Kekasih Ku, Suami Adikku

Saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Dan resepsi pernikahan Raffa dan Liana baru saja selesai. Semua tamu undangan bahkan sudah bubar, dan hanya tersisa keluarga inti saja.

Raffa baru saja turun dari pelaminan, dia terpaksa harus berdiri di sana sedikit lebih lama karena para tamu undangan yang terus menanyakan suami Liana.

Liana tentu bahagia saat melihat Raffa tertekan karena harus duduk bersamanya di pelaminan dan membiarkan Alena sendirian di dalam kamarnya.

"kak Raffa, tolong bantu aku turun. Aku juga ingin beristirahat."

Raffa yang tengah melangkah pun berhenti. Dia menoleh ke arah Liana dan menggeleng. Raffa sadar jika Liana tengah mencoba dekat dengannya, karena sejak kedatangannya ke pelaminan, Liana terlihat begitu berbeda.

"maaf Lian, kau bisa minta tolong pada ibu atau ayah. Aku mengantuk dan akan pergi ke kamar tamu."

"kak, aku hanya minta tolong agar kau memegang tangan ku sebentar karena aku harus turun. kenapa kau begitu tega."

Raffa menghembuskan nafasnya kasar. Dia kembali berjalan ke arah Liana dan membantunya untuk turun. Senyum di wajah Liana pun mengembang ketika Raffa mau mengikuti ucapannya meski Liana tahu jika pria itu terpaksa.

Raffa melepas kembali tangannya dari tangan Liana dan meninggalkan Liana begitu saja. Sungguh, dia tidak ingin berlama-lama dengan wanita yang berstatus sebagai istrinya tersebut.

sedangkan Liana sendiri, dia hanya bisa menghentakkan kakinya saat melihat suaminya berlalu begitu saja.

"hari ini, kau mungkin masih bersikap seperti itu padaku kak. Tapi aku jamin, cepat atau lambat hatimu akan segera menjadi milikku. " batin Liana.

"Nak, kau sedang apa? Kenapa masih di sini? kenapa tidak ke kamar?" tanya Dewi ketika melihat Liana yang tengah memperhatikan Raffa yang baru saja berlalu.

"ahh iya Bu. Bisakah ibu tolong antar Liana ke kamar? Kak Raffa sudah pergi ke kamar tamu untuk tidur."

"baiklah, ayo Lian."

Liana mengangguk, dia memegang tangan Dewi dan berjalan menaiki tangga. sebenarnya, dia ingin berbicara dengan Alena. Hanya saja, kamar Alena sudah terlihat sepi, dan Liana menebak jika kakaknya mungkin saja sudah tidur.

"Bu, kapan kakak dan kak Raffa kembali ke kota?" tanya Liana saat mereka baru saja tiba di kamar Liana.

"entahlah, mereka belum mengatakan apapun."

Liana hanya mengangguk.

"Oya Bu, bolehkah Liana bertanya?"

"tentu saja Nak, apa yang ingin kau tanyakan?"

"sampai kapan kak Raffa akan berpura-pura menjadi suamiku?"

"sampai bayi mu lahir. Jika bayi ini sudah lahir, mungkin raffa akan menceraikan mu dan menikahi Alena."

Liana mengangguk, Dewi membantu liana untuk berganti pakaian dan menghapus make up sebelum memasang selimut pada tubuh gadis itu.

"kenapa kau bertanya seperti itu hmm?"

"tidak apa-apa Bu. Oya Bu, bagaimana jika kak Raffa ternyata mencintaiku?"

Dewi mengernyit, dia bingung dengan pertanyaan Liana. Bagaimana mungkin Liana bertanya seperti ini padanya? Bukankah Liana tidak memiliki perasaan apapun pada Raffa?

"Lian, sebaiknya kau tidur sekarang, dan jangan berkata yang tidak-tidak."

"kenapa Bu? Lian hanya bertanya."

Dewi menghembuskan nafasnya kasar. Dia duduk di samping liana dan menatap putri bungsunya yang saat ini tengah menatapnya.

"Lian, Raffa begitu mencintai Alena. Dan kau tahu? Dia menikahi mu juga karena Alena yang memohon padanya. jika Alena tidak memohon, mungkin Raffa tidak akan pernah mau menikahi mu."

