Rayna Sasa Revalia, gadis dengan karakter blak-blakan, humoris, ceria dan sangat aktif. Dia harus meninggalkan orang tua serta kehidupan sederhananya di kampung karena sebuah kesialan sendiri yang men-stransmigrasikan jiwa gadis itu ke dalam sebuah karakter novel.
Sedih? Tentu. Namun ... selaku pecinta cogan, bagaimana mungkin Rayna tidak menyukai kehidupan barunya? Masalahnya, yang dia masuki adalah novel Harem!
Tapi ... Kenapa jiwa Rayna harus merasuki tubuh Amira Rayna Medensen yang berkepribadian kebalikan dengannya?! Hal terpenting adalah ... Amira selalu di abaikan oleh keluarga sendiri hanya karena semua perhatian mereka selalu tertuju pada adik perempuannya. Karena keirian hati, Amira berakhir tragis di tangan semua pria pelindung Emira—adiknya.
Bagaimana Rayna menghadapi liku-liku kehidupan baru serta alur novel yang melenceng jauh?
~•~
- Author 'Rayna Transmigrasi' di wp dan di sini sama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febbfbrynt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Danies Leo Kalvior
“Emiiiraaaaa.. maeenn yookk.. kita ke kantiiiiiinn..”
Rayna dengan tidak tahu malu berteriak dengan kepala menyembul ke dalam di pintu masuk kelas Emira.
Semua orang yang tengah bersiap untuk pergi ke kantin langsung menghentikan gerakannya dengan atensi beralih pada sumber suara. Mereka melihat kepala gadis yang tidak di kenal dengan raut polos, terlihat imut.
Emira kaget sekaligus malu dengan pandangan semua orang yang kini tertuju padanya dengan mata bertanya. “E-h, dia kakak aku. Sorry, ya.”
“Serius dia kakak lo? Kirain gue dia adik lo,” celetuk salah seorang seorang cowok.
Emira menggaruk tengkuknya, “Enggaklah. Kakak aku di kelas sebelas. Beda satu tahun sama aku.”
Mereka mengangguk dengan pandangan beralih kembali pada Rayna yang sudah berdiri dengan tangan bersedekap.
“Ih, Emira cepetaaaann.. gue laper nih!”
Mereka hanya terkekeh melihatnya. Namun Emira malu setengah mati. Ia memelototi kakaknya yang malah di balas dengan ekspresi mendesak.
Emira mengalihkan pandangan dan menatap kedua temannya bangku di belakang, “Kalian mau ke kantin bareng aku gak?”
Seorang cewek dengan wajah ayu dan rambut di kuncir menggelengkan kepalanya, “Nggak sekarang dulu deh, Ra. Kita nyusul aja nanti. Malu sama kakak lo.”
Emira mengernyit, “Kenapa malu? Dia baik, kok. Justru dia suka malu-maluin aku.”
Kedua teman Emira terkekeh. Lalu gadis yang satunya menjawab, “Bukan masalah baiknya. Kita juga sebenarnya pengen kenal, tapi malu aja. Dia kan kakak kelas.”
“Tapi—“
“EMIRA!”
Teriakan Rayna yang mendesak membuat ucapan Emira terhenti. Ia menghela nafas, “Oke. Kalo gitu aku duluan, yah.”
Setelah mendapat anggukan mereka, Emira berjalan menuju Rayna yang tengah mendumel di luar kelasnya.
“Lama!” Rayna cemberut.
Emira memutar bola matanya, “Iya, maaf. Lagian tumben banget kakak ke sini dan ngajak aku ke kantin.”
Jarak kelas mereka lumayan jauh. Jadi Emira agak heran walaupun ia tidak keberatan dengan ajakannya. Justru Emira senang. Namun kakaknya yang suka malu-maluin membuat Emira ikut malu.
Ekspresi Rayna langsung tersipu “Em.. gu-e lagi pengen ngajak lo aja..”
