21+🔥🔥🔥
Ben Alberto Adiwangsa, seorang laki-laki dewasa berumur 29 tahun, yang memiliki wajah tampan dengan hidung runcing, alis tebal, rahang yang kokoh, serta memiliki tubuh tinggi tegap, sosok sempurna yang mampu membuat gadis manapun tak akan mampu menolak pesonanya.
Namun siapa sangka, seorang Ben memiliki kisah yang begitu rumit, sebuah kisah cinta pahitnya di masa lalu, yang membuat Ben sampai kini enggan untuk memulai kembali hubungan serius dengan gadis manapun.
4tahun yang lalu tepatnya 2 hari menjelang pertunangannya dengan Sandra kekasihnya, ia tak sengaja memeregoki gadis yang dicintainya itu tengah berduaan dengan seorang laki-laki dalam keadaan yang begitu intim, di dalam Apartemen milik kekasihnya.
Hingga suatu hari ia harus menerima kenyataan, bahwa dirinya dipaksa menikahi gadis cacat yang telah ia tabrak, akibat dari keteledorannya saat berkendara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mawarjingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak peka
"Pagi ini saya ada meeting, jadi kamu berangkat kuliahnya di antar mang Jujum ya!" ujar Ben yang berdiri di depan cermin sembari mengencangkan dasinya yang sedikit kendor.
Penampilan Ben pagi ini terlihat begitu rapih, bahkan lebam di wajahnya tak sedikit pun mengurangi kadar ketampanan seorang Ben Alberto di mata Putri.
"Tapi saya akan usahakan jemput kamu saat pulang kuliah nanti, ingat jangan berani-berani melarikan diri lagi." lanjut Ben seraya menenteng tas kerjanya, dan berjalan tergesa menuju mobilnya.
*******
"Gimana Ri lo baik-baik aja kan, kak Ben nggak ngapa-ngapain elo kan Ri kemarin, sumpah lho ya, nyali gue mendadak menciut bertatapan langsung sama suami elo, sorry banget ya Ri." ujar Rara merasa tak enak hati, ketika bertemu dengannya dikampus pagi ini.
"Nggak apa-apa Ra, lagian dia nggak jahat kok, cuma menurut gue, sekarang dia banyak tingkah anehnya aja sih!"
"Aneh gimana maksudnya?" tanya Rara dengan kedua alis bertaut.
"Aneh aja, dia itu kaya gimana ya, pokoknya beda aja Ra,"
"Nggak ngerti deh gue!"
"Ck, lo aja yang istrinya nggak ngerti, apa lagi gue coba?" Rara terkekeh sendiri.
Lalu keduanya pun melangkah masuk kedalam kampus.
*********
Saat jam kuliahnya habis, Putri dan Rara memilih untuk mampir di sebuah Cafe yang berada di depan kampusnya sembari menunggu kedatangan Ben yang akan menjemputnya, lalu memesan minuman untuk sekedar mengisi meja kosong didepan keduanya.
"Ri ngomong-ngomong suami elo beneran tegas ya, nyeremin!" ujar Rara, sembari meletakan tasnya diatas meja.
"Tapi jujur sih ya, suami lo ganteng banget Ri, padahal segitu mukanya lagi bonyok, eh ngomong-ngomong itu seriusan yang lo bilang kemarin, dia berantem sama kakaknya sendiri, gara-gara apa sih kok bisa sampai segitunya, penasaran gue!"
Terlihat Putri menghela nafasnya, menyesap minumannya hingga tersisa setengah.
"Ceritanya panjang Ra, gue yakin lo bakalan terkantuk-kantuk kalau sampai gue ceritain dari awal kejadiannya."
"Tapi gue siap dengerin kok, Ri!"
"Yakin,?"
"Ck, gue bukan tipe orang yang gampang bosen lho sama cerita orang."
"Ok, gue bakal cerita_ tapi nggak sekarang."
"Yah, padahal gue udah siap nunggu nih, gagal deh!" ujar Rara seraya terkekeh.
"Oh ya Ri, si Damar minta nomor elo terus, kasih jangan?"
"Apaan sih Ra lo gila ya, udah tahu gue udah bersuami." bisik Putri menoleh ke kiri dan ke kanan, khawatir jika ada salah satu teman sekampusnya ada yang mendengar obrolannya.
"Elah nggak ada salahnya kan Ri, ya hitung-hitung buat penghibur di kala lo sendiri, lagian nih ya, kalau menurut gue, cowok modelan si Damar ini bukan tipe cowok yang mudah menyerah gitu aja deh,"
"Ra?"
"Jangan salahin dia atau beberapa cowok yang lainnya, yang sampai sekarang suka sama elo Ri, karena mereka jelas nggak tahu kan status elo."
"Ra, please deh! gue kan pernah cerita ini bukan mau gue, ini kemauan kak Ben dia nggak mau sampai ada orang luar tahu kalau gue itu istrinya."
