Ditinggal Sang kekasih begitu saja, membuat Fajar Rahardian Lee Wijaya pergi ke sebuah kota kecil untuk menenangkan diri dari rasa kecewa,terluka dan tentunya malu pada keluarga besar yang sudah melakukan segala persiapan pernikahannya.
Tapi tak di sangka, disana ia malah bertemu dengan seorang wanita yang membuat ia lupa niatnya untuk datang. Alih alih ingin tenang, Fajar justru kembali pulang membawa seorang Janda perawan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenengsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part #25
🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Shena yang tak mengenali Fajar saat pandangan mereka bertemu tentu membuat panik pria tersebut, malam seolah semakin mencekam saat menyadari tatapan Shena yang seakan sedang berpikir untuk mengingat siapa orang di depannya saat itu.
Fajar yang tanpa pikir panjang bergegas akan membawa Shena kerumah sakit dan untungnya Abah dan Enin terbangun dari tidur mereka hingga bisa membantu Fajar termasuk membereskan beberapa berkas hasil rekam medis di rumah sakit yang lama, semua itu pasti sangat di butuhkan di penanganan yang sekarang akan di jalani oleh Shena.
Ia yang membawa mobilnya sendiri, benar-benar hanya berdua dengan Shena yang duduk di sampingnya, gadis itu diam tanpa bicara apapun namun jelas ia sedang merasa takut dan cemas, itulah yang membuat hati Fajar serasa tercabik perih.
"Bagaimana jika aku tak datang, Shena?" gumamnya lirih sambil sesekali menoleh kearah gadis tersebut, sulit juga rasanya jika harus mengandalkan Abah dan Enin yang harus juga punya waktu istirahat yang cukup.
Karna jalanan masih sangat lengang, Fajar hanya butuh waktu 30 menit sampai di rumah sakit. Ia yang datang langsung di sambut oleh tenaga medis yang sigap, tentu bukan karna ia adalah keluarga Sang pemilik rumah sakit tapi semua team kesehatan selalu mengutamakan keselamatan dengan cara tak banyak membuang waktu. Mereka selalu di ajarkan dan ingatkan jika satu orang hanya punya satu nyawa, jadi harus lebih dulu mengurus yang sekiranya penting sedangkan yang lain bisa di urus secara menyusul.
Shena yang di bawa beberapa perawat menggunakan brankar pasien karna lemas langsung di periksa oleh dokter jaga lebih dulu dan setelah semua selesai gadis malang itu pun di biarkan istirahat setelah meminum obat penenang.
"Sekarang kamu tidur, jangan takut lagi ya, aku temani sampai kamu bangun nanti," bisik Fajar tepat di telinga Shena yang kedua matanya kini tertutup rapat
Beberapa kali Abah dan Enin memang mengatakan jika Shena seperti orang yang kurang istirahat, tapi saat itu Fajar hanya berpikir ia Insomnia biasa, tapi nyatanya Shena selalu mengalami mimpi buruk akibat rasa trauma nya, ia takut kembali tidur sedangkan bayangan rasa sakit itu terus menghantui.
.
.
.
Pagi beranjak siang, Dokter dan beberapa suster yang sudah kembali memeriksa Shena pun meminta Fajar untuk datang ke ruangan dokter sebab ada banyak yang harus di diskusikan tentang bagaimana baiknya mengatasi rasa trauma Senandung.
"Bagaimana, Dok? apa Shena bisa di sembuhkan?" pertanyaan pertama pun segera di layangkan oleh Fajar.
"Justru itu, jika tidak segera di sembuhkan, efek Trauma dapat menurunkan daya ingat, kesehatan otak dan saraf, seperti yang dialami pasien sekarang ini, " jelas Dokter yang berusaha tenang di depan Fajar yang masih khawatir.
Menjalani hidup dengan bayang-bayang trauma psikologis di masa lalu tentu tidak mudah bagi siapa pun. Namun bagaimanapun, trauma ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus dan perlu segera dipulihkan. Bukan hanya sekadar menggerogoti kesehatan jiwa, efek trauma di masa lalu juga dapat meningkatkan risiko terkena penyakit kronis seiring berjalannya waktu.
"Tapi, kenapa efek trauma bisa menurunkan daya ingat?" tanya Fajar semakin penasaran dengan yang di alami Shena, sungguh ini di luar dugaannya yang ia kira semua sudah baik baik saja.
"Berikut penjelasannya, Tuan," jawab Dokter pada Fajar yang kini sudah duduk saling berhadapan di ruangannya, hanya sebuah meja kaca sebagai penyekat antara ia dan Sang Tuan Muda.
"Otak adalah organ vital yang berperan penting sebagai pusat kordinasi tubuh. Selain itu, otak juga berfungsi untuk menyimpan berjuta rekaman perjalanan hidup. Mulai dari kejadian menyenangkan sampai pengalaman pahit yang menyisakan trauma," jelas pria paruh baya berkacamata tersebut memulai penjelasannya.
"Satu hal yang harus kita pahami jika trauma di masa lalu bisa membuat kesehatan jiwa terganggu. Faktanya, efek trauma ternyata belum cukup sampai di situ. Trauma berkepanjangan juga dapat melemahkan sistem saraf di sekujur tubuh, bahkan sampai menurunkan daya ingat," Sambung dokter lagi, sedangkan Fajar masih berusaha untuk menyimak dengan baik.
"Ketika mengalami stres, ada tiga area otak yang menjadi aktif secara berlebihan, yaitu amigdala, hipokampus, dan korteks prefrontal. Amigdala adalah area otak yang merekam berbagai pengalaman yang penuh emosional. Sementara hipokampus merupakan bagian otak yang menjadi tempat terbentuknya memori jangka panjang," lanjutnya yang membuat Fajar semakin penasaran.
