POV Devan
Mimpi apa aku semalam, mendapatkan sekretaris yang kelakuannya di luar prediksi BMKG.
"MAS DEVAAAAAAANNN!!!" Teriakan kencang Freya berhasil menarik perhatian semua orang yang ada di sekitarnya.
"Teganya Mas meninggalkanku begitu saja setelah apa yang Mas perbuat. Mas pikir hanya dengan uang ini, bisa membayar kesalahanmu?"
Freya menunjukkan lembaran uang di tangannya. Devan memijat pelipisnya yang tiba-tiba terasa pening. Dengan langkah lebar, Devan menghampiri Freya.
"Apa yang kamu lakukan?" geram Devan dengan suara tertahan.
"Kabulkan keinginan ku, maka aku akan menghentikan ini," jawab Freya dengan senyum smirk-nya.
"Jangan macam-macam denganku, atau...."
"AKU HAMIL ANAKMU, MAS!!! DIA DARAH DAGINGMU!!"
"Oh My God! Dasar cewek gila! Ikut aku sekarang!"
Dengan kasar Devan menarik tangan Freya, memaksa gadis itu mengikuti langkah panjangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Donal Bebek
"Kamu turun di sini. Saya cuma kasih tumpangan kamu sampai sini!"
Sontak Mina menolehkan kepalanya ke belakang. Raut wajahnya menunjukkan keterkejutan. Sungguh dia tidak menyangka kalau Devan menurunkannya di halte busway. Gadis itu melihat pada Freya, namun sepupunya itu tidak melakukan apapun untuk membelanya.
"Kenapa bengong? Cepat turun kalau kamu tidak mau datang terlambat ke kantor!"
Mina segera mengambil tasnya lalu keluar dari mobil. Dia sengaja menutup pintu mobil sedikit kencang untuk menunjukkan kekesalannya. Ega langsung menjalankan kendaraannya begitu Mina turun. Sebenarnya dia juga tidak terlalu menyukai sepupu dari Freya tersebut. Mina hanya terpaku saja di tempatnya setelah mobil tersebut berlalu. Dengan langkah lunglai dia berjalan menuju halte. Ternyata atasan Freya bukan hanya pria dingin tapi juga kejam.
Setelah Mina turun dari mobil, Freya tidak mengatakan apapun pada bosnya itu. Jauh di dalam hatinya dia senang Devan memperlakukan Mina seperti itu. Sekali-kali sepupunya itu harus diberi pelajaran agar tidak selalu berbuat semaunya. Freya sendiri bukan tidak berani bersikap kasar pada Mina, hanya saja dia tidak tega kalau harus bersikap kasar. Freya memang tipe orang yang selalu memikirkan perasaan orang lain jika bertindak. Hanya pada Devan saja bisa bertindak semaunya. Gadis itu juga bingung sendiri, kenapa bisa seorang Devan membuatnya menjadi sosok yang berbeda.
"Apa selama tinggal denganmu, dia sering mengganggumu?" pertanyaan Devan menyadarkan Freya dari lamunannya.
"Ngga, Pak. Tapi ya kadang sikapnya nyebelin juga."
"Kamu jangan terus mengalah padanya. Kamu harus berani melawannya. Apa kamu takut padanya?"
"Ngga, Pak. Saya cuma ngga tega dan ngga enak juga."
"Ck.. tapi kalau sama saya, kamu tuh suka bersikap seenaknya. Seharusnya kamu juga memikirkan perasaan saya, betapa pusingnya saya menghadapi tingkahmu."
"Saya jauh lebih pusing menghadapi Bapak," jawab Freya dengan polosnya.
Ega yang selama menyetir terus menyimak pembicaraan kedua orang yang duduk di belakang, tak bisa menahan senyumnya dan itu tertangkap oleh Devan. Pria itu menendang jok yang ditempati Ega. Namun asistennya itu malah tertawa terbahak. Devan memalingkan wajahnya ke jendela samping. Pria itu tidak mengatakan apa-apa lagi. Baik Ega maupun Freya nampak menyebalkan di matanya sekarang.
***
TOK
TOK
TOK
Pintu ruangan Rafael terketuk dari luar. Terdengar suara pria itu meminta orang di luar untuk masuk. Tak berapa lama kemudian sekretaris Rafael membuka pintu. Dia mempersilakan Devan untuk masuk. Melihat kedatangan anaknya, Rafael bangun dari kursi kebesarannya. Dia berjalan menuju sofa seraya meminta anaknya duduk di sana.
"Hari ini kamu ada pertemuan dengan PT. Jaya Lestari," ujar Rafael seraya mendudukkan diri.
"Iya, Pa."
"Pembangunan hotel dan resort hampir rampung. Untuk desain interior akan diserahkan pada PT. Jaya Lestari untuk mengurusnya. Papa mau kamu mengawasi langsung semua prosesnya. Pastikan setiap elemen yang digunakan sesuai dengan konsep yang kita sepakati sebelumnya."
"Papa tenang saja."
"Papa dengar orang yang bertanggung jawab adalah Tiffany. Kamu sudah mengenalnya, pasti lebih mudah bekerja sama dengannya."
