Aisyah Bukan Istri Mandul

Iza yang masih sadar menolak saat hendak dibawa ruang periksa. Jika sampai dirinya dibawa, bisa-bisa sang mertua bisa langsung tahu kenyataannya jika saat ini dia belum hamil.

Mas Azam, cepatan datang. Aku tidak tau apa yang akan terjadi jika kamu tidak datang sekarang juga. Bukan kamu saja yang akan hancur, tapi keluargaku pasti juga akan hancur. Mas Azam, datanglah cepat!

Iza terus melafalkan doa di didalam hatinya, berharap Azam segera datang.

"Za, kamu harus diperiksa! Mama yakin jika saat ini kamu sedang hamil. Sus, bantu bawa manantuku ke ruang periksa ya!" titahnya lagi pada seorang suster yang telah membantu Iza.

"Tunggu!" Suara seorang dari depan menghentikan langkah sang suster saat ingin membawa Iza ke ruang periksa.

"Azam," gumam Mamanya. "Kamu ngapain kesini?" tanyanya dengan heran.

Azam masih mengatur napasnya karena berlarian sepanjang lorong rumah sakit. "Mama mau bawa Iza kemana?"

Mama Maya langsung menautkan kedua alisnya. "Kamu ini ditanya malah ganti tanya! Gimana sih!" gerutu mamanya. "Mama mau melihat bagaimana perkembangan cucu mama sudah sampai dimana."

"Tapi Ma ... Azam dan juga Iza kan baru aja menikah beberapa bulan yang lalu. Kita berdua juga masih memprosesnya, Ma!" tegas Azam.

Sejenak mama Maya terdiam sebelum pada akhirnya menatap kearah Azam dan juga Iza secara bergantian.

"Jangan bilang Iza belum juga hamil!" tebak Mama Maya dengan cepat.

Azam dan juga Iza terdiam tanpa kata membuat sang Mama merasa yakin dengan tebakan.

"Kenapa? Kenapa Iza belum juga hamil? Bukankah dalam pemeriksaan saat itu menunjukkan bahwa kesehatan Iza sangat baik dan subur. Lalu mengapa sudah 3 bulan Iza belum juga hamil? Azam ... apa yang akan mama katakan sama temen-temen mama kalau pada akhirnya istri kamu belum juga hamil? Jangan bilang kamu yang enggak subur!" sentak mamanya dengan rasa kecewa pada Azam.

"Mama enggak mau tau, hari ini juga kamu harus periksa kesehatan kamu. Jika memang terbukti kamu yang bermasalah, mama enggak mau punya anak kamu, Zam! Bikin malu mama aja!" lanjut mama Maya.

Tak ada yang bisa dilakukan oleh Azam. Tanpa sedikit perlawanan, Azam tunduk dengan perintah mamanya untuk memeriksakan diri. Padahal beberapa bulan yang lalu sebelum Azam berpisah dengan Ais, dia sudah memeriksakan kesehatannya dan hasilnya tidak ada masalah. Begitu juga dengan hasil tes kesuburan Ais yang tidak bermasalah. Hanya saja sang mama yang tidak sabar.

Bagi Mama Maya saat ini yang paling penting adalah kelahiran cucunya. Apapun akan dia lakukan untuk segera mendapatkan seorang cucu, karena mengingat Azam adalah anak tunggal.

Setelah pemeriksaan , ternyata hasil tidak bisa langsung keluar sehingga membuat mama Maya merasa lebih kesal lagi.

"Awas saja jika ternyata kamu tidak subur!" ancam Mama Maya sebelum meninggalkan Iza dan juga Azam.

Pasang suami istri itu memilih diam tanpa kata, karena menyadari dimana letak kesalahan, mengapa Iza tak kunjung hamil. Semua itu karena keduanya memang tidak pernah membuatnya.

"Iza, kamu tidak usah memikirkan tentang nasib orang tuamu, karena aku sudah bisa menjamin keselamatan mereka. Aku sudah menjual cafe milikku untuk melunasi hutang piutang keluargamu pada Mama. Kamu juga tak perlu memikirkan bagaimana caranya kamu mengembalikan, karena aku ikhlas untuk membantumu. Mengapa kamu tak mengatakan sejak awal jika kamu hanya terpaksa menikah denganku, karena sebuah ancaman dari Mama? Jika kamu bertemu terang sejak awal, aku dan Ais tidak akan sampai berpisah. Aku dan Ais pasti akan membantumu," ujar Azam panjang lebar.

Iza hanya menunduk dengan lemah. Pada saat itu Iza tak mengetahui jika ternyata Azam telah mempunyai istri.

"Aku minta maaf Mas, jika kehadiranku telah menghancurkan rumah tanggamu dengan Ais. Seharusnya kamu juga bisa menolak untuk menikahiku, Mas! Jadi tak ada hati yang tersakiti dengan keputusanmu ini. Bukan hanya hati Ais yang tersakiti, tapi aku juga, Mas," lirih Iza dengan pelan.

Azam langsung melotot kearah Iza karena merasa tidak terima dengan pencerahan yang dilontarkan oleh Iza. "Apa kamu bilang? Kamu juga merasa tersakiti? Iza, bukankah aku sudah mengatakan kepadamu jangan pernah memiliki sedikitpun rasa padaku karena itu hanya percuma. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah memiliki perasaan aku kepadamu. Kamu harus mengerti itu, Iza!"

Dada Iza berdenyut denyut rasa nyeri. Bagaimana Azam bisa berkata seperti itu. Apakah Azam sama sekali tidak mengerti akan perasannya?

Ya Allah, kuatkan hati ini agar bisa tetap bertahan. Aku yakin, mas Azam adalah orang yang baik. Hanya saja untuk saat ini dia belum bisa menerima kenyataan jika harus berpisah dengan Ais. Mas Azam maafkan aku yang telah menjadi orang ketiga dalam pernikahanmu dengan Ais.

...***...