MISI KEPENULISAN NOVELTOON
Enam tahun hidup sebagai istri yang disia-siakan, cukup sudah. Saatnya bercerai!
Zetta menghabiskan waktu yang tak sebentar untuk mengabdikan dirinya pada Keenan Pieters, lelaki yang menikahinya, tapi tak sekalipun menganggapnya sebagai seorang istri.
Tak peduli Zetta sampai menjadi seperti seorang pelayan di keluarga Keenan, semua itu tak juga membuat hati Keenan luluh terhadap Zetta. Sampai pada akhirnya, Zetta pun memutuskan untuk menyudahi perjuangan cinta sepihaknya tersebut.
Namun, saat keduanya resmi bercerai, Keenan malah merasakan jika ada sesuatu yang hilang dari dalam hidupnya. Lelaki itu tanpa sadar tak bisa lepas dari setiap kenangan yang Zetta tinggalkan, di saat sang mantan istri justru bertekad membuang semua rasa yang tersisa untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
"Darimana Alex tahu kalau di perusahaan ada masalah?" gumam Zetta seakan bertanya pada dirinya sendiri.
"Ya, Bu?" Arshi menanggapi perkataan Zetta.
Zetta menoleh ke arah sekretarisnya itu dan kembali tertegun. Dia bertanya-tanya apakah Arshi yang memberitahukan permasalahan di perusahaannya pada Alex. Tapi jika memang iya, untuk apa dia melakukan hal itu?
"Arshi, apa kamu memberitahu Alex tentang permasalahan yang sedang kita hadapi saat ini?" tanya Zetta kemudian pada Arshi.
"Alex? Maksud Bu Zetta, Tuan Alexander teman Ibu yang seorang model itu?" Arshi malah balik bertanya.
"Tentu saja tidak, Bu. Untuk apa saya memberitahukan masalah internal perusahaan pada orang lain. Bahkan pada Tuan Theo yang mempekerjakan saya pada Ibu saja, saya tidak melaporkan apa-apa, apalagi pada Tuan Alexander," sahut Arshi.
Zetta mencerna kata-kata Arshi barusan. Benar juga apa yang dikatakannya. Bahkan Theo saja baru tahu masalah yang tengah dihadapi Zetta saat tadi Zetta meneleponnya. Itu artinya Arshi tak mengatakan permasalahan ini pada siapapun. Lalu jika tak ada yang memberitahu Alex tentang permasalahan kontrak tersebut, pemuda itu tahu darimana?
Belum lagi uang yang dikirimkan oleh Alex tadi. Jumlahnya benar-benar tak bisa dibilang sedikit. Meskipun kini telah menjadi seorang model dengan bayaran paling mahal seantero negeri, tapi tetap tak masuk akal Alex memiliki uang sebanyak itu untuk diberikan kepada orang lain.
"Ada apa, Bu Zetta? tanya Arshi saat melihat Zetta tampak tertegun dengan kening yang sedikit berkerut.
Seketika Zetta pun tersadar. Dia buru-buru mengangkat wajahnya dan menggelengkan kepala.
"Tidak ada," sahutnya.
"Tolong jadwalkan pertemuanku dengan CEO rekan bisnis kita yang kontraknya bermasalah. Ini tidak bisa diselesaikan melalui perantara, harus aku dan dia secara langsung," perintah Zetta kemudian.
"Baik, Bu," sahut Arshi patuh sambil berlalu ke meja kerjanya. Perempuan muda itu pun mulai melakukan apa yang Zetta perintahkan. Hal yang pertama kali dia lakukan adalah menghubungi pihak kolega untuk menanyakan kapan Zetta bisa bertemu dengan yang bersangkutan.
Zetta melihat sekilas ke arah sekretarisnya itu, sebelum kemudian kembali pada dokumen yang sebelumnya dia periksa. Pikirannya masih tertuju pada uang yang dikirim oleh Alex tadi serta pertanyaan darimana Alex mendapatkan informasi tentang masalah diperusahaannya. Sepertinya saat Alex kembali nanti, Zetta akan menanyakan dengan benar apapun yang sekarang mengganjal di pikirannya.
Setelah menghela nafasnya sebanyak beberapa kali, Zetta berusaha untuk kembali fokus pada pekerjaannya. Dia juga telah mempelajari poin-poin yang dipermasalahkan oleh calon koleganya dan menemukan beberapa cara alternatif yang akan ditawarkan agar kesepakatan tetap terjalin.
"Bu Zetta, CEO dari perusahaan kolega kita bisa bertemu, tapi mesti siang ini juga," ujar Arshi kemudian memberitahu.
"Siang ini juga?"
"Iya, Bu. Alamatnya pun sudah dikirimkan pada saya. Baru saja saya teruskan ke nomor ponsel Bu Zetta," sahut Arshi.
Selang beberapa detik, ponsel Zetta pun berdenting, menandakan pesan yang diteruskan oleh Arshi barusan telah masuk ke kotak pesan ponselnya. Segera Zetta memeriksa alamat tersebut.