"Apa dia sudah kembali ke Indonesia?"
"Sudah. Dia sudah kembali sejak enam bulan lalu dan langsung bekerja membantu ayahnya di perusahaan. Apa kamu tidak ada niatan menjalin hubungan dengannya?"
"Aku dan Tif hanya berteman. Kalau aku ingin menjadikannya pasangan, mungkin aku sudah melakukannya saat kami masih berada di New York."
Pemilik PT. Jaya Lestari adalah Rudi, teman dekat Rafael. Pria itu memiliki tiga orang anak, dua lelaki dan satu perempuan. Tiffany adalah anak bungsu sekaligus anak perempuan satu-satunya. Seperti Devan, wanita itu juga sekolah dan tinggal di New York dalam waktu yang cukup lama. Keduanya juga berteman cukup baik. Hanya bedanya, Devan menganggap Tiffany tak lebih dari teman, sementara wanita itu memiliki perasaan lain pada Devan.
"Papa harap kerja sama kalian bisa berjalan dengan lancar. Nanti suruh sekretarismu mengambil berkas yang dibutuhkan ke bagian Sekper."
"Iya, Pa."
Devan bangun dari duduknya. Rupanya sang Papa hanya ingin membicarakan tentang Tiffany saja. Pria itu segera kembali ke ruangannya. Ketika hendak masuk ke ruangannya, dia berhenti dulu di depan meja Freya.
"Kamu ambil berkas tentang proyek pembangunan hotel dan resort ke Sekper."
"Siap,Pak."
Tanpa menunda waktu, Freya segera menuju ruang Sekper. Ruangan tersebut berada satu tingkat di atas ruangan Devan. Sementara itu, di ruang Sekper, semua staf tengah sibuk mengerjakan tugasnya masing-masing. Mina tidak bisa bersantai di hari pertamanya kerja. Dia dituntut bekerja cepat dan cermat. Senior yang membimbingnya hanya memberikan pengarahan singkat, selebihnya Mina harus mengandalkan kemampuannya sendiri.
"Pagi semua," sapa Freya dengan nada ceria ketika memasuki ruang Sekper.
"Pagi, Frey.."
"Pagi cantik," sapa Willy, salah satu staf senior di Sekper. Sikapnya selalu ramah pada semua orang, termasuk Freya.
"Pak Willy tambah ganteng deh," puji Freya sambil tersenyum.
"Bisa aja kamu, Frey. Nanti aku kasih voucher makan gratis di Cafe Ulan."
"Wah makasih, Pak."
Yang lain hanya tersenyum saja melihat interaksi Freya dan Willy. Pria itu selain ramah juga terkenal royal. Dia sering membagikan voucher makan gratis di cafe milik tunangannya. Tujuannya tentu saja untuk mempromosikan cafe tersebut. Berkat voucher yang dibagikan, sekarang banyak karyawan di Kharisma Group menjadikan Ulan Cafe sebagai tempat mereka berkumpul.
Mina hanya berdecih saja melihat Freya yang terlihat akrab dengan semua karyawan di divisinya. Gadis itu sama sekali tidak berniat menegur Freya. Dia hanya berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Begitu juga dengan Freya, tidak ada keinginan menegur sepupunya itu.
"Frey.. kenalin ini Mina, dia karyawan baru di sini. Mina, kenalin ini Freya, si cabe rawit," ujar Willy.
Dengan malas Mina mengulurkan tangannya, berpura-pura tak mengenal Freya. Setali tiga uang, Freya pun melakukan hal sama. Tak ingin berlama-lama, Freya segera mengambil berkas yang dibutuhkan. Setelah mendapatkan berkas tersebut, Freya segera kembali ke tempatnya.
"Mina, kamu harus belajar dari Freya. Biar badannya kecil, tapi kerjanya gesit. Selain itu, dia juga pintar dan cekatan. Makanya Pak Devan puas sama kinerjanya," ujar Willy.
"Iya. Ngga gampang jadi sekretaris Pak Devan yang perfeksionis. Harus kuat mental juga karena omongan Pak Devan tuh pedas banget. Biar aku udah kerja selama enam tahun di sini, aku ngga berani kalau disuruh jadi sekretarisnya," timpal Sari, senior yang bertugas membimbing Mina.
Mina hanya menganggukkan kepalanya saja. Sebenarnya dia malas mendengar mereka yang terus memuji Freya. Di matanya Freya tak sebaik dirinya, baik dalam hal penampilan atau kemampuan kerja. Hanya saja nasib gadis itu selalu mujur.
***
Devan memilih menyetir sendiri saat harus mengunjungi kantor PT. Jaya Lestari. Dia juga tidak ditemani Ega, hanya ada Freya saja yang mendampinginya. Ega diminta menyelesaikan pekerjaan lain yang tak kalah penting. Pertemuan dengan PT. Jaya Lestari kali ini juga bukan untuk membicarakan hal yang mendesak. Mereka datang untuk mendengarkan presentasi saja. Tiffany mengubah konsep desain interior dan dia meminta persetujuan Devan untuk melakukannya.
