Salma seorang wanita karir di bidang entertainment, harus rela meninggalkan dunia karirnya untuk mejadi ibu rumah tangga yang sepenuhnya.
Menjadi ibu rumah tangga dengan dua anak kembar sangat tidak mudah baginya yang belum terbiasa dengan pekerjaan rumah tangga. Salma harus menghadapi tuntutan suami yang menginginkan figur istri sempurna seperti sang Ibunda.
Saat Salma masih terus belajar menjadi ibu rumah tangga yang baik,ia harus menghadapi sahabatnya yang juga menginginkan posisinya sebagai istri Armand.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aveeiiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kunjungan sahabat
"Siapa itu?"tanya Armand. Dari nada suaranya jelas ia tak suka kehadiran pria asing di sekitar Salma.
"Itu Pak Iwan atasanku dulu di stasiun televisi, apa kamu lupa?" tanya Salma heran. Namun sepertinya dialah yang lupa, karena sejak dulu Armand memang tidak pernah peduli dengan segala yang terjadi di kehidupannya.
"Mau apa dia kemari?" Armand memandang tak suka pada Pak Iwan yang mulai melangkah masuk ke dalam rumah.
"Permisi, maaf apa saya mengganggu?" ujar Pak Iwan tepat di ambang pintu rumah.
"Iya, kami sedang acara keluarga," sahut Armand cepat.
"Tidak, Pak Iwan. Silahkan masuk, mantan suami dan mantan ibu mertua saya hanya berkunjung dan sebentar lagi mereka akan pulang," ucap Salma tegas. Ia sengaja menekankan kata mantan untuk memberi batasan tegas antara dia dan Armand. Ucapan itu sontak membuat Armand dan ibunya membesarkan mata karena merasa diusir, tapi keduanya tak sanggup mengeluarkan suara karena ada Pak Iwan yang memiliki aura kepemimpinan di sana.
"Baiklah." Pak Iwan melangkah masuk dan mengambil tempat di dekat Salma, "Saya ada perlu sedikit dengan Salma, bisa saya minta waktunya?" ujar Pak Iwan saat Armand dan Ibunya masih bertahan di tempatnya.
"Kita pulang, Bu."
"Sebentar, Mand." Ibu Armand masih belum rela pergi dari rumah kakak Salma.
"Sekarang, Bu. Kita masih punya banyak waktu untuk menemui Cakra dan Candra," ujar Armand tegas. Harga dirinya merasa terusik dengan pandangan Pak Iwan yang seolah mengusirnya.
"Salma, saya langsung kemari setelah dapat kabar dari Pak Asa. Ada apa sebenarnya, Salma?" tanya Pak Iwan setelah Armand dan Ibunya mengalah dan pulang.
"Memangnya Pak Asa bilang apa, Pak? Saya baik-baik saja kok," ujar Salma sembari memandangi kedua putra kembarnya bermain di depan televisi.
"Saya sudah kenal kamu sejak kamu belum menikah, sorot matamu tidak bisa berbohong, Salma."
"Saya benar tidak apa-apa, Pak. Hanya masalah kecil saja," ujar Salma lirih.
"Melihat sikap mantan suamimu dan Ibunya, saya yakin bukan hanya masalah kecil untukmu Salma. Ceritakan pada saya, kita bukan satu atau dua tahun saling mengenal."
"Apa yang harus saya ceritakan, Pak," ucap Salma frustasi sembari mengusap wajahnya. Ia merasa kalut mengapa Pak Asa dan Pak Iwan ikut masuk ke dalam lingkaran permasalahannya.
"Mantan suamimu dan Ibunya mengganggumu?"
"Mereka hanya menengok Cakra dan Candra," ujar Salma sembari melempar pandangannya ke arah si kembar. Ia ingin menyembunyikan fakta dari mantan atasannya.
"Pak Asa mendengar kamu berteriak, Salma. Seorang Nenek yang menjenguk cucunya tidak akan berwajah masam seperti tadi."
"Entalah, Pak. Saya bingung harus memulai dari mana. Saya membebaskan Mas Armand dan ibunya untuk menjenguk Cakra dan Candra. Niat hati agar anak-anak saya tidak kehilangan kasih sayang nenek dan Ayahnya, tapi ...." Salma menggantung kalimatnya. Ia tidak ingin mengumbar aib keluarga pada orang lain.
"Mereka mengganggumu?" desak Pak Iwan. Salma men desah gusar seakan tertangkap basah, "Salma, jika mereka sudah membuatmu tidak nyaman, kamu harus menentukan sikap," ujar Pak Iwan pelan.
"Mas Armand ingin kembali," ucap Salma lirih.
"Kamu masih cinta?"
"Tidak dengan apa yang sudah ia lakukan padaku dan anak-anak." Suara Salma bergetar menahan emosi.
"Menjauhlah, Salma jika memang keberadaan mereka sudah mengganggumu."
"Apa saya dosa menjauhkan anak-anak dari Ayah dan neneknya?" Kehilangan kasih sayang orangtua, membuat Salma tidak ingin hal itu terjadi juga pada kedua anaknya.
"Kamu tidak menjauhkan mereka dari Ayah dan neneknya, tapi kamu menyelamatkan mereka."
Salma menatap lurus pada Pak Iwan. Orang yang sudah ia anggap sebagai pengganti ayahnya. Ia mencoba memahami arti kata pria menjelang usia 60tahun itu, dan memastikan apakah pikirannya sama dengan yang ada di benak Pak Iwan.
"Saya harus kemana? Saya tidak ada tempat lagi selain di sini. Mereka akan dengan mudahnya kemari. Sejujurnya, saya takut Cakra dan Candra mereka ambil."
"Sebaiknya penawaran Pak Asa kamu pikirkan baik-baik."
"Penawaran Pak Asa? Maksudnya berkarir di Jakarta? Saya belum sanggup, Pak." Salma menggelengkan kepala. Hidup di kota besar yang asing tidak ada dalam perencanaannya.
"Sampai kapan kamu menunggu untuk sanggup, Salma? Sampai kedua anakmu lepas dari pelukanmu?" desak Pak Iwan.
"Pak!" Salma menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Membayangkan kedua anaknya jatuh ke dalam asuhan Armand saja ia tidak sanggup, apalagi jika itu benar terjadi mungkin ia akan menjadi gila.
"Pikirkanlah, Salma. Jika itu bukan untuk kebaikanmu, setidaknya untuk kebaikan dan keselamatan Cakra dan Candra," ucap Pak Iwan.
Kalimat terakhir menutup pembicaraan mereka. Pak Iwan tidak lagi meneruskan pembicaraan tentang karirnya di Jakarta, ia tidak tega melihat Salma yang semakin merasa tertekan dengan topik yang di titipkan oleh Angkasa, sahabat karibnya.
...❤️🤍...
Mampir ke karya temanku ya