Mereka sama-sama pendosa, namun Tuhan tampaknya ingin mereka dipertemukan untuk menjalani cinta yang tulus.
Raka dan Kara dipertemukan dalam suatu transaksi intim yang ganjil. Sampai akhirnya keduanya menyadari kalau keduanya bekerja di tempat yang sama.
Kara yang supel, ceria, dan pekerja keras. Berwatak blak-blakan, menghadapi teror dari mantan suaminya yang posesif. Sementara Raka sang Presdir sebenarnya menaruh hati pada Kara namun rintangan yang akan dihadapinya adalah kehilangan orang terpenting di hidupnya. Ia harus memilih antara cintanya, atau keluarganya. Semua keluarganya trauma dengan mantan-mantan istri Raka, sehingga mereka tidak mau lagi ada calon istri yang lain.
Raka dan Kara sama-sama menjalani hidupnya dengan dinamika yang genting. Sampai akhirnya mereka berdua kebingungan. Mengutamakan diri sendiri atau orang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eighteen
“Pulang sana!” serunya sambil mendorong Caitlyn keluar dari gedung.
“Raka tolong tunggu dulu…”
“Kalau masih ada urusan silahkan datang dengan pengacara.”
“Saya masih ada urusan dengan Delice!”
“Tidak ada satupun kontrak yang menyebut nama kamu Caitlyn!” Seru Raka. “Pengadilan perdata sudah mengesahkan tuntutan kami. Kamu kalah, ya kamu terima saja!”
“Apakah begini perlakuan kamu terhadap karyawan yang berdedikasi? Jadi masih ada kemungkinan semua yang ada di gedung ini suatu saat akan mendapatkan perlakuan tak adil dari kamu dong?! Itu Guntur dan Elang di belakangmu, suatu saat mereka sedikit saja berbuat salah maka akan kamu buang tanpa melihat seperti apa hubungan masa lalu kalian? Seperti cara kamu memperlakukanku begitu?!”
Caitlyn berusaha mengadu domba, karena memang ia sudah habis akal.
“Saya hanya minta satu hal yang sederhana, Caitlyn. Jangan Berkhianat! Itu saja tak bisa kamu jalani lalu kamu minta hak apa lagi ke saya?!” sahut Raka sambil menunjuk muka Caitlyn. “Kamu melakukan jobdesk kamu sebagai Karyawan. Cukup itu saja. Produk itu bisa muncul di masyarakat juga karena manajemen menyetujuinya! Tanpa keputusan manajemen, tidak akan ada produk itu! Reward kamu, kami bayarkan setiap bulan! Jangan Bilang kamu tidak dapat apa pun ya! Setelah kamu keluar, kamu tidak berhak menuntut apa pun dari kami!!” seru Raka semakin merasa emosi.
Sementara semua orang menonton sambil sembunyi-sembunyi karena takut dengan Raka.
Lobby kantor penuh saat itu. Semua turun ke bawah untuk menyaksikan Raka bertengkar dengan Caitlyn.
“Raka, tolong saya Raka…” Caitlyn pun bersimpuh di depan Raka. “Saya tidak tahu harus bagaimana lagi untuk mendapatkan pekerjaan. Kamu menutup semua pintu lowongan ke seluruh jaringan saya. Saya punya anak, Raka. Bagaimana saya akan menafkahinya?!”
“Kamu bisa minta pacar kamu.” Raka menyeringai sinis
“Dia meninggalkan saya.”
“Kalian sama saja. Sama tololnya.” geram Raka.
“Saya memang bersalah sama kamu, tapi perlukah menyebar daftar hitam saya ke seluruh perusahaan? Saya meniti karier sebelum saya bertemu kamu! Kamu sudah melanggar hak asasi saya! Kamu mencampuradukkan masalah pribadi ke dalam profesionalime!”
“Ini pasti kamu memperjuangkan tuntutan kamu yang dua miliar ganti rugi itu…? Itu maksud kamu? Saya harus bayar itu? Enak saja pakai bawa-bawa karier segala. Kamu pikir dua miliar itu bayam? Bisa tumbuh di mana saja?! Mikir tuh pake otak jangan pakai mata batin.” tabiat egois Raka dalam hal ini mulai muncul. Kalau ia sudah keras kepala, tingkahnya jadi seperti remaja tantrum. Mulutnya jadi enteng.
