Percintaan antara gadis konglomerat dari ibu kota dengan pria miskin pinggir desa. Hidup di daerah yang memandang kasta dan mengelompokkan orang sesuai kekayaan yang mereka punya, bagaimana kah mereka berdua akan bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24.Menerka-nerka
Di sisi yang lain dan masih di tengah-tengah kekacauan yang bercampur dengan suara alarm peringatan kebakaran yang tidak ada hentinya itu, terlihat sosok Tuan Restofer dan anak-anaknya sudah berkumpul di sudut ruangan itu.
Saat ini mereka berlima terlihat panik, tapi yang terlihat jelas paniknya adalah sosok Aldric. Inspektur polisi itu terlihat sedari tadi mengecek ponselnya yang tiba-tiba kehilangan sinyal telepon.
"Kalian tunggu di sini dan tetap berkumpul!" tegas Aldric kepada anggota keluarganya.
"Tidak bisa begitu. Al. Saat ini Lily masih-"
"Papa tidak perlu mengkhawatirkan, Lily. Saat ini Axiel sedang bersama dengannya dan dia pasti dalam keadaan yang jauh lebih aman. Untuk sekarang, pilihan terbaik kita adalah tetap berkumpul di satu tempat. Sepertinya ada yang janggal dengan alarm kebakaran ini," tegas Aldric menyela perkataan Tuan Restofer.
"Aku juga berpikiran begitu, Al. Ada yang aneh dan itu dimulai dari saat lampu yang tiba-tiba dimatikan," timpal Sean yang ternyata ada di sana juga.
"Mama tidak mau tahu hal-hal begituan. Mau dia bersama Axiel atau siapa pun, Mama tidak peduli. Sekarang, kalian cari keberadaan adik ...."
Nyonya Rose tiba-tiba menghentikan perkataannya. Semua itu terjadi lantaran lampu di tempat itu sudah kembali menyala dan alarm peringatan kebakaran juga sudah tidak lagi terdengar. Senyap, jeritan panik semua orang langsung menghilang. Mereka semua saling memandangi satu sama lain.
"Tidak ada yang terbakar? Lalu-"
"Tuan Luis, menghilang. Sekali lagi aku katakan Tuan Luis menghilang!" teriak seorang laki-laki berlari ke arah inspektur Aldric dengan raut wajah yang panik.
Semua orang yang mendengar itu langsung dibuat terkejut. Mereka semua saling memandang dengan keadaan mata yang terbelalak kaget.
"Sepertinya bukan hanya Tuan Luis saja, tapi Tuan Joseph dan dua anggota dewan lainnya juga menghilang!" teriak beberapa orang lagi. Mereka juga terlihat langsung menghadap ke Inspektur Aldric yang langsung mengerti dengan apa yang saat ini terjadi.
"Dugaanku benar. Kakak, sepertinya ada penyusup. Sialan, kenapa semua ini terjadi tepat di depan mataku." Dengan gerak yang panik, Aldric terlihat menempeli benda pipih miliknya ke arah telinga, "Ziz,an, laporkan ke semua polisi yang bertugas menjaga ibu kota. Saat ini ada penyusup yang menculik Gubernur dan beberapa anggota dewan. Minta anggota penyidik untuk menghadap kepadaku malam ini juga!" imbuh Aldric saat panggilan suaranya dijawab oleh orang yang dia hubungi.
"Lily putriku!" Nyonya rose dan Tuan Restofer berteriak bersamaan. Mereka berdua bahkan langsung berlari mendekati sang putri yang terlihat sedang duduk di sebuah sofa.
"Axiel ke mana?" gumam laki-laki itu saat mendapati hanya ada sosok Lily di sana. Aldric terlihat mengedarkan pandangannya ke segala arah, tapi laki-laki itu tidak menemukan sosok temannya lagi di tempat itu, "jangan bilang. Sialan, pantas saja aku merasa ada yang beda dengan orang itu." Aldric langsung berlari keluar dari dalam perusahaan keluarganya. Sepertinya malam ini dia akan dibuat sibuk.
***
"Akhirnya wajah gue terasa bebas juga. Topengnya keren sih, tapi bikin gerah dan terasa tidak nyaman sekali." Adnan membuka topengnya lebih dulu, lalu membuang barang yang terbuat dari bahan khusus itu sembarangan.
Mardika, Sergio, dan juga Khazami terlihat melakukan hal yang sama, yaitu membuka topeng yang sedari tadi menutupi wajah mereka dan setelah terbebas, mereka tentu langsung menghirup udara segar milik ibu kota.
"Fahmi, lu enggak ngerasa kegerahan?" tanya Sergio saat melihat Fahmi masih menggunakan topeng wajah seorang laki-laki dewasa.
"Mungkin dia masih kepikiran dengan gadis teman dansanya tadi. Makanya saat ini dia terlihat mematung dan bertanya-tanya apakah yang tadi itu mimpi," celetuk Mahardika dan membuat mereka semua terkekeh.
