NovelToon NovelToon
Cinta Dan Tawa Di Kota : Kisah Perempuan Tangguh

Cinta Dan Tawa Di Kota : Kisah Perempuan Tangguh

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa / Slice of Life
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: xy orynthius

Tara Azhara Putri Mahendra—biasa dipanggil Tara—adalah seorang wanita muda yang menjalani hidupnya di jantung kota metropolitan. Sebagai seorang event planner, Tara adalah sosok yang tidak pernah lepas dari kesibukan dan tantangan, tetapi dia selalu berhasil melewati hari-harinya dengan tawa dan keceriaan. Dikenal sebagai "Cewek Tangguh," Tara memiliki semangat pantang menyerah, kepribadian yang kuat, dan selera humor yang mampu menghidupkan suasana di mana pun dia berada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xy orynthius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 25

Tara dan Raymond menghabiskan malam di bunker, bekerja keras membongkar isi flash drive yang mereka curi. Monitor kuno di depan mereka menampilkan deretan kode yang tampak tak berujung, sebuah labirin digital yang harus mereka tembus. Setiap detik yang berlalu terasa semakin menekan, seolah-olah waktu sedang berpacu dengan langkah musuh yang mungkin saja sudah mulai mengejar.

Raymond mengetik tanpa henti, berusaha menembus sistem enkripsi yang melindungi data tersebut. Wajahnya penuh konsentrasi, sementara jari-jarinya menari di atas keyboard. “Enkripsi mereka kuat,” gumamnya tanpa memandang Tara, yang duduk di sebelahnya. “Tapi kita pasti bisa masuk. Sedikit lagi...”

Tara mengangguk sambil terus memantau layar lain yang menunjukkan data-data yang telah berhasil mereka ekstrak. Meski kelelahan, dia tahu tidak ada waktu untuk beristirahat. Setiap informasi yang mereka peroleh bisa menjadi kunci untuk menghentikan Proyek Apocrypha, dan mereka harus memanfaatkannya sebelum terlambat.

Tiba-tiba, sebuah bunyi bip terdengar dari komputer Raymond, menandakan bahwa mereka telah berhasil menembus lapisan pertama enkripsi. Sebuah file baru muncul di layar, dengan judul yang membuat jantung mereka berdetak lebih cepat: **“Apocrypha - Phase II.”**

“Gue rasa ini yang kita cari,” kata Raymond dengan napas tertahan. Dia membuka file itu dan mulai membaca isinya, sementara Tara bergegas menghampiri untuk melihat lebih dekat.

Di dalam file tersebut, terungkap sebuah rencana yang jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan. Proyek Apocrypha tidak hanya sekadar sebuah eksperimen rahasia—ini adalah operasi global yang melibatkan beberapa negara dan entitas korporat besar. Mereka berencana untuk menguasai teknologi yang memungkinkan kontrol penuh terhadap informasi dan komunikasi di seluruh dunia, menggunakan metode yang ilegal dan tidak bermoral.

“Ini... gila,” bisik Tara saat membaca lebih lanjut. “Mereka nggak hanya mau ngekendaliin informasi, tapi juga otak manusia? Ini semacam mind control?”

Raymond mengangguk, ekspresinya berubah serius. “Gue udah pernah denger tentang teori ini, tapi nggak nyangka mereka udah sejauh ini. Mereka ngegunain teknologi nanobot yang bisa masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa terdeteksi, terus kontrol pikiran dan perilaku mereka. Kalau proyek ini sukses, mereka bisa ngubah siapa aja jadi alat buat tujuan mereka.”

“Berarti mereka bisa ngekendaliin pemerintah, media, bahkan tentara... tanpa ada yang tau?” suara Tara mulai terdengar gemetar.

“Itu rencananya,” jawab Raymond dengan nada yang dingin. “Mereka bisa ngubah seluruh masyarakat jadi boneka tanpa kehendak sendiri. Dan sekali proyek ini rampung, nggak ada yang bisa ngelawan mereka.”

Tara menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. “Kita harus ngehentikan ini sekarang. Tapi gimana caranya? Mereka udah jauh lebih kuat dari yang kita duga.”

“Kita butuh bukti yang lebih kuat buat ngungkapin ini ke publik,” kata Raymond. “Kita udah punya sebagian besar data, tapi ini nggak cukup buat ngeyakinin dunia. Mereka pasti bakal nutup semua akses informasi yang kita punya. Kita perlu sesuatu yang nggak bisa mereka sangkal, sesuatu yang bisa menggerakkan orang-orang buat ngelawan.”

Tara terdiam sejenak, merenung. “Ada cara lain buat dapetin bukti itu?”

Raymond menatap layar dengan penuh keraguan. “Gue belum yakin, tapi gue rasa ada satu tempat lagi yang bisa kita tuju. Mereka nyebutin tentang ‘Fasilitas Utama’ di dokumen ini. Gue nggak yakin di mana, tapi kalau kita bisa nemuin lokasi fasilitas itu, kita mungkin bisa ngambil data langsung dari sumbernya. Itu bakal jadi bukti yang nggak bisa dibantah.”

“Fasilitas Utama?” Tara bergumam, matanya menyipit saat mencoba mengingat sesuatu. “Gue pernah denger nama itu. Ada rumor tentang tempat rahasia di luar kota, jauh di pegunungan, di mana mereka ngelakuin eksperimen rahasia. Tapi nggak ada yang tau pasti di mana.”

Raymond mengangguk pelan. “Itu masuk akal. Mereka pasti ngegunain tempat yang jauh dari peradaban, tempat yang susah dijangkau.”