"iya Bu, Liana mengerti. Lagi pula, Liana hanya bertanya."

"baiklah. sekarang, lebih baik kau tidur."

"iya Bu ..."

Dewi mengusap lembut pucuk kepala putrinya dan pergi dari kamar tersebut. Sedangkan Liana, dia terdiam dan tiba-tiba saja senyum mengembang dari bibirnya.

"bagaimana jika aku membuat kehebohan pagi ini?" gumam Liana.

Dia mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia sudah merencanakan sesuatu yang akan membuat Alena kecewa besok pagi.

sementara itu, di kamar Alena. gadis itu terlihat tengah berbincang di telepon bersama kekasihnya. Mereka memang tinggal di bawah atap yang sama. Hanya saja, mereka tidak sedang di ruangan yang sama.

"bagaimana dengan acara resepsinya? Apakah lancar?" tanya Alena.

"sayang, aku mohon jangan berkata seperti itu. Aku tidak suka."

Alena terkekeh, paling mudah bagi Alena untuk membuat Raffa merajuk.

"aku hanya bertanya Raffa. wanita mana yang akan bertanya seperti itu pada kekasihnya hmm?"

"Lena, aku mohon jangan lanjutkan perbicangan seperti itu. Aku sedang merindukanmu, dan kau malah selalu membahas hal itu."

"hahaha, baiklah Raff aku minta maaf. Aku hanya bergurau. Kau sudah di kamar tamu sekarang?"

"iya sayang. Aku sudah merapikan beberapa pakaian ku kedalam tas, agar besok kita tidak pusing berkemas."

"aku juga sudah. Aku sudah memasukkan pakaian ku kedalam tas Raff. Dan sebaiknya kita istirahat sekarang. Bukankah besok kita akan jalan pagi?"

"kau benar. Yasudah, istirahat lah. Good night have a nice dream my lovely."

"thankyou so much, and have a nice dream too."

Alena mematikan panggilannya. Dia menaruh ponsel di atas nakas dan mulai memejamkan matanya.

tidak berbeda jauh dengan Alena, Raffa pun melakukan hal yang sama. Dan karena aktivitasnya hari ini membuat Raffa lelah dan lebih cepat tertidur.

Liana yang masih terjaga di kamarnya pun mengecek jam di ponselnya. Dia segera turun perlahan dari atas kasur dan kembali keluar mengendap dari kamarnya.

Liana berjalan menuruni tangga, dan tujuannya saat ini adalah kamar Raffa. suasana rumah yang begitu sepi membuat Liana lebih mudah untuk sampai di kamar yang di gunakan pria tersebut.

Liana memegang handle pintu kamar tamu, dan membukanya perlahan. Senyum di bibir Liana bahkan kembali mengembang saat melihat Raffa yang tampaknya benar-benar tertidur pulas dan tidak menyadari keberadaannya.

Liana berjalan perlahan ke arah kasur. Dia menaiki kasur yang di pakai Raffa dan tidur di sisi pemuda tersebut. Sungguh, keberuntungan tengah berpihak pada Liana. Karena Raffa sama sekali tidak terganggu dengan kehadirannya saat ini.

Liana memiringkan tubuhnya, menatap wajah Raffa yang kebetulan menghadap ke arahnya. Liana lagi-lagi tersenyum melihat wajah damai pria tampan yang ada di sampingnya saat ini.

"aku baru sadar jika kak Raffa begitu tampan. Pantas saja kak Alena benar-benar mencintainya. Kak Raffa baik, dan aku yakin jika dia akan menjadi sosok pria yang begitu menyayangi istrinya. Kak Alena, mungkin aku harus merebut posisi mu di hati kak Raffa. Dan aku ingin selalu merebut apa yang sudah kau miliki. Dan mari kita lihat, apa yang akan terjadi besok pagi jika kak Alena tahu aku tidur dengan kekasihnya." batin Liana.

Liana segera memejamkan matanya, dan tertidur dengan Raffa di kamar yang sama. Dia hanya ingin melihat reaksi Alena dan mengambil perhatian Raffa.