Emira memiringkan kepalanya melihat ekspresi Rayna. Matanya memicing, “Pasti ada sesuatu, ya?”
Rayna menggeleng beberapa kali terlihat sedikit panik, “E-h.. enggak kok. Gue lagi pengen ngajak adik cantik gue aja..”
Sekarang Emira yang malu. Ia melupakan kecurigaannya. “Kakak apaan, sih?! Kakak jelas lebih cantik dari aku.”
Rayna mengibaskan rambutnya, “Iya, emang. Gue paling cantik.”
Emira melongo. Lalu ia menggeleng pasrah. “Iya, deh. Terserah. Ayo ke kantin.”
Rayna mengangguk.
Adik kakak itu mulai berjalan berdampingan. Namun suara seseorang menghentikan langkah mereka.
“Emira!”
Keduanya menoleh bersamaan dan melihat Saga yang berjalan cepat ke arah mereka dengan senyumannya yang tampan.
“Ya?” sahut Emira dengan bingung.
Saat sudah berada di depan mereka, Saga melirik Rayna lalu kembali pada Emira, “Gue juga mau ke kantin. Bareng kalian gak pa-pa?”
Emira mengangguk seraya tersenyum, “Kalo aku sih gak pa-pa. Cuma mintanya sama kakak aku aja.”
Mata Saga beralih pada Rayna dengan senyuman di bibirnya, “Bolehkan, gue bareng kalian?”
Sayangnya senyuman itu palsu, batin Rayna.
Tapi Rayna tetap mengangguk semangat melihat kedekatan Emira dan Saga. Ia yakin, saat ini pasti Saga sudah mempunyai perasaan kepada adiknya. Karena memang Protagonis pertama yang dekat dengan Emira.
Senyuman Saga berangsur-angsur tulus melihat anggukannya. Tapi sayangnya Rayna tidak bisa membedakannya.
Rayna berujar antusias, “Kalo gitu, ayo!”
Setelah kejadian malam itu, hati Rayna merasa tidak tenang dan was was karena takut bertemu dengan pria itu lagi walaupun rupanya begitu menawan dan sayang untuk di lewatkan, tetap saja. Apa yang sudah ia lakukan di depan Rayna membuat hati Rayna bergetar ketakutan.
Tapi saat sudah di sekolah, Rayna melupakannya dan hatinya ceria kembali. Seakan malam itu hanya mimpi buruk. Namun itu bukanlah mimpi buruk, karena setelah Rayna pulang dan kembali selamat ke kamarnya, Rayna tidak bisa tidur sampai pagi.
Yang paling membuat jantung Rayna berdegup kencang adalah cemilan yang ia tinggalkan, berada di depan rumahnya. Kebetulan ia sendiri yang menemukannya di pagi hari saat akan membuang sampah. Untungnya tidak ada darah sedikitpun. Itulah yang membuat Rayna selalu was was.
Selain itu, yang pertama kali muncul di benak Rayna saat melihat cowok psikopat itu adalah pemeran utama pria di novel. Namanya adalah Danies Leo klavior.
Tunggu!
Kunyahan dan Gerakan tangan Rayna saat mengaduk bakso dengan sendok di mangkuknya berhenti. Ia mencoba mengingat sesuatu.
“Lo udah tau rahasia terbesar gue. Jadi, walaupun gue gak bunuh lo, bukan berarti gue bakal bebasin lo gitu aja. Pelukan tadi, anggap aja sebagai awal perkenalan kita. Gue Danies, kita akan bertemu lagi. Sampai jumpa Ami... ra.”
Mata Rayna membola dengan jantung berdegup kencang.
Apa?! G-ak mungkin!
“Gue Danies, kita akan bertemu lagi.”
Rayna menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba menghapus suara itu.
Saat malam itu Rayna tengah begitu panik, jadi dia langsung berlari tanpa mengingat ucapannya. Namun sekarang pikirannya tengah jernih. Namun, semakin Rayna mencoba untuk tidak panik dan melupakannya, semakin terngiang-ngiang suara baritonnya di benak Rayna.
