NovelToon NovelToon
Suami Pilihan Bapak

Suami Pilihan Bapak

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:45.3k
Nilai: 5
Nama Author: KidOO

Mela mempunyai prinsip untuk tidak pacaran sebelum menikah, membuatnya tak kunjung menikah saat usianya sudah cukup. Sampai suatu ketika, ia dijodohkan dengan orang yang sama sekali tidak ia kenali. Selain usianya terpaut cukup jauh, karakter calon suaminya juga sangat jauh dari kriteria Mela. Namun, demi membahagiakan bapaknya, Mela tetap menerima pria tersebut sebagai suaminya, berharap ia bisa merubah kebiasaan buruk dari suaminya.

Meskipun ternyata, kenyataannya tidak semudah dengan apa yang dia pikirkan. Bahkan mulai dari persiapan pernikahan pun, Mela sudah harus banyak bersabar menghadapi segala macam tingkah konyol calon suaminya. Terlebih saat sudah menjadi pasangan suami istri, semakin terlihat jelas, kebiasaan buruk dari suaminya yang ternyata sangat sulit untuk di rubah. Seperti kata mutiara, semua orang bisa tua pada saatnya, tapi tidak semua orang bisa bersikap dewasa. Kata-kata itu pantas disematkan pada suami Mela, meskipun sudah be

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KidOO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

"Mas, kayaknya udah pada panen cabe. Sawah bagian kamu udah panen juga belum sih? Kok belum ada tanda-tanda dikasih uang jatah sama penggarap sawahnya?" Aku memberanikan diri untuk bertanya hal yang mungkin sebenarnya cukup sensitif. Tapi tak apalah, toh Mas Aak adalah suamiku, jadi aku berhak tau tentang kondisi keuangan yang sebenarnya kan?

"Oh, itu udah lama dikasihnya, Dek. Kan udah kukasih ke kamu juga uangnya?" Mas Aak menjawab santai.

"Hah? Kapan aku dikasih uang hasil panen? Kayaknya nggak pernah aku kamu kasih uang dalam jumlah besar, Mas? Kalau hasil panen kan paling enggak berapa juta gitu?" Aku mengingat-ingat, sepertinya aku tidak salah ingat, kok.

"Ya emang nggak ada berapa juta, Dek. Soalnya pas panen, kebetulan harga cabe anjlok, trus juga banyak yang tiba-tiba busuk gara-gara hujan berhari-hari."

"Kok Mas nggak bilang sama aku sih? Aku kira semua uang yang kamu kasih ke aku itu hasil dari bengkel. Harusnya kan kamu bilang kalau itu uang hasil panen, jadi aku nggak berharap. Padahal rencananya kalau dapat uang hasil panen, aku mau pakai ke dokter kandungan, aku mau periksa di sana, lihat kondisi janin di dalam, Mas." Perasaanku campur aduk, harapan yang selama ini kupendam, tiba-tiba sirna tanpa hasil.

"Ya kamu nggak tanya sih, kan aku yang penting udah kasih uang ke kamu. Dan terserah kamu yang mau kelolanya gimana. Mau kamu hemat-hemat atau kamu boros-boros juga terserah. Yang penting uangnya ya cuma itu, kamu udah nggak boleh ngotak atik uang jatahku."

Deg!

Jawaban Mas Aak benar-benar terasa menyakitkan bagiku. Kenapa dia seolah menuduh aku yang tidak bisa mengatur keuangan? Padahal kan memang kebutuhan rumah tangga tidak sedikit. Uang pemberian Mas Aak juga nggak cukup sebenernya, kalau tidak dibantu dengan honor dari sekolahku. Apalagi kalau lagi musim orang menikah, sumbangan banyak banget, benar-benar membuat kepala pening.

Aku mengarik nafas panjang, "Sabar, sabar!" batinku.

"Berarti sawahnya sekarang udah nggak digarap lagi, Mas?" Aku berusaha tetap tenang.

"Enggak. Kan katanya kalau udah panen, kamu mau nggarap sawahnya sendiri. Jadia sekarang ya dibiarin begitu aja."

"Kok aku sih, Mas?" Aku mengangkat sebelah alisku.

"Lha iya, kan dulu kamu yang semangat banget mau menggarap sawah?" Mas Aak masih saja menjawab tanpa beban.

"Kan kita, Mas. Bukan aku. Kalau aku sendiri ya mana sanggup. Ditambah dengan kondisiku sekarang lagi hamil anak kamu. Masa kamu tega biarin aku menggarap sawah sendiri?" Aku mencoba mencari simpati Mas Aak, dengan membawa-bawa anaknya.

"Yaudah, nggak usah digarap. Gitu aja kok repot. Lagipula kan dulu perjanjiannya kalau aku lagi nggak kerja, baru ngerjain sawah. Tapi sekarang kan posisi aku kerja, jadi ya nggak bisa kalau sambil menggarap sawah." Mas Aak menyambar jaket kulit yang boasa tergantung di belakang pintu.

"Kamu mau ke mana, Mas?" Aku mencium bau-bau Mas Aak mau kabur.

"Aku mau jalan sama anak-anak. Udah lama nggak ikut kumpul. Nggak enak sama anak-anak. Capek juga, tiap hari ketja, jadi pengen refreshing." Mas Aak mengambil tas pinggangnya dan segera memakainya.

"Tapi, Mas?" Aku hendak protes, tapi sepertinya percuma. Aku memilih untuk tidak melanjutkan perkataanku.