Kara langsung maju karena ia merasa lidah Raka perlu dihentikan sebelum harga diri dan keanggunan Raka hilang di mata para karyawannya.
“Daripada kalian berdua ribut tak berfaedah bikin aib kesebar di kantor, Bagaimana kalau kalian kembali bekerja sama? Bisa dapat cuan tambahan tuh Pak.” Kara berdiri diantara Raka dan Caitlyn sambil berkacak pinggang.
“Kamu nggak usah ikut-ikutan, Kara. Ini bukan urusan kamu.” kata Raka.
“Ya udah saya ngambek.” Kara bicara dengan suara rendah, sehingga hanya mereka bertiga yang dengar. “Karena Cepat atau lambat saya akan diperlakukan seperti Tante Caitlyn. Tertutup semua lapangan pekerjaan kalau Pak Boss sakit hati sedikit saja. Dasar Boss Toxic. Lebih baik nggak dekat-dekat dari awal ah. Resign, block nomer..” desis Kara sambil berbalik berniat kembali ke lantai atas.
“Issshh!!” Raka menarik lengannya untuk kembali ke dalam ‘lingkaran’. “Apa sih kamu, jangan kekanak-kanakan dong!”
“Takut ah sama bapak.” desis Kara pura-pura cuek.
“Kamu maunya apa sekarang?!” Raka mulai tak sabar.
Kelihatannya ia sudah mulai menyerah.
Secepat itu?!
Begitulah…
Tipe seperti Raka, kalau sudah jatuh cinta ya jatuh sejatuh-jatuhnya.
“Tante Cat bisa membuat produk sendiri sebagai pihak yang terafiliasi. Jadi Tante tidak harus menjadi karyawan perusahaan. Kontraknya pasti akan lebih jelas dan lebih adil. UMKM pun tak masalah Tante. Ini juga akan jadi marketing yang bagus untuk Topaz Delice, jargon ‘mendukung UMKM Indonesia ‘ akan sangat menarik simpati.” Kata Kara.
Bu Annisa Ternganga.
Raka mengerang.
Karena ia sudah tahu sejak lama hal ini bisa dilakukan. Tapi tidak dia usulkan karena ia kesal dengan Caitlyn.
“Tidak mau. Dia pengkhianat. Satu saja anak usaha yang tercemar, dampaknya ke seluruh korporat.” Sahut Raka langsung
“Ya jangan libatkan Topaz.” kata Kara.
Raka seketika melotot padanya.
Kurang ajar juga wanita ini. begitu pikir Raka.
Kurang ajar tapi cerdas.
“Kamu minta saya mendanainya dengan dana pribadi?!”
“Yaaa hitung-hitung partime untuk masa pensiunlah Pak.” desis Kara cengengesan. “Atau minta salah satu anak bapak yang mengurusnya. Bapak hanya sebagai pemodal. Pak Raka kan ingin Raidan berkecimpung di bisnis? Ini bisa jadi awal yang bagus untuknya. Kalau pun merugi, tidak akan sebesar kalau Topaz terlibat.”
“Errrgh!” rasanya ingin sekali Raka mencekik Kara.
Lalu membantingnya di tempat tidur.
Lalu mengerjainya sampai Kara berteriak minta ampun dan lemas penuh gairah.
“Ada syaratnya. Tiga syarat.” geram Raka. Akhirnya dia bersedia mempertimbangkannya.. “Saya mau lakukan ini semua karenamu ya Kara. Awas kamu kabur. Kamu harus tanggung jawab.”
Kara merengut.
Caitlyn. “Saya tidak akan mengecewakan. Sebutkan syaratnya.” Caitlyn berdiri dengan tegar menantang Raka.