Tidak!!
“Kakak kenapa?!”
Rayna berjengit kaget sampai tubuhnya hampir meloncat. Begitu pula mangkuknya hampir tumpah. Wajah Rayna begitu pucat membuat kedua orang di meja itu cemas.
Rayna mengangkat kepalanya menatap Emira dengan linglung. Lalu beralih pada Saga yang sama-sama menatapnya dengan kening berkerut khawatir.
Apa itu ilusi? Kenapa Saga terlihat khawatir?
Rayna menggeleng dengan kepala tertunduk, “Gue gak pa-pa kok. Cuma agak pusing aja.”
Emira langsung berdiri. Yang awalnya di samping Saga, ia berpindah duduk di samping Rayna, “Kakak beneran gak pa-pa? Tadi kakak melamun. Wajah kakak mana pucet lagi. Mau ke UKS?”
“Ayo gue anter.” Saga menawarkan bersiap berdiri.
Rayna menggeleng beberapa kali. Menatap keduanya dengan yakin, tersenyum enggan, “Gue beneran gak pa-pa kok. Cuma pengen ke toilet aja.”
Emira menghela nafas, “Kalo gitu, ayo aku anter.”
“Gak usah. Cuma bentar kok.”
“Ya udah.” Emira mengangguk tanpa memaksanya lagi.
Rayna tersenyum. Lalu menatap Saga yang kini menatapnya. Rayna membuang muka dan beranjak dengan langkah santai.
Matanya menatap kosong ke depan. Tiba-tiba lengannya di cekal membuat Rayna begitu kaget dan menoleh melihat Arsa. Rayna menghela nafas.
Kening Arsa berkerut, “Reaksi lo besar banget. Lo kenapa? Lo masih sakit?”
Awalnya Arsa mencekal pergelangan tangan Rayna, namun tangannya berpindah lembut menjadi genggaman.
Sedari tadi, Arsa memperhatikan Rayna dari awal gadis itu masuk. Karena setelah ia berbicara jujur saat pagi, Rayna menjadi pendiam. Lalu saat istirahat Rayna kabur begitu saja terlihat salah tingkah. Arsa merasa geli sekaligus kesal karena Rayna tidak bertanya apapun kepadanya. Jadi ia mencari keberadaan Rayna di kantin.
Kekesalannya bertambah saat melihat Rayna masuk bersama cowok lain. Untung, ada adiknya yang menjadi orang ketiga. Jika hanya berdua bersama cowok itu, Arsa pasti sudah menarik Rayna kembali bersamanya.
Tapi yang membuat Arsa heran adalah Rayna yang terus menerus melamun dengan ekspresi berubah-ubah. Ia hampir bergegas ke arahnya saat melihat wajah Rayna yang memucat. Tapi sebelum itu, Rayna sudah berdiri terlebih dahulu dan melangkah menuju ke luar kantin.
Rayna yang sedang tidak mood, sama sekali tidak menatap Arsa. Ia hanya menggeleng, “Gue gak pa-pa. Gue mau ke toilet. Lepasin.”
Ekspresi Arsa semakin kesal dan khawatir. Genggamannya pun bukannya dilepas, malah mengerat. “Bilang sama gue, Rayn. Lo kenapa?”
Akhirnya Rayna mengangkat kepalanya tanpa ekspresi apapun, “Kenapa lo nanya gitu?”
“Karena gue khawatir!”
Rayna menatap matanya, “Kenapa lo khawatir sama gue?”
Arsa langsung menutup mulutnya terlihat gelagapan. Ia membuang muka.
Rayna yang merasakan genggamannya melemas, langsung melepaskan tangannya dan melenggang pergi begitu saja.
Arsa mengertakkan gigi. Tapi tidak mengejarnya lagi. Kenapa dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya? Kenapa dia begitu pengecut?
“Ada yang gak beres,” gumamnya melihat punggung Rayna yang menjauh
biar flashback
kok pindah NT?😅