NovelToon NovelToon
Misteri Obat Kuat di Dompet Suamiku

Misteri Obat Kuat di Dompet Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor jahat / Pelakor / Selingkuh
Popularitas:157
Nilai: 5
Nama Author: Caracaramel

Anton selalu pulang dengan senyum hangat, perhatian yang tak berubah, dan alasan pekerjaan yang terdengar sangat wajar. Terlalu wajar, hingga Nayla tak pernah merasa perlu meragukannya.

Namun ketika satu demi satu kejanggalan kecil muncul, Nayla mulai dihadapkan pada kenyataan pahit. Pengkhianatan tak selalu datang dari sikap yang dingin, melainkan dari kehangatan yang dijaga dengan terlalu rapi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caracaramel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4

Minggu pagi mengalir perlahan, seperti udara hangat yang masuk dari sela tirai jendela. Di meja makan, Nayla sedang menata roti, selai stroberi, dan sepiring telur orak-arik ketika Anton turun dengan kaus biru tua.

“Pagi,” ucap Anton sambil mencium kepala Nayla dari belakang.

“Pagi,” jawab Nayla. “Sarapan dulu?”

“Sebentar ya, Nay.” Anton menatap istrinya dengan raut sedikit ragu. “Aku harus keluar sebentar. Ada urusan dikit.”

Nayla meletakkan sendok kayu yang ia pegang. “Sekarang?”

“Iya. Nggak lama.” Anton mengusap rambutnya pelan. “Nanti pas pulang kita makan siang bareng.”

Nayla tersenyum. “Oke. Hati-hati.”

Dea muncul dari tangga sambil menguap lebar. “Papa mau ke mana pagi-pagi?”

“Urusan bentar,” jawab Anton. “Kamu sarapan dulu sana.”

“Beliin aku boba,” pinta Dea.

Anton mencubit pelan pipinya. “Iya, kalau sempat.”

“Harus ya, Pa.” Dea menatap penuh harap.

“Iya-iya. Nanti Papa beliin.”

Anton mengambil kunci mobil lalu melangkah pergi. Nayla mengikuti suaminya sampai pintu.

“Aku nggak lama,” kata Anton lagi.

“Iya. Jangan buru-buru di jalan.”

Anton tersenyum, mencium keningnya singkat, lalu pergi. Pintu tertutup, meninggalkan keheningan lembut yang biasa.

***

Matahari mulai terik, Nayla sedang merapikan cucian ketika ponselnya bergetar. Ia mengambilnya tanpa merasa khawatir apapun, sampai melihat nama di layar.

Rani.

Nayla menggeser tombol hijau. “Assalamualaikum, Ran?”

Nada Rani terdengar terburu-buru. “Waalaikumsalam. Nay, kamu lagi di mana?”

“Di rumah. Kenapa?”

“Anton lagi diluar sendirian?”

Pertanyaan itu membuat Nayla mengerutkan dahi. “Iya. Kenapa, Ran?”

Ada jeda sebentar, lalu suara Rani kembali, pelan tapi jelas. “Aku lagi di pusat perbelanjaan sama adikku, terus ini barusan aku lihat orang yang mirip banget sama Anton.”

Nayla tertawa kecil. “Ya kali, Ran, Anton di Pusat perbelanjaan. Itu kan tempatnya besar, pasti cuma mirip.”

“Nay, tapi ini..” suara Rani melembut. “...dia masuk ke toko emas sama perempuan.”

Nayla terdiam. Tangannya ikut berhenti menata pakaian.

“Aku nggak mau kamu salah paham,” lanjut Rani cepat. “Makanya aku tanya dulu. Mungkin benar itu bukan Anton. Tapi Nay, aku kirim fotonya ya. Biar kamu lihat sendiri.”

“Sebenarnya nggak perlu…”

Notifikasi foto masuk sebelum kalimat Nayla selesai. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat. Ia membuka foto itu.

Seorang pria berpostur sangat mirip Anton berdiri di depan etalase toko emas, bersama seorang perempuan berambut panjang mengenakan blouse krem. Posisi dan cahaya membuat wajah pria itu tidak terlihat sepenuhnya, tapi…

Siluetnya. Tubuhnya. Cara berdirinya. Terlalu mirip.

“Nay?” suara Rani memanggil.

Nayla menarik napas panjang. “Bukan Anton, Ran. Kayaknya bukan.”

“Kamu yakin?”

“Iya.” Nayla memaksakan senyum meski Rani tidak bisa melihat. “Dia nggak mungkin ada di sana. Dia lagi urusan kerja.”

“Kalau kamu yakin, ya sudah.”

“Iya.” Nayla menelan ludah. “Makasih ya udah kasih tau.”

Telepon ditutup.

Dan baru setelah layar ponsel mati, dadanya terasa menghangat. Bukan hangat yang enak, tapi seperti digigit rasa was-was yang menuntun napasnya jadi pendek.

Ia mencoba melanjutkan pekerjaannya, tapi jemarinya gemetar halus. Setrika yang biasanya luwes bergerak, kini terseret kasar. Nayla bahkan salah melipat baju dua kali.

Bu Sari, yang sedang menyapu ruang tengah, akhirnya bersuara.

“Mbak Nayla nggak apa-apa? Dari tadi Ibu kelihatan pucat.”

