Dara diam-diam suka pada murid baru disekolah nya namun sang cowok sudah memiliki kekasih yang merupakan murid populer di sekolah.
namun malam naas menimpa Dara jelita tepat di malam puncak perpisahan. tragedi yang merubah hidup seorang Dara Jelita hingga menjungkir balikan dunia dan impiannya. tragedi yang juga meninggalkan rasa benci mendalam terhadap Sagara, laki-laki yang menghancurkan hidup Dara.
Namun siapa sangka keduanya dipertemukan kembali saat mereka sudah sama-sama dewasa.
Pertemuan tak terduga antara dua anak manusia dan membuka satu rahasia yang pernah tersimpan didalamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ning_86, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
hari yang berat
Dara terus saja menangis sambil menatap satu persatu pesan yang dikirim oleh Gara.
Hatinya sungguh sakit.
Bertahun-tahun ia mencoba membangun kepercayaan dirinya kembali tapi kini ia kembali dipermalukan oleh seorang wanita yang notabene terlibat dalam kehancuran hidupnya.
Di satu sisi Dara ingin melihat putranya bahagia karena memiliki sosok ayah tapi disisi lain ia juga tak bisa egois karena jika ia memaksa untuk terus bersama Gara maka bukan hanya Ardiaz yang tersakiti melainkan ia dan Gara juga tersakiti.
Dara memejamkan matanya. Ia sudah membuat satu keputusan.
Dara keluar dari bilik toilet dan menuju wastafel untuk mencuci wajahnya.
"Ra.... Are you okay?" tanya mbak Tami yang ternyata telah menunggu dirinya di luar toilet entah sejak kapan.
"I'm okey... Thanks...." sahut Dara berusaha tersenyum.
Mbak Tami membalas senyuman Dara dan mengusap lengannya "Ayo... Kita banyak deadline yang harus dikejar.." ucapnya yang tak ingin membuat Dara merasa terbebani dan begitulah sikap Mbak Tami selama ini kepada siapapun. Mbak Tami bukan hanya sekedar leader tapi dia juga bisa menjadi kakak bagi siapa saja yang ada di tim redaksi Corel.
Sama-sama berasal dari Indonesia, mbak Tami sering membantu Dara di awal-awal ia bergabung dengan Corel sebagai pekerja kontrak hingga Dara berhasil menjadi karyawan tetap Corel setelah beberapa prestasi yang membanggakan.
Dara berjalan dibawah tatapan mata rekan-rekannya yang penasaran tapi tak berani bertanya lebih lanjut karena selama ini Dara dikenal dengan pribadi tertutup tapi selalu siap membantu jika rekan-rekannya mengalami kesulitan.
"Ra.... Ini...." Asti menyerahkan sebungkus coklat yang selalu ia bawa di tas kerjanya.
Dara menatap heran.
"Ambil... Semoga bisa mengembalikan mood mu yang berantakan..." Asti mengambil tangan Dara dan meletakkan coklat tersebut di tangan Dara dan kembali menyibukkan diri dengan laptopnya.
Dara masih menatap coklat yang ada ditangannya.
Diam-diam ia merasa terharu pada kebaikan Asti.
"Thank you..." sahut Dara pelan dan lirih namun masih bisa didengar oleh Asti.
Asti tersenyum dari balik kubikel nya.
...----------------...
Jakarta - Indonesia
Gara sejak tadi mondar-mandir gelisah.
Berkali-kali ia mengecek ponselnya namun tak ada balasan dari setiap pesan yang ia kirim.
"Gara.... Ayo.... Meeting dengan tuan Gustavo akan segera dimulai..." panggil Evan pada Gara yang sejak tadi berada di luar ruangan meeting.
Gara mengirimkan pesan sekali lagi untuk Dara berharap ia akan membalasnya.
Gara merapikan jas yang dikenakannya dan memasuki ruang meeting dengan penuh wibawa dan tatapan dingin yang khas.
Sepanjang meeting, Gara tak bisa berkonsentrasi. Tapi syukurlah ada Evan yang senantiasa mendampingi dirinya hingga tercapai satu kesepakatan dengan perusahaan multinasional milik tuan Gustavo.
"Thank you for taking this little time of yours. Hope Fully our cooperation will achieve success for both parties" ucap Gara yang berterima kasih kepada semuanya dan berharap kerjasama ini akan menguntungkan bagi kedua belah pihak yang disambut hangat oleh pihak tuan Gustavo.
Setelah rombongan tuan Gustavo pamit dan meninggalkan gedung Star Komunikasi, Evan mendekati Gara yang kembali mengutak-atik ponsel nya.
"Ada apa? Sejak tadi kamu terlihat gelisah? Apa ada masalah dengan Corel?" tanya Evan penasaran.
"Dara sejak tadi tak menjawab panggilan ku dan semua pesan ku hanya dibaca saja oleh nya. Padahal tadi aku melihat dia ingin mengetik sesuatu tapi tak ada satupun pesan balasan dari nya..." sahut Gara dengan raut wajah muram.