"Gue ngerti Ri, gue nggak nyalahin elo juga_"
"Ehhhhhmmm." suara dehaman keras seseorang membuat keduanya sontak menoleh kearah suara.
Putri membelalakan matanya, sedangkan Rara langsung terdiam dengan wajah pucat pasi.
"Pulang!" ujarnya dingin, yang seketika membuat wajah Putri tertekuk, namun detik kemudian mengikuti langkahnya.
"Ini uang buat bayar minum gue!" bisik Putri pada Rara, sebelum ia benar-benar meninggalkan Cafe tersebut.
**********
"Tuan?" setelah beberapa menit saling terdiam, akhirnya Putri memutuskan membuka suara terlebih dahulu, saat menyadari Ben mengemudikan mobilnya bukan kearah jalan menuju rumahnya.
Sementara Ben bergeming, tetap fokus mengemudi tanpa berniat menjawab atau sekedar menoleh kearahnya.
Putri yang merasa diabaikan pun hanya bisa menggeram, sekaligus mencibirnya.
5 menit kemudian, Ben menghentikan mobilnya didepan sebuah toko bunga, lalu keluar begitu saja meninggalkan Putri sendirian didalam mobil, yang membuat Putri lagi-lagi hanya mendengus kesal, menatap punggung lebar suaminya yang kini tengah berdiri dengan posisi membelakangi nya.
Terlihat Ben yang tengah berbicara dengan salah satu pelayanan wanita, kemudian keduanya saling melempar senyum, senyum yang ia sendiri tidak pernah mendapatkannya dari Ben.
"Ck, ngapain sih ketemuan sama pacarnya malah ngajak aku kesini, mau pamer?!'' gerutu Putri, dengan bibir mengerucut.
Tak lama Ben kembali masuk kedalam mobil dengan membawa satu ikat besar bunga dengan wangi yang khas menguar memenuhi mobil tersebut, lalu meletakannya di atas paha Putri tanpa mengatakan sepatah katapun, kembali melajukan mobilnya dengan wajah datar seperti biasanya.
Maksudnya apa coba?
"T-tuan?!"
Ciiittttt...!!
Ben menghentikan mobilnya secara mendadak, lalu menoleh kearah Putri dengan wajah kesal.
Ben melirik kearah bunga yang di pegang Putri, "Buat kamu, dan berhenti panggil saya tuan dan sebagainya." ucap Ben yang membuat Putri termangu dan mengerjap-ngerjapkan mata bingung.
Ia tak percaya bahwa di dunia ini ada laki-laki yang tidak seromantis dan tidak peka seperti Ben, bagaimana bisa ia memberinya bunga dengan wajah sejudes itu batinnya.
"Kenapa, kau tak suka dengan pemberian ku, kau lebih suka jika si brengsek itu yang memberimu bunga, begitu?" ujar Ben dengan rahang mengeras.
Terlihat Putri yang gelagapan, seraya memeluk erat bunga ditangannya.
''Bukan, bukan begitu, saya-saya hanya_"
Cupp...
Ben memberikan ke cupan hangat di bibir Putri, lalu membungkam bibir istrinya dengan ciumannya yang dalam dan penuh kelembutan, menekan kuat tengkuk Putri saat merasa gadis itu memberontak keras hendak melepaskan ciumannya.
Lama Ben memagut bibir istrinya yang baginya terasa manis, kemudian melepaskannya secara perlahan, dan penuh keterpaksaan, dengan jarak yang kini begitu dekat, Ben dapat merasakan hembusan hangat nafas Putri menerpa wajahnya, dan ia dapat melihat dengan jelas rona wajah Putri yang membuatnya sedikit mengulas senyum.
"Bisakah kau berbicara sedikit lugas, dan tidak membuatku menunggu lama." ujar Ben seraya mengelap sisa salivanya yang tertinggal di bibir Putri menggunakan ibu jarinya.
Tak menjawab, Putri memilih memalingkan wajah, sedangkan Ben melajukan kembali mobilnya menuju suatu tempat, dengan wajah yang kembali datar, seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
"Tuan?" panggil Putri, ketika Ben hendak keluar dari mobilnya yang kini terparkir di depan sebuah butik besar disamping perusahaan yang saat ini Ben pimpin.
"Kau ingin aku menciumu disini, di depan semua orang?" ujar Ben yang membuat Putri terkesiap.
"S-saya_"
"Bisakah kau tidak memanggilku dengan sebutan yang menyebalkan itu."
"M-msksud tuan?"
"Berhenti panggil aku Tuan, kau mengerti!"
Putri menggeleng, "Sebutan itu pantas untuk anda."
"Kau benar-benar menguji kesabaranku gadis kecil!" mencengkram tangan Putri lalu menariknya memasuki butik besar itu, tanpa mempedulikan Putri yang memohon padanya agar melepaskan cengkraman di tangannya.
.
.
cakep putri triple kills wkwkwkwkwk