Nayla memaksa senyum. “Saya cuma pusing sedikit, Bu.”

“Kalau pusing, istirahat dulu saja, Bu. Biar saya yang bereskan.”

Nayla menghela napas. “Iya, mungkin saya istirahat sebentar, Bu.”

Ia naik ke kamar, duduk di tepi ranjang, memandangi tirai putih yang bergoyang oleh AC. Pikiran Nayla kacau sampai rasanya ia tak bisa membedakan logika dari ketakutan.

Tidak. Itu bukan Anton. Bukan.

Tentu bukan. Tapi foto itu…

Ia menatap jam. Anton sudah hampir tiga jam pergi. Hatinya gelisah.

***

Dua jam kemudian, suara mobil masuk halaman terdengar. Nayla bergerak cepat turun ke lantai bawah. Anton masuk rumah sambil membawa kantong plastik.

“Yang,” Anton tersenyum lebar. “Aku pulang.”

Nayla menjawab dengan senyum tipis. “Sudah selesai urusannya?”

“Iya.” Anton meletakkan kantong di meja makan. “Maaf agak lama.”

“Nggak apa-apa.”

Dea menyambut dari ruang tamu. “Pa! Mana bobanya?”

Anton mengangkat plastik lain. “Ini.”

“Yaaay!” Dea langsung pergi ke dapur.

Nayla memperhatikan suaminya dengan tatapan tenang—atau setidaknya berusaha begitu. Anton terlihat seperti biasa. Tidak tergesa, tidak gugup.

“Ton,” panggil Nayla pelan.

Anton menoleh. “Ya?”

“Kamu, pergi ke toko emas tadi?”

Anton terkejut. Gerakan kecil, tapi jelas.

“Eh… iya,” jawabnya perlahan. “Kok kamu tahu?”

Nayla menelan ludah. “Kamu sama perempuan, ya?”

Anton terdiam sejenak sebelum mengangguk. “Iya.”

Dada Nayla serasa ditarik ke bawah. Tapi ia tetap berdiri tegak. Anton menghela napas dan merogoh kantong plastik yang tadi ia bawa. Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil. Itu kotak perhiasan.

“Ini,” katanya sambil menyerahkan kotak itu pada Nayla.

Nayla memegangnya dengan hati-hati. “Ini apa?”

“Kalung,” jawab Anton. “Buat kamu.”

Nayla memandangnya, bingung.

“Aku ketemu seorang teman lama di toko itu,” jelas Anton lebih lanjut. “Nggak sengaja. Dia lihat aku lagi pilih kalung dan ngajak ngobrol sebentar. Jadi, ya, kami terlihat bersama.”

Nayla membuka kotak itu perlahan. Sebuah kalung emas putih sederhana berkilau lembut di dalamnya. Indah. Cantik. Jelas sekali pilihan Anton.

Anton menatapnya serius. “Dari siapa kamu dengar aku di toko emas?”

Nayla menutup kotak itu. “Rani. Katanya dia lihat.”

Anton mengangguk pelan, tanpa raut kesal. “Oke.”

Nayla menggenggam kotak itu erat. “Terima kasih, aku suka kalungnya.”

Anton tersenyum tipis. “Aku senang kamu suka.”

“Maafin aku tadi sempat curiga” kata Nayla lirih. “Aku juga sempat berpikir buruk.”

Anton menggeleng pelan. “Nggak apa-apa, Nay. Wajar kok. Kamu kan Istriku.”

Nayla tersenyum kecil, walau hatinya belum sepenuhnya tenang.

Anton meraih tangannya dan mengecup punggungnya. “Aku nggak macam -macam di luar sana, Nay. Jangan terlalu dipikir.”

Nayla membalas genggaman itu. Tapi jauh di lubuk hatinya, kerikil kecil sudah jatuh.

Setelah Anton mengecup punggung tangannya, Nayla mengangguk kecil lalu tersenyum tipis.

“Kalungnya… nanti tolong pasangkan ya,” katanya lirih, mencoba mencairkan suasana.

“Boleh,” jawab Anton, suaranya lembut.

Ia lalu melangkah ke kamar untuk mengganti baju, sementara Nayla tetap berdiri di ruang tamu dengan kotak kecil di tangannya. Cahaya lampu sore memantul di permukaan kotak itu, membuatnya terasa lebih berat dari ukuran sebenarnya.

Dea mendekat sambil menyeruput bobanya. “Ma, kalung baru?”

Nayla tersenyum lembut. “Iya. Dari Papa.”

“Cantik banget tuh pasti,” kata Dea tanpa curiga sedikit pun. “Papa memang jagonya kalau soal pilih hadiah.”

Nayla menatap putrinya sebentar, lalu mengangguk. “Iya, dong! Papa memang selalu perhatian.”

Ucapan itu terdengar wajar, tapi hatinya terasa mengencang. Ia mencoba mengatur napas, menyadari bahwa satu pertanyaan kecil saja bisa mengguncangkan ketenangan yang tadi pagi terasa begitu utuh.

Namun ketika Anton kembali ke ruang tamu dengan kaus bersih dan rambut agak basah, ia tersenyum seperti biasa. Hangat, dekat, dan tanpa tanda-tanda menyimpan sesuatu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!