"Ini alamat kantornya?" tanya Zetta karena agak asing dengan alamat tersebut.
"Iya, benar, Bu."
"Baiklah, aku akan ke sana siang ini," ujar Zetta setelah menimbang-nimbang selama beberapa saat.
"Saya temani, Bu?" tanya Arshi.
"Tidak perlu. Aku akan pergi sendiri. Kamu tetap di kantor dan selesaikan pekerjaan yang mesti diselesaikan," sahut Zetta.
"Ibu yakin tidak perlu ditemani?" tanya Arshi dengan agak tidak yakin.
"Iya, tidak apa-apa. Aku bisa menangani ini seorang diri. Tidak perlu merasa khawatir," ujar Zetta meyakinkan.
Arshi pun menganggukkan kepalanya dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Sepertinya memang tak masalah jika Zetta pergi seorang diri. Melihat keyakinan yang terpancar dari wajah Zetta, Arshi ,yakin atasannya itu bisa mengatasi permasalahan ini sendirian.
Setelah makan siang, Zetta pun pergi ke alamat kantor rekan bisnisnya seorang diri. Hujan turun dengan lebat saat dia sampai di tempat itu. Zetta turun dari mobil dan menerobos hujan begitu saja, sehingga pakaiannya pun menjadi basah sebagian.
Sesampainya di dalam, seorang resepsionis langsung mengantarkan Zetta ke dalam sebuah ruangan. Dan rupanya di dalam ruangan tersebut sudah ada empat orang lelaki, dua diantaranya adalah CEO dari perusahaan yang akan bekerjasama dengan perusahaannya. Mereka semua tampak sedang bermain kartu bersama. Dan kenyataan yang baru Zetta sadari saat melihat mereka semua, para pengusaha di hadapannya ini adalah teman-teman dari mendiang papanya.
Mereka semua rata-rata telah memiliki usia lebih dari setengah abad, sebaya dengan mendiang papa Zetta. Namun begitu, bukan berarti mereka tidak berbahaya. Bagi Zetta, justru menghadapi para lelaki berumur seperti ini memiliki kesulitan yang lebih besar ketimbang menghadapi para lelaki seumuran Keenan atau Theo. Belum lagi, mereka semua adalah para pengusaha yang terkenal licik dan memiliki banyak akal bulus.
"Ah, Nyonya Zetta sudah datang. Silakan duduk, Nyonya," ujar Andara, CEO dari perusahaan yang akan bekerjasama dengan perusahaan Zetta. Para teman-temannya pun ikut mempersilakan Zetta duduk di sebuah kursi kosong di antara mereka, hingga Zetta pun mau tak mau duduk di sana.
"Sebelum membicarakan tentang kontrak, bagaimana kalau kami melihat kemampuan Nyonya bermain kartu terlebih dahulu," tawar Andara mencairkan suasana.
Zetta tersenyum dengan agak dipaksakan. Dia tidak pandai bermain kartu, tapi jika langsung menolak begitu saja, itu sama artinya dia menyerah sebelum negosiasi dimulai.
"Baiklah, saya ikut bermain," ujar Zetta kemudian.
Para CEO yang ada di sana tersenyum senang. Mereka pun memulai kembali permainan kartu tersebut dengan tambahan satu lagi anggota. Sembari bermain, Andara mengajak Zetta membicarakan hal-hal ringan. Tentu saja Zetta berusaha menjawabnya dengan sesantai mungkin agar dirinya tak terlihat seperti sedang terintimidasi.
"Ngomong-ngomong, kenapa Anda bercerai dengan Keenan. Tidak ada gosip miring tentang pernikahan kalian, tahu-tahu sekarang bercerai." Tiba-tiba salah seorang dari para CEO tersebut.
Lelaki itu bernama Graham. Pengusaha yang terkenal suka bermain perempuan dan memiliki simpanan di mana-mana.
"Tidak terdengar ada gosip miring bukan berarti semuanya baik-baik saja. Hubungan kami memang sudah tak sebaik dulu dan telah bermasalah sejak lama," sahut Zetta dengan santai, berusaha tak terpengaruh dengan pertanyaan sensitif itu.
"Begitu rupanya." Graham menanggapi sambil tersenyum misterius. Diam-diam dia sedikit menggeser kursinya agar semakin merapat dengan kursi yang diduduki Zetta.
Tangan Graham terulur dan sedikit menyentuh salah satu bagian tubuh Zetta hingga membuat Zetta terkejut karenanya. Tentu saja Zetta tak terima mendapatkan perlakuan itu. Dia langsung menggeser tempat duduknya dan hendak mengambil ketel berisi minuman teh yang tersaji di atas meja. Zetta berniat menghantamkan benda itu ke atas kepala Graham sekuat mungkin, agar isi kepala lelaki tua itu bisa bergeser ke posisi yang benar.
Namun, baru saja tangan Zetta terulur sedikit, seseorang tiba-tiba saja masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Keenan?"