“Tapi gimana kita nemuin tempat itu?” tanya Tara, frustasi. “Mereka pasti ngejaga lokasinya dengan ketat.”

“Gue bisa coba ngelacak koordinatnya dari data yang ada di sini,” jawab Raymond. “Tapi bakal butuh waktu, dan kita harus tetap waspada. Mereka mungkin udah sadar kalau kita punya data ini.”

Tara berdiri dari kursinya, mulai berjalan mondar-mandir di dalam ruangan kecil itu. “Kita harus siap buat bergerak kapan aja. Gue nggak suka nunggu di tempat ini terlalu lama.”

“Gue juga nggak,” sahut Raymond sambil terus bekerja di komputernya. “Tapi kita nggak punya pilihan lain sekarang. Kita harus yakin tempat itu bener-bener ada sebelum kita berangkat.”

Waktu terus berjalan, sementara Raymond bekerja tanpa henti untuk melacak koordinat Fasilitas Utama. Tara merasa ketegangan semakin membesar, dan meskipun mereka bersembunyi di bunker yang terpencil, dia tahu bahwa waktu mereka tidak banyak. Musuh mungkin saja sudah mengirim tim untuk melacak mereka.

Akhirnya, setelah beberapa jam yang terasa seperti seabad, Raymond mengangkat wajahnya dari layar dan menghela napas panjang. “Gue dapet koordinatnya. Tempat itu ada di tengah pegunungan di utara. Jauh dari jalan raya utama, tapi masih bisa dicapai kalau kita punya kendaraan yang kuat.”

“Berapa lama kita bisa sampai ke sana?” tanya Tara cepat.

“Kalau kita berangkat sekarang, mungkin kita bisa sampai dalam waktu dua hari, tergantung kondisi jalan. Tapi kita harus bawa persediaan yang cukup, karena nggak bakal ada tempat buat ngisi ulang di sana.”

“Baiklah,” kata Tara, penuh tekad. “Kita nggak bisa buang waktu lagi. Kita berangkat sekarang.”

Mereka berdua segera bersiap-siap. Raymond memastikan semua data yang mereka dapatkan aman tersimpan di dalam beberapa flash drive, sementara Tara mengecek persediaan amunisi dan peralatan mereka. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan penuh bahaya, dan mereka harus siap menghadapi apa pun.

Setelah semuanya siap, mereka meninggalkan bunker itu dengan cepat. Raymond mengunci kembali pintu baja yang menyembunyikan tempat persembunyian mereka, berharap tempat itu tetap tersembunyi dari musuh. Mereka kembali ke mobil tua yang telah membawa mereka sejauh ini, dan tanpa banyak bicara, Raymond menyalakan mesin dan melajukan mobil itu ke arah utara, menuju pegunungan yang tampak jauh di kejauhan.

Malam sudah mulai berganti pagi ketika mereka mencapai kaki pegunungan. Jalanan semakin sulit dilalui, dengan batu-batu besar dan tanah yang tidak rata. Mobil tua itu bergetar hebat setiap kali mereka melewati rintangan, tetapi Raymond terus melajukan kendaraan dengan ketekunan yang luar biasa.

“Tempat ini jauh lebih terpencil dari yang gue bayangin,” kata Tara sambil memandangi pemandangan di sekitar mereka. Pepohonan tinggi dan rapat menutupi hampir seluruh pemandangan, membuat tempat itu terasa seperti dunia yang terpisah dari peradaban.

“Itu bagian dari strategi mereka,” jawab Raymond. “Mereka pengen tempat ini tetap tersembunyi, jauh dari pandangan orang luar. Dan dengan kondisi jalan kayak gini, nggak banyak orang yang bisa sampai ke sini.”

“Kita harus hati-hati. Bisa jadi mereka udah tahu kita mendekat,” kata Tara, berjaga-jaga dengan senjata di tangan.

Setelah beberapa jam berkendara, mereka akhirnya melihat sesuatu yang mencurigakan di antara pepohonan. Sebuah bangunan besar yang tampak seperti gudang, tapi dengan struktur yang jauh lebih modern dan dilengkapi dengan berbagai alat keamanan canggih. Di sekelilingnya, ada pagar tinggi dengan kawat berduri dan kamera pengawas yang berputar mengamati setiap sudut.

“Itu pasti Fasilitas Utama,” kata Raymond dengan suara pelan. “Kita harus berhenti di sini. Nggak mungkin kita bisa masuk langsung lewat depan. Kita harus nyari cara buat masuk tanpa ketahuan.”

Mereka memarkir mobil jauh dari fasilitas itu, lalu keluar dan mulai bergerak secara diam-diam melalui hutan yang mengelilingi tempat tersebut. Setiap langkah terasa berat, karena mereka tahu bahwa satu kesalahan saja bisa berarti akhir dari segalanya.

Setelah beberapa saat mengamati dari jarak aman, Tara mulai melihat pola pergerakan penjaga yang patroli di sekitar fasilitas. “Mereka punya jadwal yang teratur,” bisiknya kepada Raymond. “Kita bisa masuk di antara pergantian patroli, tapi kita harus cepat.”

Raymond mengangguk, menyetujui rencana itu. Mereka menunggu dengan sabar, memantau pergerakan penjaga, dan saat momen yang tepat tiba, mereka berdua bergerak cepat, menyelinap di antara bayangan pepohonan dan bergerak mendekati pagar.

Tara menggunakan alat pemotong yang telah mereka persiapkan untuk membuka celah kecil.

1
·Laius Wytte🔮·
Pengalaman yang luar biasa! 🌟
Kei Kurono
Mantap! Bukan cuma ceritanya, bagus dalam segala hal.
<|^BeLly^|>
Nggak sia-sia baca ini. 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!