Aluna Mahira biasa dipanggil Luna seorang gadis pendiam dan cantik. Terpaksa menikah dengan Robby karena sebagai jaminan pelunas hutang keluarga yang tak seberapa. Jika Lina tak bersedia maka keluarganya akan diusir dari rumah dimana mereka tinggal sekarang. Pernikahan yang seharusnya bahagia, malah menjadikan Luna bagai seorang babu di keluarga mertua. Tak ada pembelaan sedikitpun dari sang suami.
Akankah Luna memilih bertahan atau melepaskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Asisten Dadakan
Luna menghela nafas panjang. Luna hanya tahu kalaulah dia hanya anak angkat. Kedua orang tuanya yang sekarang tak pernah menceritakan keluarga kandungnya. Semua masih menunggu sampai Luna berumur dua puluh satu tahun. Itu yang selalu diucapkan pak Hakam, ayah angkatnya.
"Apa tuan beneran mau mendengar ceritaku? Tak ada yang menarik sama sekali. Aku hanya anak yang terbuang tanpa tahu asal usul keluarga ku" kata Luna sedih.
Jiel pun mengangguk.
"Setiap orang pasti ada sisi kelamnya Lun," tukas Jiel.
Luna kembali menghela nafas.
"Aku tak ingat masa kecilku tuan. Yang aku ingat aku diajak pergi jauh oleh ayah dan ibu. Katanya sih biar bisa sekolah dengan tenang. Mereka juga tak pernah menutupi kalau aku hanya anak angkat" Luna menjeda ucapan dan minum air putih yang selalu dibawanya.
"Mereka juga tak pernah menceritakan asal usulku. Katanya sih nunggu usiaku dua puluh satu tahun" Luna mengeluarkan semua uneg-unegnya.
Selama ini dia tak pernah punya teman yang bisa diajak sharing.
Entah kenapa dengan Jiel, Luna merasa nyaman.
Padahal Jiel adalah bos tertinggi perusahaan di mana Luna bekerja.
"Kenapa kamu bisa terlibat dengan keluarga Robby?" tanya Jiel kembali.
"Hhhmmmm, terlalu rumit tuan. Kalau cerita sampai besok pagi nggak akan selesai" balas Luna.
"Intinya saja" pinta Jiel.
"Intinya, kedua orang tuaku punya hutang ke nyonya Marini. Uang itu untuk berobat ibu yang waktu itu jatuh sakit. Karena lama tak terbayar, hutang itu berubah dua kali lipat. Dan mereka memaksa aku untuk menikah dengan kak Robby" cerita Luna.
"Kamu mau? Terus status kamu sekarang istri Robby?" Jiel tetap menanyakan meski dirinya sudah tau.
"Yeeeiii...aku ini janda tuan. Tapi tenang di kartu identitas aku masih single kok karena tak menikah resmi" kata Luna tersenyum kecut.
Mendengar kata janda, Jiel pun berubah menjadi sensi.
"Tapi aku bersyukur. Menilik ke belakang, aku malah berterima kasih juga pada kak Robby" ucap Luna membuat Jiel menoleh.
"Kok bisa? Robby sudah jahatin kamu loh" tanggap Jiel.
"Untung kak Robby nggak nikahin aku resmi, untung juga kak Robby nganggep aku pembantu. Dengan begitu aku adalah janda yang tak tersentuh" Luna terkekeh.
Ucapan Luna membuat lega perasaan Jiel yang sedari tadi tak menentu karena mendengar status janda.
Ponsel Jiel berdering.
"Laura?" gumam Jiel.
"Pasti ada yang penting tuan" sela Luna mengingatkan.
"Halo Laura" sapa Jiel.
"Selamat sore tuan Jiel. Besok ada undangan ke perusahaan Samudera Grub. Saya hanya memastikan apa anda akan hadir?" suara Laura terdengar di ujung telpon.
"Oke. Share jam dan tempatnya" tegas Jiel.
"Baik tuan. Kira-kira anda akan menjemput saya jam berapa?" tanya Laura.
"Aku akan pergi bersama Luna. Kamu di kantor saja," suruh Jiel.
"Ta...tapi...tuan muda" ucap Laura, tak dijawab oleh Jiel dan langsung dimatikan.
Luna yang ikut mendengar hanya bisa menanggapi dengan senyum kecut.
Takut jika nanti ke kantor, bisa kena damprat oleh nek lampir versi terbaru.
"Kenapa?" sela Jiel.
"He...he... Membayangkan miss Laura yang marah karena tak diajak tuan bos" Luna terkekeh.
"Aku tak mau kalau nanti marahnya ke aku loh tuan," lanjut Luna.
"Kenapa dia marah ke kamu?" ucap Jiel.
"Karena yang diajak aku bukan miss Laura...hiiiii...." Luna membayangkan sampai begidik ngeri.
"Kita balik aja ke apartemen. Abis itu besok pagi sekali kamu siap-siap" tukas Jiel.
Luna tak menyanggah. Karena menyanggah pun tak berguna. Pasti akan berujung pemaksaan tuan bos.