"Untuk pertemuan sekarang, kita hanya mendengarkan presentasi aja ya, Pak. Katanya mereka mengubah konsep desain interiornya."
"Iya. Kamu bawa konsep yang terdahulu?"
"Bawa, Pak."
"Bagus. Nanti tinggal kita bandingkan, mana yang lebih baik."
"Siap, Pak."
Devan terus melakukan kendaraannya. Kemudian tanpa sengaja matanya melihat ke bawah, tepatnya ke arah kaki Freya. Sejak gadis itu berdandan seperti seorang sekretaris, Devan hanya melihat Freya menggunakan sepatu yang sama.
"Kamu waktu beli sepatu, memangnya cuma satu?"
"Sepatu apa, Pak?"
"Sepatu kerja."
"Ngga, Pak. Ada tiga."
"Kenapa kamu cuma pakai yang itu-itu aja? Nunggu sampai rusak baru ganti?"
"Ngga, Pak. Yang dua heelsnya lancip, jadi saya belum siap mental pakainya, hehehe.." Freya melemparkan cengiran di akhir kalimat.
"Saya ngga mau tahu, besok kamu pakai sepatu yang lain!"
"Iya, Pak."
Dalam hati Freya merutuki Devan yang sampai mengurusi sepatu yang dikenakannya. Bukankah tidak penting sepatu apa yang dipakainya,yang penting adalah hasil kerjanya. Toh dia bekerja menggunakan otak dan tangannya, bukan kakinya. Tapi karena tak ingin berdebat dengan Devan, gadis itu mengiyakan saja. Semoga saja dia sudah bisa menggunakan sepatu dengan heels lancip.
Perjalanan menuju kantor PT. Jaya Lestari memakan waktu yang lebih lama karena arus lalu lintas yang padat. Beberapa kali terdengar decakan Devan ketika mobilnya lagi-lagi harus terhenti di lampu merah. Jalanan kota Jakarta hari ini begitu padat, seakan semua kendaraan di kota ini turun ke jalan. Devan kembali menghentikan kendaraannya ketika lampu lalu lintas berubah merah.
KRIUK
Sontak Freya memegang perutnya yang mengeluarkan suara alam. Devan pun langsung menolehkan kepalanya. Refleks dia melihat jam di pergelangan tangannya. Waktu menunjukkan pukul sebelas siang. Belum waktunya makan siang, namun perut Freya sudah berdemo meminta diisi.
"Belum juga jam makan siang, perut kamu udah nego aja," sindir Devan.
"Maaf, Pak. Tadi pagi saya kan cuma sarapan sandwich yang Bapak belikan. Jadi ngga kenyang. Saya kan pemuja nasi, hehehe.."
"Ada aja jawabannya. Bilang aja kalau kamu itu RW 06."
Mata Freya membulat mendengar istilah yang dikatakan Devan. Sebagai orang Bandung asli, tentu saja Freya paham dengan istilah RW 06. Tapi sebenarnya tak salah juga kalau Devan menjulukinya seperti itu. Nyatanya dia memang memiliki nafsu makan yang besar dan gampang lapar. Tanpa sadar Freya memajukan bibirnya dan tak berapa lama kemudian tangan Devan menarik bibirnya. Dengan cepat Freya memukul tangan Devan.
"Bapak ih main tarik bibir saja. Tar kalau bibir saya kaya donal bebek gimana?"
"Emang bibir kamu kaya donal bebek. Apalagi kalau ngomong, suaranya cempreng persis kaya donal bebek kalau lagi ngomel."
"Ish.."
Freya melipat kedua tangannya di dada lalu melayangkan pandangannya ke jendela samping. Tak lama kemudian mobil yang ditumpanginya berbelok memasuki pelataran parkir PT. Jaya Lestari. Devan segera menghentikan mobilnya di depan lobi kantor. Dia memberikan kunci mobil pada petugas security, meminta pria itu memarkirkan mobilnya. Bersama dengan Freya, pria itu memasuki lobi kantor.
"Kamu masih bisa tahan kan?"
"Tahan apa, Pak?"
"Tahan lapar."
"Puasa aja saya tahan,apalagi sekarang yang cuma beberapa jam aja. Emangnya saya anak bayi yang ngga tahan lapar terus nangis," jawab Freya dengan nada kesal.
"Awas aja kalau sampai pingsan."
Freya hanya mendengus saja. Keduanya terus berjalan menuju lift yang ada di sebelah kanan meja resepsionis. Langkah mereka terhenti ketika di depan mereka berdiri seorang wanita cantik dengan tubuh semampai dan body bak gitar Spanyol. Dengan wajah sumringah, dia menyambut kedatangan Devan.
"Devan.."
***
Fans Devan nungil.
Berhubung udah up dua bab, yang banyak ya komennya😘
Besok aku libur🤗
Devan perhatian sama Freya tahu ultahnya semoga berjodoh ya...
apa saran Ega akan di jalani Devan ???? Bagaimana nanti Devan cara mengajak menikah Freya ya...???
Ngikut Bunda aja ahc. EndingNya pasti Happy
Devan panas nih melihat Gavin bersana Freya