“Pertama, produk tanpa resiko.” kata Raka.“Saya akan mendanai segala pengeluarannya. Kalau produk bermasalah, kamu harus mengganti biaya produksinya. Karena saya menggunakan dana pribadi. Saya tidak bisa membiarkan Topaz terlibat. Kamu dalam masa percobaan.”
Caitlyn mengangguk. “Saya sudah pakai sendiri produk itu 2 tahun belakangan.”
Raka mengernyit. “Jadi kulit mulus kamu itu bukan hasil obat dokter?”
“Saya tidak memiliki biaya untuk perawatan lebih lanjut, jadi saya ciptakan obat sendiri.” kata Caitlyn. “Saya juga tidak memiliki biaya untuk pengurusan BPOM.”
“Oke, syarat kedua. Sekali ada komplain yang melibatkan hukum dari customer, kerjasama kita bisa saya batalkan sepihak.”
“Baik.” desis Caitlyn.
“Syarat ketiga…” Raka menoleh ke arah Kara. “Kamu jadi jaminan.”
Kara melongo.
“Apa lagi ini…” gumam Bu Annisa.
“Saya jaminan Pak? Maksudnya?!” seru Kara.
“Kamu milik saya sampai Caitlyn mencapai laba yang tertera di perjanjian. BEP 1 tahun pertama.”
“1 Tahun? Yang bener aja Paaak! Produk lain BEPnya sampai 3 tahunan paling cepat!!” seru Kara. “Lagian, ‘jadi milik saya’ itu maksudnya apaaaa?!”
“Loooh? Kan kamu percaya banget sama Caitlyn? Ya kalau begitu effortnya dong tunjukkan. Jangan ngomong doang!” seru Raka.
“Saya harus apa…?” Kara mulai kebingungan.
“Mengenai hal itu, detailnya kita bicarakan di ruangan saya.”
Tapi Raka bilang ini sambil tersenyum licik.
“Tante janji ya!” seru Kara.
“Wah…” Caitlyn menatap Raka dan Kara bergantian, dengan senyum bersemangat. “Ini sih, lebih cepat atau lebih lama dari setahun tetap saja Raka yang menang. Kamu sudah masuk ke dalam jebakannya, Kara.” kekehnya.
“Maksudnyaaaa?!” Kara terpekik.
“Udah kamu sini! Enak aja santai-santai di cafe! Udah jam berapa nih! Saya mau Rapat Kinerja, mau mecat-mecatin orang!!” seru Raka sambil mencengkeram tengkuk Kara lalu mendorongnya menuju lift untuk naik ke lantai atas.
“Wah wah.” Bu Annisa pun mengangguk-angguk sambil berdiri di samping Caitlyn. “Ternyata benar. Kara itu insentif perusahaan. Hebat juga perkembangannya.”
“Bu… mohon maaf, tapi saya malah ingin bekerja sama dengan Kara daripada Raidan. Kara lebih memiliki Passion di bidang skincare.”
“Ya kalau begitu, Kara harus memiliki hubungan baik dulu dengan Raka.” kata Bu Annisa. Lalu wanita tua itu tertegun mencerna kalimat nya sendiri.
Dan akhirnya dia pun berpaling ke arah Caitlyn. “Maksud kamu…”
Caitlyn tersenyum penuh semangat.
“Ya ampun, lagi-lagi saya menjodohkan orang. Saya tidak ingin lagi menjodohkan Raka, tiga orang tak ada yang berhasil, malah membuatnya trauma.” gerutu Bu Annisa.
“Saya hanya butuh izin dari Bu Annisa.” kata Caitlyn sambil tersenyum penuh harap. “Saya suka anak itu. Dia pekerja keras.”
“Ha…ah.” de sah Bu Annisa sambil geleng-geleng kepala.
ketahuan
udahhhh
gas.. dapat restu dr sahabat dan seng mantan gebetan
jutek, g senyum, ngomong asal2an. dari novel ini saya belajar cara bersikap, belajar bahasa2 gaul, singkatan gaul yg saya juga g paham bahasa anak muda sekarang.
keren bagus novelnya
buaaagusssss
Beraninya sm perempuan? di depan umum lagi? Waahhh kasus inih! 😠🤨🧐