Evan berdecak.
Ini yang menyebabkan ia begitu malas menjalin hubungan dengan wanita manapun.
Ia tak ingin kinerjanya hancur berantakan hanya karena pesan yang tak berbalas atau masalah lain yang membuat sakit kepala.
"Apa ada jadwal ku yang lain???" tanya Gara tanpa menatap kearah Evan yang duduk disampingnya.
Evan yang sedang menatap tabletnya langsung menoleh.
"Besok siang ada pertemuan penting dengan tim produksi acara baru yang akan tayang reguler di Star TV. Dan itu harus dihadiri langsung oleh mu tidak ada perwakilan...!!!" kalimat terakhir Evan penuh penekanan.
Gara mendesis dan menatap sinis kearah Evan.
Huft...
Gara menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
Ia harus memikirkan cara agar bisa mengetahui kondisi Dara.
Rasanya ia benar-benar hampir gila dibuatnya.
...----------------...
Singapore
Dara berjalan dengan langkah gontai keluar dari gedung Corel ketika hari sudah gelap.
Ia harus menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu sebelum pulang. Alhasil, ia sedikit keluar paling akhir dibandingkan rekan-rekannya yang lain.
Dara berjalan menuju parkiran mobilnya yang sengaja kali ini tak ia parkir kan di area basement melainkan di area parkir di depan gedung-gedung perkantoran di sekitar gedung Corel.
"Selamat malam nona Dara Jelita... Ada yang ingin berbicara dengan anda. Mari ikut saya..." pinta seorang pria berpakaian safari dan benar-benar terlihat rapi sekali dengan rambut yang klimis.
Meski Dara tak paham namun matanya menangkap sebuah sedan hitam yang mewah terparkir tak jauh dari posisi Dara berdiri.
Dara bergeming di posisi nya. Ia masih mengenali pria tua yang duduk di kursi penumpang bagian belakang yang kaca mobil nya terbuka separuh nya.
Dara menelan ludahnya yang terasa seperti duri saat melewati tenggorokannya.
"Mari nona... Tuan Adyaksa tidak suka menunggu..." suara pria yang mungkin saja ajudan atau supir tuan Adyaksa mengejutkan Dara.
Dara berjalan mengikuti langkah pria yang diperkirakan seusia mbak Tami pikir Dara.
Dara duduk di kursi penumpang bagian depan atau lebih tepatnya di samping supir sesuai yang di minta oleh pria berpakaian safari tadi yang telah membukakan pintu mobil bagian depan.
"Saya pikir anda benar-benar hilang di telan bumi bersama bayi haram itu. Tapi ternyata anda masih punya nyali untuk muncul. Benar-benar saya acungi jempol buat anda nona Dara Jelita..." terdengar suara khas tuan Adyaksa yang selalu bisa mengintimidasi lawan bicaranya termasuk Dara.
Dara hanya diam dan sibuk memijit jari-jari tangannya. Jujur ia begitu takut setiap kali bertemu dengan tuan Adyaksa.
"Sebaiknya anda pergi jauh-jauh dari kehidupan putra saya sama seperti lima tahun lalu. Gara telah menikah dengan Reva dan mustahil anda tidak tahu nona Dara. Jadi sebaiknya anda mundur atau saya akan berbuat sesuatu yang tidak pernah anda pikirkan sebelumnya" ucap tuan Adyaksa yang terdengar seperti sebuah ancaman.
"Bukan saya yang mencari Gara tapi dia yang menemukan kami disini..." akhirnya Dara bisa juga mengeluarkan suara meski terdengar agak tercekik.
"Cih ...."
Tuan Adyaksa berdecih meremehkan.
"Sampai kapanpun kalian berdua tidak akan pernah bisa bersama selagi saya masih hidup. Dan anak laki-laki yang anda katakan merupakan darah daging Gara, sampai kapanpun tidak akan pernah saya akui sebagai keturunan Adyaksa... Camkan itu baik-baik...!!!" suara tuan Adyaksa sedikit menggelegar yang semakin membuat Dara ketakutan.
Dara bukan takut untuk melawan pria tua tersebut tapi ia lebih takut jika Ardiaz akan disakiti oleh mereka yang tak pernah menyukai dan mengakui putranya.
Dara keluar dari mobil sedan hitam itu.
"Pikirkan baik-baik. Jangan pernah menghancurkan mimpi dan hidup Sagara karena cinta sesaat dan skandal yang anda ciptakan nona..." ucapan terakhir tuan Adyaksa sebelum mobil sedan hitam itulah berlalu.
Dara masih mematung ditempatnya, kemudian berjongkok dan memeluk lututnya sendiri begitu mobil terlihat menjauh.
Ini sungguh hari yang sangat berat untuknya.
Dara merasa hidup benar-benar tak adil untuknya.
to be continued....