"Tapi apa?"

"Nggak, nggak papa." Aku memasang mode ngambek. Kalau suamiku sadar ya syukur, kalau enggak ya udah, emang setelannya seperti itu.

"Yaudah, aku pergi dulu ya!" Mas Aak melenggang pergi dengan santai, tanpa menunggu jawaban dariku. Benar dugaanku, dia memang sudah setelannya seperti itu. Pantas saja selama ini tidak ada perempuan yang mau sama dia, pikirku. Dan bodohnya aku yang tiba-tiba sok jadi pahlawan mau menyelamatkan citranya, ternyata justru aku sendiri yang menanggung semua resikonya.

"Aku juga capek, Mas. Aku juga pengen refreshing. Aku juga pengen jalan-jalan. Aku juga pengen bebas dari kerjaan yang nggak ada habisnya. Apa kamu juga tau apa yang kurasakan, Mas?" Aku menangis, bergumam seorang diri. Entah Mas Aak masih mendengar atau tidak, aku tidak peduli.

Setelah beberapa saat aku menangis, mengeluarkan semua kejengkelanku, aku jadi merasa sedikit lega. Aku menarik nafas dalam-dalam.

"Mendingan aku nginep rumah Bapak aja beberapa hari, terserah kerjaan rumah nggak beres. Aku juga butuh refreshing, aku juga capek kerja. Terserah dibilang istri durhaka juga nggak papa. Toh aku cuma ke rumah Bapak, nggak neko-neko." Aku bergumam sendiri, segera saja aku bersiap pergi. Aku mengemasi barang bawaanku, termasuk kerjaan sekolah, juga seragam untuk mengajar besok. Toh sudah lama aku tidak menginap di rumah Bapak, pasti nggak madalah kalau aku nginap beberapa hari di sana.

Setelah bersiap, aku segera keluar dari kamar. Aku mencari bapak atau ibu mertuaku, biar bagaimanapun, aku harus minta ijin pada mereka berdua atau salah satu di antaranya.

"Bu!" Aku memanggil ibu mertuaku, mungkin saja sedang beristirahat di kamarnya.

"Ya, Mel. Ada apa?"

Benar saja dugaanku, ibu mertuaku keluar dari kamarnya, masih dengan menggunakan mukena. Mungkin saja baru selesai sembahyang dhuha, pikirku.

"Bu, Mela mau ke rumah Bapak, ya. Nanti kalau Mas Aak nyariin Mela, tolong sampaikan ya, Bu." Aku meminta ijin dengan hati-hati. Aku menunduk, takut ibu mertuaku melihat mataku yang sembab karena menangis lumayan lama.

"Kok tiba-tiba, Mel? Apa di sana ada acara?"

"Eh, enggak kok, Bu. Cuma kangen aja, lama nggak ke sana. Tadi mau bilang sama Mas Aak, tapi beliaunya malah keburu pergi," bohongku.

"Yaudah sana hati-hati ya. Bawa motornya nggak usah ngebut-ngebut, pelan-pelan aja, ingat janin kamu, ya!"

"Baik, Bu." Aku menyalami ibu mertuaku, kemudian berlalu.

Aku menarik nafas lega, syukurlah beliau tidak curiga kalau aku sedang tidak baik-baik saja. Aku segera pergi meninggalkan rumah, meninggalkan cucian kotor juga kamar yang berantakan. Setidaknya ibu mertuaku tidak akan melihat kalau aku meninggalkan pekerjaan rumah, yang penting cucian piring, juga luar kamar sudah bersih. Jadi kesannya aku sudah menyelesaikan pekerjaan rumah sebelum pergi.

Aku memacu motorku dengan pelan, seperti nasehat ibu mertuaku. Meskipun dalam kondisi hati yang buruk, aku tidak boleh membahayakan janinku. Biar bagaimanapun, dia tidak salah apa-apa. Jangan sampai dia yang jadi korban emosiku.

Jalan yang menanjak dan banyak lubang, membuatku harus ekstra hati-hati, jangan sampai membuat perutku terkena goncangan. Perjalanan yang normalnya bisa kutempuh dalam waktu 20 menit, sekarang harus kutempuh dalam waktu yang lebih lama.

"Alhamdulillah, akhirnya sampai juga." Aku bergumam pelan sambil menurunkan standar motorku.

Aku melepas helmku dan segera berjalan menuju pintu depan.

"Assalamu'alaikum." Aku mengetuk pintu dan mengucap salam.

"Wa'alaikumussalam." Ibuku menjawab dari dalam rumah, tak lama kemudian pintu terbuka.

"Mela!"

"Bu!" Aku seketika memeluk Ibu, air mataku yang tadi sudah berhenti kini mengalir lagi.

"Ada apa, Mel? Kenapa nangis?"

1
Mawar Biru
sabar ya mel,mungkin dulunya si Aak terlalu di manja.
Reni Anjarwani
wah bpk keliru memilihkan jodoh buat mela
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞Arlingga✿꙳❂͜͡✯࿐
ayeee,,,, hadir bg,,, ikut nongkrong,,, 😁😁😁
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞Arlingga✿꙳❂͜͡✯࿐: 😂😂😂😂😂
Iin Suci Romita: wkwkwkwk..kan ..kan ... Abis komntr kaburr .kebiasaan deh
total 4 replies
Author yang kece dong
aduh, kayak mau ngelamar kerja kak kidoo 😁,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!