Pertemuan yang tidak di sengaja antara Rahman dan Citra, yang membawa ke dalam sebuah pernikahan.
Hingga suatu ketika mereka mempersiapkan pernikahan sampai perjalanan rumah tangga mereka, tiba-tiba ada seorang dari masa lalu Rahman yang datang dan membuat semuanya jadi rumit.
wanita yang dulu pernah menolak Rahman, dan kini mau kembali dan tentu saja itu menjadi hal yang tak mungkin.
Bagaimana sikap Rahman selanjutnya, dan akankah cinta Rahman dan Citra akan goyah dengan kedatangan orang ketiga.
Ikuti ya cerita selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erni Pasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 25 Was-was
Ku parkirkan mobil ku di sebelah mobilnya Mas Rahman yang baru saja sampai, aku lihat dia keluar dari mobil dengan setelan jas warna hitam, ' keren' satu kata yang aku sematkan untuknya, walaupun usia kami terpaut jauh dengan aku tetapi pesona auranya dan wibawanya terpancar begitu kuat, dia adalah salah satu Pria dewasa yang aku kagumi bahkan sangat aku kagumi, menghadapi aku yang begitu manja sekali sudah barang tentu dia harus Extra menguras kesabarannya.
" Baru pulang juga kalian" sapanya dengan senyum yang terpancar dari wajahnya yang tampan.
" Iya Lee... mlorotin kamu" cletuk Mama, lalu Mama terkekeh.
" Ya apes deh dah siap-siap nih bulan depan kartu kredit ku membengkak dong" timbal Mas Rahman menanggapi gurauan Mama.
" Ga apa-apa sekali-kali kan," balas Mama
" Duh Istri Mas kenapa masam gitu mukanya? kan habis belanja, harusnya seneng dong" seru Mas Rahman sembari mendekatiku.
" Ga apa-apa kok Mas, Adek capek " grutuku dengan manja.
" Ya udah masuk yuk, entar Mas pijitin ya sayang" ujarnya sambil menggelingkan matanya dengan nakal, duh bahaya ini alarm ku seketika memperingatkan sesuatu yang ah... sudah pasti aku bayangin ga bisa jalan lagi kali ini, grutuku dalam hati, saking ganasnya Mas Rahman kalau sudah di atas ranjang, grutuku dalam hati.
" Mas, bisa bicara sebentar ?" seru Mbak Resti ketika aku dan Mas Rahman akan masuk meninggalkan garasi dengan membawa belanjaan ku.
" Mau bicara apa?" balasnya datar.
" Bicara berdua saja Mas, nanti ya? habis Isyak aku tunggu di taman belakang."Balasnya dengan nada manja.
" Maaf Res, aku ga bisa bicara hanya berdua sama kamu, kalau kamu ngomong sama aku harus bertiga, Istriku juga harus ikut dong, sebab aku bukan pria lajang lagi, aku harus menjaga perasaan Istriku" ujar Mas Rahman dengan tegas.
" Ya udah, abis Isyak ya?" imbuhnya tak mau kalah.
" InshAllah Res, aku usahakan soalnya aku capek sekali, Dek Citra juga capek pastinya kan kalian baru saja pulangkan? maaf kami harus masuk segera bentar lagi mahrib." seru mas Rahman tanpa menunggu jawaban dari Mbak Resti.
" Ia Mas tapi aku akan menunggu Mas Rahman ya?" ucapnya lagi tak mau kalah.
" Terserah kamu Res, aku ga janji bisa menemui kamu nanti," balas Mas Rahman sambil memeluk pinggangku.
" Dah yuk Dek kita masuk istirahat dulu," imbuhnya lembut, tanpa mempedulikan Resti yang masih mematung di garasi, sementara yang lain sudah pergi ke kamar masing-masing.
Setelah kami mandi dan sholat Maghrib kamipun berbincang-bincang di taman belakang kamar sambil menikmati teh panas.
" Mas maaf ya tadi kami belanjanya banyak" jujur tak enak hati sama suamiku itu, karena jujur baru kali ini aku belanja dengan nominal begitu banyaknya.
" Ga apa-apa sayang, belilah apapun yang kamu suka, " ujarnya lembut.
" Mas, tadi Mba Resti juga ikut belanja Mas semua keluarganya di belikan baju," aduku pada pria tampan yang sudah jadi suamiku ini.
" Ya sudah lain kali jangan ya? Mas tak ada kewajiban tanggung jawab pada mereka kok, ini terakhir kalinya ya sayang." Balasnya lembut memperingatkan aku.
" Iya Mas, tapi Mama yang mengijinkan tadi" ucapku lirih.
" Oke ga usah di pikirkan, lain kali Adek juga harus tegas sama dia, besuk Mas sama Mama akan berunding masalah keluarga Resti, Mas mau tanyakan pada mereka sampai kapan mereka akan tinggal di sini sebab Mas ga ada janji dan ga punya kewajiban untuk menanggung hidup mereka." Balasnya menegaskan.
" Mereka harus di tegasi Dek, Mas juga ga akan ngasih celah buat mereka kok terlalu masuk ke dalam kehidupan rumah tangga kita, Adek tenang saja ya," hiburnya padaku.
Aku hanya menganggukkan kepalaku lemah, 'tapi sepertinya Mama mulai menyukai mba Resti Mas,' cicitku dalam hati. Aku takut mengutarakan pada suamiku itu, hanya perasaan was-was itu ku simpan sendiri, tapi sepertinya Mas Rahman mengerti apa yang jadi kegundahanku, semoga kami se- frekwensi sama aku.