fikirannya.

Seperti biasanya siang ini Hanum memasak untuk ragout sayuran untuk isian roti goreng dan ayam suwir pedas untuk isian cireng. Dia tidak masak lauk lagi untuk makan siang, karena Faisal dan Faras bisa makan dengan ayam suwir. Ilmu berhemat yang belanja dan berhemat waktu ala Hanum.

"Bu, kemarin Ardi ngajakin aku pergi hari Sabtu besok ke rumah Rizki yang di Curup. Katanya orang tua Rizki mau ada syukuran, dan kita disuruh ikut datang ke sana."

"Naik apa ke sananya? Motor?"

"Iya. Kalau Ardi dibonceng Rizki, aku bawa sendiri"

"Hati-hati tapi mengendarainya, banyak tikungan tajam terus jalannya menanjak. Dari kantin sudah ada transfer lagi?"

"Ada masuk pembayaran untuk 2 hari yang sebelum kita libur. Jadi sudah tidak ada lagi yang tertunggak"

"Kalau begitu modalnya saja yang dikirim ke Ibu, sisanya untuk pegangan kamu."

"Siap, nanti Faras transfer. Kemarin sebetulnya Ayah juga minta uang Rp 50 ribu. Terus Faras tanya untuk apa. Katanya untuk isi pulsa, karena kartunya sudah mau habis masa aktifnya. Karena malas ribut, Faras transfer saja langsung,nggak tahu beneran beli pulsa atau dipakai yang lain." beritahu Faras setengah berbisik.

"Ya sudah nggak apa-apa. Mungkin memang benar untuk beli pulsa, kan sudah lama nggak minta transfer" ujar Hanum masih mengajarkan Faras untuk berbaik sangka.

"Faras tuh sebenarnya kasihan sama Ibu, sudah kerja keras begini cari uang, tapi Ibu nggak pernah beli apapun untuk dipakai sendiri. Sudah beberapa tahun Ibu nggak pernah beli pakaian, boro-boro beli skincare seperti orang lain. Selalu Ibu mikirin untuk kebutuhan rumah."

"Lah kalau bukan Ibu yang mikirin, mau siapa lagi Nak. Dan memang itu kewajiban orang tua memastikan kebutuhan keluarganya tercukupi bagaimanapun caranya. Tugas kamu hanya belajar yang benar, berbakti pada orang tua. Itu saja sudah cukup"

"Tapi Faras jadi sedih, merasa tidak berguna dan hanya jadi beban Ibu. Faras ingin mengambil alih tanggungjawab ini, dan membiarkan Ibu untuk beristirahat, fokus beribadah. Hanya sampai sekarang Faras belum dapat pekerjaan, kalaupun ada hanya buat program kecil-kecilan itupun dikerjakan bareng-bareng. Ya masih dapat sih untuk jajan dan ngisi bensin."

"Tidak perlu memikirkan tanggungjawab keluarga, karena itu bukan tugasmu Nak. Dengan kamu bisa memiliki kegiatan yang positif saja Ibu sudah senang. Selama Ibu masih sehat dan kuat, Ibu akan lakukan apapun untuk keluarga. Doakan saja sama Faras keberkahan untuk keluarga kita dan dilapangkan rejekinya."

"Aamiin. Ibu tetap semangat ya, ingat Faras selalu ada untuk membantu dan membela Ibu. Insya Allah Faras ikhlas kalau memang harus berhenti kuliah. Jadi Ibu jangan pikirkan masalah kuliah Faras ya. Insya Allah kalau Allah mengijinkan pasti Faras bisa kuliah lagi bagaimanapun caranya."

Tanpa sadar Hanum sudah terisak mendengar ucapan anaknya, anak yang selama ini selalu menjadi prioritasnya. Ternyata dia sudah tumbuh dewasa, sudah bisa berfikir bijaksana. Akhirnya mereka berdua berpelukan, larut dalam isak tangis.

"Masya Allah.. Anak Ibu sudah dewasa sekarang, perasaan baru beberapa tahun yang lalu anak Ibu ini nangis kejer kalau keinginannya tidak dipenuhi. Alhamdulillah sekarang sudah jadi pemuda yang sholeh, tetap seperti ini ya Nak, tetap menunduk ke bawah agar bisa belajar dari kesulitan di sekitar kita. Ibu doakan kamu jadi anak yang sukses di dunia dan akhirat, jadi anak yang bermanfaat bagi agama dan sesamanya. Aamiin" ujar Hanum setelah sesak di dadanya berkurang.

Itulah fungsinya keluarga, selalu ada di dalam kondisi apapun dan selalu menguatkan satu sama lain.

"Kenapa jadi melow sih, nanti ketahuan pacar kamu diledekkin loh" gurau Hanum mencoba memecah kesedihan.

"Pacar Faras kan Ibu,nggak masalah diledekkin cengeng juga. Saat ini Faras fokus untuk pendidikan dan keluarga saja. Kalau sudah sukses baru memikirkan cari pasangan." balas Faras sambil tersenyum menggoda dan Ibu.

Lalu keduanya tertawa bersama, seolah melepaskan beban yang selama ini mengungkung fikiran mereka. Kegembiraan dan semangat untuk menyambut hari-hari baru.

1
Nancy Nurwezia
ceritanya menarik..
Amelia Quil
Penulis hebat! Ceritanya bikin ketagihan! ❤️
Ida Nuraeni: Terimakasih kakak untuk apresiasinya🙏
total 1 replies
Ida Nuraeni
terima kasih kakak sudah mampir di karya saya
Dr DarkShimo
Gemes banget 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!