Takdir Pernikahan Kita

Bella saat ini sedang berjalan tergesa-gesa sembari menyelusuri lorong untuk sampai ke ruangan Dona, dengan Rose juga berjalan untuk keluar dari tempat kursus yang ia sendiri mengantar sampai keruangan Alano.

Ini pertama kali Rose masuk ke dalam gedung. Biasanya setelah mengantar Alano bersama Cendro. Rose langsung pulang dan shopping terlebih dahulu sebelum melanjutkan pekerjaan sebagai sekertaris sebelum menikah dengan Henry.

Brak!

Keduanya bersenggolan dengan berkas Dona dan tas Rose terjatuh ke lantai. Keduanya terkejut dengan saling mengambil barang-barang mereka.

"Kalau jalan itu lihat-lihat. Main tabrak aja." seperti biasa Rose tidak ingin di salahkan.

Mereka berdua saling melihat satu sama lain saat ingin berdiri bersama-sama. Alangkah terkejutnya Rose menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri saat melihat almarhum istri pertama suaminya masih hidup. Ia pun melangkahkan kakinya sedikit menjauhi Bella.

"Nyonya Emillia." ucap Rose yang bak tersengat dentuman listrik saat melihat saingannya ternyata masih hidup. Rose terperangah memperhatikan Bella.

Bella juga tak menyangka akan secepat ini bertemu dengan istri kedua suaminya itu. Sekretaris yang memang terlihat baik di mata Bella saat ia masih berstatus nyonya besar di rumah itu.

"Maaf nona. Aku tidak sengaja menabrak mu. Aku sedang tergesa-gesa." ucap Bella yang ingin secepatnya pergi dari hadapan Rose. Hati Bella kini sangat sakit memikirkan bagaimana jika Henry telah tidur dengan wanita di hadapannya itu.

Bella memejamkan kedua bola matanya. Itu pasti sudah terjadi. Maka Bella harus secepatnya pergi di hadapan mantan suami dan sekretarisnya.

Bella begitu saja meninggalkan Rose yang masih terdiam memperhatikannya. Lagian Dona saat ini sangat membutuhkan berkas yang entah apa itu isinya.

'Emillia masih hidup.' Rose mengedipkan kedua matanya dengan nafasnya terasa susah untuk di tarik. 'Tapi warna rambut serta gaya pakaian berbeda.' Rose terus mencari perbedaan dari keduanya. 'Aldo sendiri yang menyerahkan bukti bahwa Emillia telah meninggal. Tapi kenapa wanita itu,' Rose berusaha mengingat saat Bella sendiri tidak mengenalnya. 'Apa Emillia mempunyai kembaran? Tidak! Aku yakin Emillia tidak mempunyai kembaran. Aku harus memastikannya lagi dan menyingkirkannya sebelum Henry dan yang lainnya bertemu dengan wanita yang mirip dengan Emillia.'

Rose tidak mau wajah wanita yang mirip dengan almarhum istri suaminya itu membuat banyak masalah. Ia pun mengambil ponsel untuk menelpon Aldo. Pikirnya Aldo dalang dari semua ini. Bagaimana jika wanita itu Emillia yang masih hidup dan terlihat sehat-sehat saja? Siapa mayat yang di bawa Aldo? Rose ingin sekali melenyapkan Aldo juga jika saingannya ternyata belum meninggal.

Sembari mengigit kuku jari, Rose terus menelepon Aldo yang ternyata tidak kunjung di angkat. 'Sial kau Aldo. Ternyata kau sekarang mencoba mempermainkan aku. Awas saja jika kita bertemu nanti.' umpat Rose dengan mencari nomor seseorang yang menjadi suruhnya semalam.

Kabar itu tak kunjung datang saat ini. Tangan Rose gemetar dengan kejadian yang menerpanya. Baru ingin menelepon, denting ponselnya menandakan pesan masuk dari orang suruhannya.

Foto serta tempat yang di kunjungi Henry tertera di dalam ponsel Rose. Wanita cantik itu kembali terkejut saat melihat tokoh yang pernah mereka kunjungi tapi Rose tidak masuk ke dalam sana.

Tebakan Rose menyatakan bahwa Henry telah bertemu dengan Emillia dan saat itulah Henry berubah dan menanyakan tentang kematian saingannya itu.

'Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Aku harus menyingkirkan wanita itu duluan sebelum Henry menemukan bukti lainnya. Bisa-bisa aku dan Aldo dalam masalah besar.' Rose kembali mengirim sebuah pesan singkat untuk bertemu Aldo di sebuah hotel.

Niatnya tadi ingin mendekati anak tirinya, kini Rose malahan mendapatkan informasi yang ternyata suaminya menyimpan sebuah rahasia yang membuatnya dalam masalah.

Rose kembali melihat Bella yang tidak lagi terlihat. 'Aku tau bahwa dia lupa ingatan. Sebelum Emillia ingat aku harus menyingkirkan dia.' Rose kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas dan meninggalkan tempat itu.

Bukan lagi sebuah ancaman, bahkan dirinya dalam masalah besar. Duga Rose kembali terbayang, bahwa semuanya telah mengetahui, hanya saja Rose sendiri yang tidak tahu apa-apa.

'Sial.' umpat Rose yang kini tengah berada di dalam mobil sembari memukul stang. 'Bagaimana pun caranya wanita itu tidak boleh lagi berada di antara keluarga yang sudah susah payah aku kuasai. Aku harus menyingkirkannya.' ambisi Rose semakin kuat untuk menyingkirkan saingannya lagi.