Alvaro rela mengorbankan mimpinya untuk menjadi seorang polisi demi sang istri. Dia bekerja keras di siang dan malam untuk bisa membiayai kuliah sang istri, sehingga akhirnya sang istri diterima bekerja sebagai manager di sebuah perusahaan raksasa.
Suatu hari, istrinya tanpa sengaja menabrak seseorang hingga orang tersebut meninggal. Alvaro rela menggantikan istrinya sehingga dia yang dipenjara, mengakui kesalahan yang sama sekali bukan dia perbuat.
Tapi dengan teganya sang istri berselingkuh dan meninggalkan Alvaro yang telah banyak berkorban untuknya.
Setelah keluar dari penjara, Alvaro bekerja menjadi seorang detektif swasta, mengandalkan kemampuannya dalam mengungkapkan banyak kasus.
Alvaro tak pernah bisa melupakan bagaimana perlakuan buruk mantannya terhadap dirinya, Alvaro berjanji akan membalas semua perbuatan mantan istri dan selingkuhannya, sehingga dia memanfaatkan adik ipar sang mantan sebagai pion rencana balas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Di waktu yang sama tapi berada di tempat yang berbeda, saat ini Bianca dan Dimas sedang berada di kantor utama Alpha. Terlihat Dimas yang sedang menggandeng tangan kiri Bianca, sementara tangan kanannya Bianca nampak memegang sabuket bunga mawar merah pemberian dari Dimas.
"Seperti biasa, kita harus terlihat mesra dan harmonis, Bi." bisik Dimas pada Bianca, dia pun membenarkan anak rambut di kening Bianca, agar terlihat menjadi suami yang romantis.
Bianca hanya menganggukkan kepalanya saja, hidupnya memang seperti ini, penuh dengan sandiwara. Yang penting reputasi mereka terlihat sangat baik di depan semua orang. Jangan ada yang tahu bahwa sebenarnya mereka sudah tidak seharmonis dulu lagi.
Seperti biasa, mereka selalu terlihat mengagumkan, bahkan mendapatkan banyak pujian dari para karyawan yang ada disana, mungkin karena mereka terlihat selalu harmonis. Berangkat ke kantor dan pulang dari kantor selalu bersama. Apalagi Dimas yang selalu membukakan pintu untuk Bianca, mempersilahkan Bianca masuk ke dalam mobilnya, seakan pria itu memperlakukan istrinya bagaikan seorang ratu.
Sehingga setiap orang yang melihat kemesraan Bianca dan Dimas menjadikan pasangan itu sebagai pasangan teladan yang patut dicontoh, karena kesetiaan Dimas yang walaupun istrinya belum bisa hamil juga tapi Dimas selalu setia kepada istrinya, padahal mereka berada dalam satu kantor, tapi pria yang menjabat sebagai wakil direktur itu setiap hari selalu memberikan bunga untuk sang istri, dan Bianca selalu membawa makanan untuk sang suami. Sangat menakjubkan.
Sehingga banyak yang memberikan pujian kepada sepasang suami istri yang pandai bersandiwara itu.
"Wah, Bu Bianca sangat beruntung mendapatkan Pak Dimas, Pak Dimas sangat setia dan dia selalu bersikap romantis." kata karyawan 1.
"Walaupun pernikahan mereka sudah 5 tahun dan belum dikaruniai anak, tapi mereka sangat setia. Aku berharap setelah aku menikah, aku bisa memiliki suami seperti Pak Dimas." kata karyawan 2.
"Bu Bianca adalah istri yang hebat, saya sering melihat dia selalu membawakan makanan kesukaan Pak Dimas. Padahal dia adalah wanita karir tapi selalu menyempatkan diri untuk memasak demi suaminya." kata karyawan 3.
Mereka tidak tahu bahwa semua itu hanya kedok belaka, Dimas dan Bianca memang harus terlihat harmonis, agar reputasi mereka terlihat baik di depan semua orang.
Padahal jika Bianca dan Dimas berada di tempat yang hanya ada mereka berdua, mereka bersikap biasa saja. Bianca yang tak bisa mencintai Dimas dan menahan rindu pada mantan suaminya. Dan Dimas yang sudah merasakan hambar dengan pernikahannya, lebih memilih bersenang-senang dengan wanita malam.
Saat ini mereka sedang berada di ruangannya Dimas, kebetulan ada Bu Nadia disana. Mereka sedang membicarakan rencana mereka untuk bisa membuat perusahaan jatuh ke tangan Dimas. Mereka tidak rela jika perusahaan tersebut jatuh ke tangan Joan
"Mama sudah mengajukan persyaratan kepada ayah tirimu itu." kata Bu Nadia kepada Dimas.
"Persyaratan apa?" tanya Dimas, penasaran.