Saat ini kelima orang itu sedang melakukan persembunyiannya di sebuah gang yang ada di tengah-tengah kota megah itu. Ternyata gedung di ibu kota terlihat jauh lebih megah jika dilihat dari tempat sedekat ini.
"Dilihat dari cara dia terdiam, sepertinya teman kita ini sedang berbunga-bunga kawan," celetuk Khazami yang terlihat sedang memasukkan tubuh seseorang ke dalam sebuah koper besar. Di tempat itu, sudah ada empat koper dan isinya sudah bisa dipastikan adalah seorang manusia.
Benar, yang membuat kekacauan di pasta tadi adalah Khazami dan teman-temannya. Sebenarnya mereka tidak punya dendam dengan keluarga Ferdanham, tapi karena misinya ada di tempat itu, jadilah mereka semua menyusup ke sana dengan menyamar.
Kalian tahu siapa Axiel itu, benar. Orang yang menyamar menjadi Axiel itu adalah Fahmi. Saat ini laki-laki itu masih terlihat terdiam dengan topeng yang masih terpasang.
"Apa semua sudah selesai? Jika sudah, kita sebaiknya bergerak sekarang sebelum para polisi ibu kota mulai menyebar melakukan pencarian." Adnan yang sedari tadi mengintai di bibir lorong, terlihat kembali dan memberikan peringatan kepada teman-temannya.
Khazami yang bertugas sebagai ketua di tim itu, jelas langsung menganggukkan kepalanya, "Benar yang dikatakan Adnan, kita harus bergerak sekarang sebelum mereka sadar."
Setelah mengatakan itu, Khazami langsung melihat ke arah Fahmi, "Mi, apa kita bisa lanjut?" tanya laki-laki itu.
Fahmi menggerakkan tangannya untuk membuka topeng yang terpasang di kepalanya, "Ayo kita selesaikan misi ini sekarang."
***
Relimonic, Kediaman Keluarga Besar Ferdanham
"Bagaimana keadaan kaki adikmu?" tanya Tuan Restofer dengan sorot mata yang terlihat panik.
"Dia tidak mendapatkan luka yang serius, 'kan?" timpal Nyonya Rose tidak kalah paniknya dengan suara sang suami.
Saat ini keluarga itu sudah kembali ke kekediaman mereka setelah sang anak pertama menyudahi acara itu. Tepat jam 10 malam, mereka sampai di rumah lantaran banyak sekali jalanan kota yang ditutup oleh polisi.
Saat ini Nyonya Rose, Tuan Restofer, dan Erland sedang berada di dalam kamar sang anak perempuan. Iya, hanya mereka bertiga yang kembali ke rumah. Aldric tidak ikut karena saat ini sedang memimpin pencarian penyusup dan Sean, laki-laki itu izin keluar ke suatu tempat tadi.
"Papa dan Mama tidak perlu panik. Kaki Lily hanya terkilir dan akan sembuh jika diistirahatkan tiga sampai empat hari," jelas Erland setelah memeriksa keadaan kaki adiknya.
Tuan Restofer dan Nyonya Rose langsung menghela napas yang lega. Wajahnya yang tadi panik, perlahan berangsur-angsur normal kembali.
"Sekarang, untuk mengoptimalkan penyembuh Lily, ayo kita biarkan dia istirahat dulu," ajak Erland sembari bergerak bangkit dan langsung merangkul kedua orang tuanya itu, "Lily, Kami izin keluar dulu ya, Adikku. Jangan banyak gerak. Setiap satu jam sekali, kami akan meminta pelayan untuk mengecek ke kamarmu," pamit laki-laki itu dan tentu saja langsung mendapatkan anggukan dari sang adik.
Erland yang melihat itu langsung tersenyum, lalu kemudian bergerak memutar dan setelahnya berjalan keluar meninggalkan kami sang adik. Tentu saja Tuan Restofer dan Nyonya Rose mengikuti langkah laki-laki itu. Atau lebih tepatnya, dia dipaksa untuk ikut karena saat ini sedang berada di rangkulan sang anak.
Keadaan kamar Lily tentu saja langsung diserang keheningan. karena suasana yang langsung berubah sepi itu, Lily yang awalnya duduk biasa saja malah terlihat seperti orang yang sedang termenung.
'orang yang tadi membopongku itu entah kenapa suaranya sekilas terdengar seperti suara Fahmi, tapi kenapa bisa laki-laki itu ada di sana? Terlebih lagi dia juga orang yang tinggal di luar tembok dan bagaimana cara dia mengetahui keluargaku mengadakan pesta?' batin Lily mulai menerka-nerka.
Lily terlihat menggelengkan kepalanya, "Tapi, bisa juga aku salah mengenali orang, 'kan? Terus, mungkin saja aku juga salah mengenali suara,' batin wanita itu kembali. Raut wajah Lily terlihat bimbang dan pada akhirnya dia memilih untuk menyimpan pertanyaan besar itu untuk dia tanyakan nanti saja saat bertemu dengan Fahmi langsung.