#Saquel : Gairah Sang Konglomerat
Baca dulu Gairah Sang Konglomerat !!
Tentang Dirga yang hatinya untuk Rosalin tetapi tubuhnya menginginkan Tiara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SariAdja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Siang hari Dirga pulang ke rumah untuk makan siang bersama Tiara. Pagi tadi ia mengantar Arvel ke bandara untuk penerbangan ke Semarang. Alhasil ia tidak sempat sarapan bersama sang istri.
Dirga menghentikan mobilnya di garasi lalu turun dan masuk ke dalam rumah. Tidak saba r ingin bertemu dengan Tiara. Selain makan siang bersama, Dirga juga akan mengutarakan niatnya nanti malam sesuai saran Arvel.
“Dimana Tiara Ma?” tanya Dirga pada sang mama yang sedang sibuk membuka majalah Fashionnya.
“Sejak kau menunjukkan kebun bunga di samping rumah dan mempercayakan bunga-bunga mawar padanya, Tiara selalu menghabiskan waktu di sana. Mam lihat tadi Tiara menanam bunga mawar varian baru yang ia pesan dari online shop,” jelas Nyonya Rani antusias. Ia sangat menyayangi Tiara dan akan selalu menyukai hal-hal yang dilakukan menantunya itu.
“Tiara masih di kebun mawar?” tanya Dirga melirik arloji di pergelangan tangan yang sudah menunjukkan pukul sebelas siang.
“Iya, dia sedang rajin menanam mawar, mungkin bulan depan mama akan membuka toko bunga untuk Tiara!” candanya.
“Aku akan ke sana.” Dirga berlari kecil menuju halaman samping. Menuju ke kebun bunga mawar yang saat ini ia percayakan semua tanaman bunga di dalamnya kepada sang istri.
“Tiara.”
“Tiara.”
Dirga memanggil sang istri seraya menginjakkan kaki di kebun bunga. Ia melihat ke sekitar banyak sekali tanaman bunga mawar baru. Ya, pasti Tiara yang menanamnya.
“Aku di sini!”
Terlihat lambaian tangan Tiara di ujung kebun bunga sebelah barat. Kemudian, Dirga bergerak menghampiri ke sumber suara.
“Apa kamu yang menanam semuanya?” Dirga melihat ke ratusan polybag di sekitar Tiara.
“Ya.” Bibir Tiara merekah membentuk sebuah senyuman.
“Jangan terlalu bekerja keras, aku tidak ingin kamu kelelahan!”
Tangan Dirga terulur, meraih jemari tangan Tiara. Kemudian, ia mengamati wajah Tiara. Pipinya merona karena sinar matahari. Keringat di ujung hidung, membuat Tiara semakin bersinar. Seperti Edward di film twilight.
“Sini!” Dirga mengusap pipi sang istri.
“Ada apa?” tanya Tiara. Ini belum waktunya makan siang karena Mbok Ijah atau Parti belum memanggilnya.
“Ayo makan siang bersama, setelah itu kita aku akan mengajakmu ke villa!” ujar Dirga. Menatap Tiara dengan tatapan hangat. Sejak kejadian malam itu, Dirga selalu memperlakukan istrinya dengan sangat baik.
“Baik!” Tiara mengangguk yakin. Mereka berdua berjalan keluar dari kebun bunga.
\* \*
“Kita mau ke mana?” Tiara melihat ke arah Dirga yang duduk di sebelahnya. Pria itu fokus mengemudikan mobilnya menuju sebuah tempat makan special yang berada dekat dengan salah satu villa keluarga Abraham, di Puncak Bogor.
“Sebentar lagi kita akan sampai, kamu pasti akan menyukainya Tiara!” sahut Dirga. Ia meraih jemari tangan Tiara lalu mengecup punggung tangannya. Jangan di tiru! Adegan ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah profesional.
Tibalah mereka di sebuah resto dengan pemandangan indah dan udara yang sejuk. Menyatakan cinta ditemani pemandangan sunset pasti akan membuat Tiara susah untuk menolaknya.
Mobil berhenti di area parkir. Dirga turun lebih dulu, lalu membuka pintu untuk istrinya. Lantas, menggandeng tangan Tiara memasuki resto menuju tempat duduk yang sudah ia pesan.
Mereka berdua duduk berhadapan. Menikmati hidangan spesial yang telah disajikan.
“Kau suka?” tanya Dirga. Sejak tadi ia tak pernah melepaskan pandangan matanya dari wajah sang istri.
Tiara mengangguk. Melihat Dirga dan matahari terbenam bergantian. Keduanya sama-sama indah dan tidak ingin ia lewatkan.
“Aku juga suka, aku suka tempat ini. Aku suka makan di sini denganmu, aku suka melihat pemandangan matahari terbenam dari sini, tentu saja denganmu Tiara!” ucap Dirga. Tangannya bergerak lincah menggenggam jemari tangan wanita cantik yang duduk di hadapannya.
Debar jantung hati Tiara tak karuan. Semakin cepat, dan semakin keras. Bisa jadi, orang yang duduk di sekitar mendengar suara debar jantungnya.
“Tiara, aku berniat menjadikanmu istri untuk selamanya. Maukah kamu menikah denganku dan mengakhiri kontrak pernikahan kita?” Dirga menatap dalam ke manik mata Tiara.
Degh.
Tiara yang selama ini sudah mengatur hatinya agar tidak terlalu mudah terpesona dengan makhluk yang saat ini duduk di hadapannya. Kali ini, berbanding terbalik.
Ia tidak menyangka Dirga akan bersikap semanis dan seromantis ini. Benarkah ini Dirga Atmaja Putra? Ia masih belum percaya.
“Maukah kamu menjadi teman hidupku untuk selamanya?” tanya Dirga sekali lagi.
Malu-malu, Tiara mengiyakan. Menganggukkan kepala. “Aku bersedia,” jawabnya.
“Sungguh?”
“Iya, aku bersedia!”
Sekali lagi Dirga mencium punggung tangan Tiara. “Terima kasih Tiara!” ucapnya.
Tiara hanya tersenyum.
Ponsel milik Dirga berdengung. Ada panggilan telefon dari Tomi.
“Sebentar, aku terima telefon!” pamit Dirga menunjukkan layar ponselnya yang memaparkan foto sang sekretaris.
“Iya.”
Dirga berdiri dari duduknya lalu bergerak menjauh.
“Halo,” sapa Dirga seraya mendekatkan benda canggih itu ke indra pendengarnya.
“Halo, aku punya dua kabar untuk Anda, Tuan,” sahut Tomi. Sejak pagi ia mendatangi beberapa pertemuan dengan klien sehingga tidak sempat berbicara dengan Dirga.
“Katakan kabar yang buruk dulu!” balas Tomi.
“Baik, kabar buruknya. Pak Hadi, mengetahui pernikahan kontrak Anda dengan Nona Tiara!” sahut suara di seberang.
“Lantas, apa yang kedua adalah kabar baik? Atau sama buruknya?” cerca Dirga tidak sabar.
“Kabar yang kedua sangat baik, aku dengar Anda sedang pergi berdua dengan Nona, dan akan menyatakan cinta? Apakah itu artinya, kontrak pernikahan akan berubah menjadi pernikahan yang sebenarnya?” Tomi sangat berharap itulah yang terjadi, karena Pak Hadi akan marah jika dipermainkan. Semoga saja hal itu tidak terjadi.
“Aku hanya pura-pura mencintai Tiara!” jawab Dirga.
Klik.
Panggilan telefon berakhir begitu saja