Hampir jam sepuluh malam mereka berdua sampai apartemen.
Dapur masih berantakan karena Bik Sumi yang sakit tadi.
"Istirahatlah!" suruh Jiel.
"Tapi aku lapar tuan. Boleh nggak aku ambil mie instan?" ijin Luna.
Jiel menepuk jidat, dia sendiri juga lupa jika belum makan.
"Boleh, sekalian dech buat aku" kata Jiel.
'Beh, tuan muda makan mie instan juga?' heran Luna. Tapi tentu saja tak diutarakan oleh Luna.
"Aku tunggu di ruang kerja" bilang Jiel.
Luna berkutat di dapur untuk memasak dua mangkok mie lengkap dengan toping sayur dan juga daging yang ada di lemari pendingin.
Di ruang kerja, Jiel membuka beberapa notif pesan yang masuk ke ponsel. Salah satunya berasal dari Bobby.
"Tuan, hanya info saja. Nomor polisi mobil-mobil mewah tadi siang diduga nomor bodong" ketik Bobby.
Jiel menautkan alisnya.
"Siapa mereka?" pikir Jiel.
"Melihat keadaan kedua orang tua Luna, tak mungkin mereka orang yang jahat dan punya musuh seperti orang-orang tadi. Orang-orang yang punya kekuasaan," Jiel masih berpikir keras.
Tring...
Notif pesan baru masuk lagi.
"Hanya satu nopol yang terdeteksi tuan, dan itu milik petinggi Grub Samudera" ketik Bobby.
"Grub Samudera? Bukannya aku besok ada pertemuan dengan mereka?" kata Jiel bermonolog.
Semakin ke sini, semakin banyak pertanyaan dalam benak Jiel.
Tok...tok... Terdengar pintu diketuk.
"Masuk aja Lun," suruh Jiel.
Luna masuk membawa semangkuk mie lengkap dengan toping.
"Punya kamu mana?"
"Di dapur tuan. Aku makan di sana saja" kata Luna.
"Siapa yang membolehkan kamu makan sendiri? Bawa sini!" tatap Jiel membuat Luna ngedumel tanpa bersuara.
Jiel tersenyum simpul melihat tingkah Luna.
.
Pagi sekali Luna telah bersiap. Karena acara kantor, Luna pun memakai seragam kebesarannya meski belum ada name tag tertempel di baju itu.
Luna bersiap setelah semua acara berberes apartemen selesai, dan makanan untuk sarapan telah tersaji di meja makan.
Jiel keluar kamar dengan setelan jas yang sudah rapi.
"Lun, tolong pasangin dasi aku" pinta Jiel.
Saat mendongak dan menatap ke arah Luna, Jiel malah dibuat kaget dengan seragam Luna.
"Ngapain kamu pakai baju petugas bersih-bersih?"
"Loh, acara kantor kan tuan? Ini seragam resmi di kantor. Aku harus menghormatinya tuan" ucap Luna.
"Ganti!" suruh Jiel tegas.
"Ta... Tapi tuan...,"
"Ganti!" ulang Jiel dan tak ingin terbantah lagi.
Jiel hanya bisa menepuk jidat saat Luna kembali masuk kamar.
"Aneh. Mana ada diajakin ke perusahaan lain malah pakai baju bersih-bersih" Jiel ngedumel.
Tapi omelan Jiel terhenti karena ada makanan lengkap terhidang di atas meja makan.
"Bangun jam berapa dia? Jam segini sudah ada menu lengkap di meja?" kata Jiel bermonolog.
Jiel duduk di meja makan dan hendak mengambil salah satu menu.
Luna datang tergopoh, "Tuan, mana aku ada baju tuan. Di sini kan bukan rumah aku" kata Luna masih dengan pakaian yang sama.
Jiel pun baru menyadari itu.
"Ya sudah duduklah. Ayo makan!" seru Jiel.
Tanpa drama sungkan, Luna langsung saja duduk setelah beberapa kali makan bersama dengan sang bos.
Kini mereka sudah duduk bersama dalam mobil menuju sebuah perusahaan yang menjadi rekanan perusahaan milik keluarga Wibisono.
Jiel membelokkan laju mobil ke sebuah butik.
"Tolong kasih dia baju setelan kantor" tandas Jiel.
"Lima belas menit selesai" lanjut Jiel memberi perintah.
Luna mengerucutkan bibirnya mendengar perintah tak masuk akal dari sang bos yang terdengar seperti memaksa.
"Nggak ada penolakan, hari ini kamu jadi asisten dadakan" kata Jiel buat Luna.
"Isssshhhhh....lama-lama job disk ku semakin tak jelas saja" gerutu Luna.
Mendengarnya Jiel menahan tawa.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
***Walau tak sempurna, jangan dihujat ya guyssss.
Author tetep berusaha kasih up saben hari, walau kadang ngelag juga 😊
Komen-komen kalian suka bikin semangat buat up kembali muncul.
#edisi menyemangati diri sendiri
💝***
bertobat saja biar tenang keluarga nya