"Salah satu persyaratan menjadi pemimpin perusahaan harus sudah menikah. Mama yakin Joana gak akan sanggup, mama yakin dia belum punya kekasih, siapa yang menjadi kekasih gadis kurang ajar itu. Dan Joana orangnya gak mau diatur, dia tidak akan mau menikah dengan cara paksaan." jawab Bu Nadia, dia menyeringai puas.
Mereka sangat berambisi sekali untuk menguasai perusahaan Alpha, sehingga mereka pun akan menghalalkan segala cara agar harta milik Pak Riki jatuh ke tangan Dimas.
Kini giliran Bianca yang bicara. "Tapi papa menyetujuinya?"
"Tentu saja, memang seharusnya begitu." jawab Bu Nadia dengan nada judesnya, sebenarnya dia sedikit kecewa kepada menantunya itu, karena Bianca belum hamil juga.
"Padahal kamu dan putraku sudah 5 tahun menikah, tapi kamu belum hamil juga, Bianca?" Bu Nadia menyinggung soal cucu yang diharapkan tak kunjung datang, padahal keturunan untuk seorang pengusaha itu sangat penting.
Bianca sedikit merasa tersinggung jika seandainya ada yang membahas soal kehamilan padanya, padahal itu semua bukan maunya. Rasanya dia juga ingin marah, tapi entah kepada siapa, dulu saat bersama Alvaro, dia bisa hamil, tapi kenapa sekarang dia tak bisa hamil juga. Padahal ketika diperiksa ke dokter kandungan, rahimnya tak bermasalah.
"Aku juga sedang berusaha untuk bisa hamil, Ma. Makanya aku sering berkonsultasi dengan dokter kandungan." Bianca menjadi teringat dengan calon bayinya yang telah dia gugurkan, oleh dokter suruhan Dimas. Karena Dimas tidak ingin dia memiliki anak dari Alvaro.
Dan Bianca juga belum siap hamil waktu itu, dia tidak ingin anaknya menjadi penghalang kesuksesannya.
"Jika bukan karena reputasi, mama pasti akan menyuruh Dimas menikah lagi." Sayangnya bagi seorang pengusaha, reputasi itu sangat penting. Sehingga mereka harus terlihat menjadi pasangan yang setia walaupun belum dikaruniai seorang anak.
Dimas hanya duduk santai saja, dia sibuk memakan cemilan yang tersedia diatas meja. Dia sama sekali tidak ingin membela Bianca. Padahal Bianca dulu menggugurkan kandungannya demi Dimas juga, tapi pria itu bersikap seolah tak tertarik kepadanya lagi.
...****************...
"Brengsek!" Bianca sangat kesal sekali kepada ibu mertua dan suaminya.
Saat ini Bianca sedang berada di ruangannya, sehingga dia bebas melampiaskan rasa kesalnya. Dia terduduk di bangku kebesarannya, dia benar-benar telah dibuat kesal oleh mereka berdua.
Nafasnya bergemuruh, dia terlihat sangat tersinggung terhadap ibu mertuanya yang selalu menyinggungnya soal keturunan.
"Tahan Bianca, semuanya akan menjadi milikmu. Asalkan kamu bisa bersabar sedikit saja." Bianca mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri. Kemudian dia menarik nafas dalam-dalam dengan pelan.
Terkadang manusia memang tak akan pernah merasa puas. Dulu dia menikah dengan Dimas agar masa depannya terjamin karena Dimas orang kaya, kini dia menginginkan bisa menjadi pemilik perusahaan Alpha.
Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, contohnya Bianca dulu hanyalah seorang anak panti asuhan yang menyedihkan, sekarang dia telah menjadi seorang manager mengagumkan di perusahaan, walaupun dia mendapatkan jabatan itu dengan cara kotor.
Mungkin dia juga harus melakukan cara kotor juga jika seandainya Dimas berhasil menjadi pemimpin perusahaan. Dengan suami bejat itu meninggal, dialah yang akan maju menjadi pemimpin perusahaan Alpha.
Karena itu Bianca harus memiliki hati sekuat baja, biarkan mereka menghina ataupun menginjak harga dirinya, yang penting dia adalah pemenangnya pada akhirnya.
Bianca tidak ingin apa yang dia korbankan sia-sia. Dia rela menyakiti seorang pria yang sangat dia cintai demi ambisinya, walaupun sebenarnya dia juga ikut sakit jika mengingat bagaimana perlakuannya pada Alvaro. Terlebih, perasaannya pada Alvaro sampai kini tak bisa hilang, membuatnya sangat tersiksa.
Saat dia merasa lelah, terkadang dia ingin berlari mencari Alvaro. Tapi dia sadar, dia tak boleh melakukannya. Bisa saja Alvaro akan menerimanya kembali karena pria itu sangat mencintainya, tapi dia akan kehilangan kesempatan untuk menjadi pemimpin perusahaan Alpha. Melalui Dimas, dia bisa mewujudkan impiannya.