"Contohnya, Dok?"
"Contohnya tentu pada orang yang mengalami trauma berat adalah fungsi amigdala pada otak seseorang yang mengidap trauma cenderung meningkat, tapi ukuran hipokampusnya justru mengecil. Jadi ketika ingatan trauma kembali muncul, amigdala yang aktif akan membuat si penderita trauma merasa lebih emosional saat kembali mengingatnya. Misalnya saja, orang yang pernah mengalami kekerasan seksual cenderung histeris atau menjauh setelah melihat orang lain yang ciri-cirinya mirip dengan pelaku. Dan pada saat yang bersamaan, area hipokampus akan semakin mengecil dan mengganggu kemampuan mengingat jangka panjang. Dan jika ini terus dibiarkan, efek trauma akan menurunkan daya ingat. Akibatnya, jadi mudah lupa dengan hal-hal yang baru saja di lalui."
Perlu di ingat juga jika penderita sering kali mengeluh kesulitan untuk mengatasi ketakutannya di masa lalu. Mereka sulit mengendalikan pikiran dan ingatannya sendiri. Bahkan, pikirannya sering kacau karena selalu teringat dengan pengalaman buruknya dulu.
Hal ini ada hubungannya dengan cara kerja otak saat menanggapi trauma yang di alami. Stres yang terjadi secara terus-menerus dapat memicu respon hormon kortisol alias hormon stres, hormon inilah yang membuat Si penderita trauma jadi lebih waspada terhadap ancaman dari luar.
"Lalu, bagaimana cara mengurangi efek trauma masa lalunya?" tanya Fajar yang mulai paham dengan yang terjadi pada Shena saat ini.
"Bersikap tenang adalah cara termudah yang bisa di lakukan untuk mengurangi efek trauma. Meskipun tidak mudah, coba lakukan pelan-pelan," jawab Dokter yang memberi arahan mulai dari hal paling kecil dan bisa di terapkan sehari-hari.
"Contohnya, ketika trauma kembali muncul, duduklah dengan posisi ternyaman dan atur napas perlahan. Sambil menutup mata, tarik napas melalui hidung dan hembuskan pelan-pelan melalui mulut. Jika ini belum juga cukup untuk mengatasi efek trauma, langkah selanjutnya adalah pergi ke psikolog atau terapis yang mungkin akan dianjurkan untuk melakukan terapi tertentu guna memulihkan trauma."
"Baik, Dok. Saya paham," ucap Fajar yang justru ialah yang kini menarik napas berat lalu di buang perlahan.
" Bagaimana jika Anda menemaninya menyelesaikan sebuah puzzle atau melakukan beberapa gerakan untuk melatih daya ingat. Bukan cuma membantu mengalihkan efek trauma di masa lalu, cara ini juga dapat membantu memperkuat memori dan daya ingat Si pasien sekarang," saran Dokter yang mungkin bisa di coba Fajar pada Shena di tengah waktu senggang mereka.
Dampak trauma dan tekanan batin memang sangat berat bagi orang yang mengalaminya. Apalagi jika telah memendam trauma ini sejak lama, maka akibatnya bisa jauh lebih serius hingga terbawa sampai dewasa.
Stres berkepanjangan bukan hanya memengaruhi kesehatan jiwa saja, tapi juga mengundang berbagai penyakit dalam tubuh. Hal ini berhubungan dengan cara kerja otak saat menanggapi trauma yang di alami.
Trauma, baik secara fisik maupun emosional, akan memicu respon stres tubuh sehingga membuat Si penderita lebih waspada terhadap ancaman dari luar. Ketika sedang mengalami ketakutan yang luar biasa, sistem saraf tubuh akan bergerak sangat aktif untuk melindungi diri dari bahaya. Para ahli trauma menyebut hal ini sebagai tahap hyperarousal atau rangsangan berlebihan.
Jika ditelisik lebih dalam, otak bisa saja melepaskan rangsangan berlebihan ini sewaktu-waktu, terutama ketika mengalami kejadian buruk di kemudian hari. Bila terus dibiarkan, jaringan saraf yang ada di otak bisa rusak dan memicu penyakit kronis pada beberapa bagian tubuh.
Ketika pengalaman buruk ini kembali terulang, rasa trauma yang telah lama terpendam alias tidak aktif akan kembali muncul ke permukaan. Otak akan mulai memproduksi zat-zat kimia dan hormon stres untuk mengeluarkan rasa sakit yang semakin kuat.
Rasa nyeri ini tidak hanya mengganggu sistem saraf otak, tapi juga bisa menjalar ke bagian tubuh lainnya. Lama kelamaan, hal ini dapat memicu penyakir kronis.
"Akan saya usahakan, Dok. Tapi saya minta tolong lakukan juga yang terbaik untuk Shena," mohon Fajar, ia harap Senandungnya lekas sembuh dan keluar dari jerat trauma akibat kekerasan dan pelecehan seksual yang ia alami meskipun itu dari mantan suaminya sendiri.
"Tentu, kami akan kerahkan segala kemampuan kami, Tuan jangan putus asa, tetap dampingi Pasien dengan rasa sabar dan jangan berhenti berdoa juga, sebab Nona Shena--," ucap Dokter yang menarik napas lebih dulu di sela kalimat yang ia lontarkan.
"Karna apa, Dok?" tanya Fajar penasaran.
.
.
.
Di alaminya bukan sakit fisik tapi mental dan perasaan...