My Aluna
"Lunaaaaaa...." teriak bu Marini, ibu mertua Luna pagi-pagi.
"Ada apa Mah" Luna tergopoh menghampiri dengan keringat bercucuran. Luna yang tengah menjemur cucian yang barusan dicucinya.
"Kamu sudah masak apa belum?" tanya bu Marini dengan ketus.
"Belum, aku masih menjemuri cucian Mah" jelas Luna.
"Kamu ini lelet amat sih. Jam segini saja belum selesai nyuci. Lekas selesaikan! Apa kamu nggak mau jadi istri berbakti, tuh suami kamu akan berangkat ngantor" hardik bu Marini.
Luna mengusap peluh yang mengalir di dahi, dan kembali ke tempat jemuran tanpa banyak cakap.
Gimana mau cepat selesai, cucian semua anggota keluarga semua yang mencuci adalah Luna.
Mulai Robby sang suami, bu Marini, kedua adik ipar Naya dan Tari semua Luna yang mencucikan bajunya.
Mengeluh pun percuma. Itu sudah menjadi kebiasaan baru Luna semenjak menikah dengan Robby enam bulan yang lalu.
"Luna" panggil Naya dari pintu dapur.
"Nih!!!" ujarnya sambil melempar beberapa potong baju ke arah Luna.
"Aku nggak mau tahu, ntar sore harus sudah rapi semua. Mau kupakai nanti malam buat pesta" kata Naya.
Luna hanya bisa mengelus dada sepeninggal Naya.
Luna secepatnya menyelesaikan menjemur baju yang tinggal beberapa potong dan selekasnya memasak untuk seluruh anggota keluarga dan juga bekal Robby ke kantor.
Luna memotong bumbu dapur dengan cekatan. Tumis kangkung, tempe goreng dan dadar telur telah Luna selesaikan dan dia rapikan di atas meja makan.
Luna membangunkan sang suami yang nampak masih malas bangun dan bersembunyi di bawah selimut.
"Mas...Mas...sudah pagi. Bangunlah! Baju buat ke kantor sudah kusiapin" Luna menggoyang pelan kaki Robby agar bangun.
Bukan kata-kata makasih sayang yang didapatkan Luna, tapi malah sumpah serapah dari sang suami. Suami yang tak pernah menyentuhnya.
"Pagi-pagi sudah ribut aja. Sana keluar!" usir Robby.
Luna sudah terbiasa dengan hal itu maka diapun keluar dari kamar.
"Luna, siapin dua kotak bekal untukku" suruh Robby tanpa kata tolong di depannya.
"Apa kamu lembur? Tumben minta dua" jawab Luna.
"Bukan...Urusan...kamu!!!" ujar Robby dengan memelototi Luna.
Di meja makan pun, Luna tak pernah diijinkan makan bersama dengan keluarga itu.
Luna baru makan saat semuanya sudah selesai. Sering Luna tak dapat lauk, hanya tersisa nasi putih saja.
"Nggak usah anterin aku ke depan. Malu aku dengan daster lusuh kamu itu" larang Robby saat Luna hendak membawakan tas kerja dan juga bekal Robby. Robby yang notabene seorang supervisor di sebuah mall terkenal di kota itu.
"Makanya istri kamu tuh dirawat kak. Supervisor kok penampilan istrinya bagai pembantu" olok Naya.
"Makanya kak, jangan pernah ajakin dia. Bisa malu tujuh turunan kita" imbuh Tari, si bungsu. Bungsu yang mulutnya juga tajam seperti kakak dan ibunya.
"Luna, habis ini kamu bersihin kamar mama" suruh bu Marini.
"Jangan lupa baju yang tadi tuh. Aku nggak mau tau ntar malam harus sudah siap pakai" sela Naya mengingatkan Luna akan setumpuk baju yang dilemparnya tadi.
"Sudah sana, ngapain masih diam disitu?" kata Tari dengan suara ketus.
"Boleh aku makan? Kerja itu butuh tenaga" tukas Luna.
Dan ketiganya langsung meninggalkan meja makan dengan tergesa. Dan tinggalah Luna sendirian di sana. Menikmati sisa makanan yang masih ada. Hanya ada nasi putih dan kuah tumis.
Menangis pun tak ada gunanya. Luna ikhlas melakukan semua, karena semua demi membantu keluarganya.
Terlalu banyak hutang budi Luna dengan keluarganya. Hingga dirinya dengan rela hati menutup hutang keluarga dengan menikahi laki-laki yang tak pernah dikenal sebelumnya. Hutang untuk biaya berobat ibu angkat yang sakit khronis.
Luna lebih memilih untuk dinikahi daripada rumah yang selama ini ditinggali mereka diambil alih oleh keluarga Robby.
Luna membereskan meja makan dan mencuci piring yang menumpuk di wastafel itu.
Keseharian Luna selalu seperti itu. Hingga penampilan pun semakin tak terurus, lusuh sekali. Bisa mandi teratur saja sudah baik.
Jangankan alat make up lengkap, bedak tabur aja Luna tak lagi mengenalnya.
Luna membersihkan dan merapikan kembali kamar mertua.
Untuk selanjutnya Luna menyetrika segunung cucian. Dan kembali memasak untuk makan siang keluarganya.
Luna mengusap peluh yang menetes di dahi. Tak ada keluh kesah keluar dari mulutnya.
Sedari menikah Luna sudah mendapat ancaman, jika sampai dirinya mengeluh ke keluarga maka Robby tak sungkan akan menyita rumah yang ditinggali oleh keluarga Luna.
Hanya demi melunasi hutang keluarga sebesar sepuluh juta, entah sampai kapan Luna bisa menebusnya.
Ayah dan ibu angkatnya bahkan sudah renta, untuk mencari uang sebesar itu darimana. Tentu saatnya Luna membalas budi baik keluarga yang selama ini merawatnya sedari umur lima tahun itu.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
***To be continued, happy reading
Selalu masalah keluarga yang jadi topik...he...he...
Semoga kalian suka.
Kalau suka kasih komen, like dan vote.
😘***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments