Revan adalah pria tampan dan pengusaha muda yang sukses. Namun di balik pencapaiannya, hidup Revan selalu berada dalam kendali sang mama, termasuk urusan memilih pendamping hidup. Ketika hari pertunangan semakin dekat, calon tunangan pilihan mamanya justru menghilang tanpa jejak.
Untuk pertama kalinya, Revan melihat kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri. Bukan sekadar mencari pengganti, ia menginginkan seseorang yang benar-benar ingin ia perjuangkan.
Hingga ia teringat pada seorang gadis yang pernah ia lihat… sosok sederhana namun mencuri perhatiannya tanpa ia pahami alasannya.
Kini, Revan harus menemukan gadis itu. Namun mencari keberadaannya hanyalah langkah pertama. Yang lebih sulit adalah membuatnya percaya bahwa dirinya datang bukan sebagai lelaki yang membutuhkan pengganti, tetapi sebagai lelaki yang sungguh-sungguh ingin membangun masa depan.
Apa yang Revan lakukan untuk meyakinkan wanita pilihannya?Rahasia apa saja yang terkuak setelah bersatu nya mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ra za, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Pergi Bersama
Hari yang dijanjikan pun tiba. Mendekati waktu pertemuan, Revan sudah bersiap. Hari ini penampilannya berbeda dari biasanya. Jika selama ini ia identik dengan jas dan kemeja formal, kali ini ia memilih gaya santai, kaos hitam fitted, jaket denim warna gelap, celana jeans rapi, serta sneakers putih yang membuatnya semakin tampan. Rambutnya ditata simpel, namun tetap rapi, cukup membuat siapa pun enggan berpaling dari menatapnya.
Setelah merasa penampilannya sempurna, Revan keluar dari kamar. Baru beberapa langkah melewati ruang keluarga di mana papa, mama, dan neneknya sedang berkumpul, ia langsung dihentikan oleh suara neneknya.
“Wah, cucu nenek makin tampan saja hari ini.”
Revan berhenti dan tersenyum kecil.
“Mau ke mana kamu, Re?” tanya Surya sengaja, padahal ia sudah tahu tujuan putranya.
“Re mau keluar dengan Eliana, Pa. Selama kami kenal dan bertunangan, kami hampir tidak pernah pergi berdua. Jadi Re pikir hari ini saatnya mengajak dia jalan.” Revan menjelaskan dengan tenang.
Miranda langsung menatap penampilan putranya dari atas sampai bawah. “Penampilanmu tidak seperti biasanya. Dulu, waktu keluar dengan Celin, kamu selalu memakai pakaian formal. Sekarang… seperti ini. Apa gadis itu sudah mengatur mu?”
Revan langsung mengatur nafas, ia tidak ingin berdebat dengan mamanya. “Ma, Eliana itu tidak pernah mengatur Re. Tolong jangan berpikir yang aneh-aneh tentang dia.”
Melihat arah pembicaraan mulai tidak nyaman, Revan segera mengambil langkah.
“Pa, Nek, Revan pergi dulu.” Ia sengaja menghindari perdebatan lebih panjang dengan sang mama.
“Iya, Re. Hati-hati. Ingat, meski kalian sudah bertunangan, tetap jaga jarak. Jangan berbuat yang tidak-tidak,” pesan Surya.
“Iya, Pa. Revan ingat.” “Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumussalam,” sahut Surya dan neneknya bersamaan.
Revan lalu berjalan cepat keluar, masuk ke mobil, dan melajukan kendaraan menuju apartemen Eliana.
Perjalanan memakan waktu hampir dua puluh menit. Sesampainya di parkiran, Revan langsung mengabari Eliana bahwa ia sudah di bawah. Tak lama kemudian, Riki juga tiba menggunakan mobilnya sendiri.
"Hai bro udah sampai aj Lo." Ucap Riki begitu ia keluar dari mobil.
Revan menoleh tanpa menjawab.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Eliana dan Nadia muncul dari pintu lobi. Eliana melambaikan tangan.
“Maaf ya, lama nunggu,” ucapnya sopan.
“Nggak kok, kami baru sampai,” jawab Revan sambil tersenyum. “Ayo, kita berangkat.”
Revan dan Riki masing-masing menggunakan mobil sendiri. Nadia naik bersama Riki, sementara Eliana duduk di samping Revan.
Baru beberapa menit berjalan, Eliana bertanya, “Kita mau ke mana, Re?”
“Karena hari masih siang, bagaimana kalau kita ke Wonder Sky Theme Park?” jawab Revan. “Di sana ada roller coaster, bianglala, wahana air… lengkap.”
Eliana tersenyum lebih lebar. “Boleh juga, sudah lama aku nggak ke sana.”
“Apa Riki sudah tahu kita akan ke sana?” tanya Eliana lagi sambil melihat ke belakang.
“Belum. Biar kan saja,” jawab Revan santai sambil melirik kaca spion. “Dia pasti ikut ke mana pun kita pergi.”
---
Setibanya di Wonder Sky Theme Park, mereka segera turun dari mobil. Suasana ceria langsung terasa. Musik taman hiburan, teriakan pengunjung dari berbagai wahana, hingga aroma jajanan membuat tempat itu benar-benar hidup.
Riki menghampiri Revan dengan mata berbinar. “Wah, seru juga nih! Udah lama banget gue nggak main beginian,” katanya antusias.
Mereka membeli karcis lebih dulu. Karena hari ini akhir pekan, pengunjung cukup ramai, tapi tidak sampai mengganggu. Justru keramaian itulah yang membuat suasana terasa menyenangkan.
Jika Revan mau, ia bisa saja menyewa tempat itu untuk mereka berempat saja. Tapi ia tahu, Eliana tidak akan mungkin menyetujui tindakan semewah itu. Dan karena tidak ingin mengecewakan Eliana, ia pun mengurungkan niat tersebut.
“Kita mau naik yang mana dulu nih?” Riki memutar badan, memperhatikan wahana di sekitar mereka.
“Aku mau naik roller coaster!” seru Eliana spontan.
“Aku setuju!” Nadia langsung mengangkat tangan.
Revan dan Riki saling pandang. Ekspresi mereka sama, seakan kaget.
Nadia langsung menyipitkan mata ke arah Riki. “Kenapa diem? Kamu takut ya?”
“Siapa juga yang takut!” Riki cepat-cepat berdalih. “Gue cuma mau mastiin kalian nggak salah pilih permainan.”
Eliana dan Nadia tak menunggu lama. “Ayo! Mumpung antreannya belum ramai!” seru Eliana sambil menarik tangan Nadia menuju jalur antrean.
Riki menelan ludah. Dari dekat, rel roller coaster terlihat jauh lebih tinggi dan berliku. Jantungnya berdebar, tapi ia menegakkan badan. Ya Allah, kuatkan aku. Aku tidak boleh terlihat lemah di depan mereka, batinnya sambil mengikuti langkah yang lainnya dari belakang.
Revan hanya diam. Wajahnya datar, tapi mata Eliana sempat menangkap senyum kecilnya, seolah Revan menahan tawa melihat wajah pucat Riki.
Setelah mereka duduk dan pengaman terkunci, roller coaster mulai bergerak perlahan. Riki langsung menggenggam palang pengaman sekuat tenaga.
Ketika kereta mencapai puncak tertinggi dan berhenti sejenak, angin bertiup kencang.
“Wooooo! Ini seru!” teriak Nadia semangat.
Begitu juga dengan Eliana, ia ikut berteriak, bukan karena takut, tapi karena menikmati sensasinya.
Beberapa detik kemudian, kereta meluncur turun dengan kecepatan tinggi, berbelok tajam, memutar, dan melewati turunan yang membuat perut serasa terbang. Teriakan mereka bersahut-sahutan, bercampur tawa.
Sementara itu, teriakannya Riki sudah tidak terkontrol. “AAAAAAA! STOP!!! GUE NYERAH!!!” akhirnya Riki menyerah.
Saat roller coaster berhenti, mereka turun dengan wajah biasa saja. Revan hanya menghela napas pendek dan merapikan rambutnya. Eliana dan Nadia masih tertawa.
Terkecuali Riki. Ia turun sempoyongan, wajahnya pucat, langkahnya seperti habis menaiki kapal yang diterjang badai. “Gue… gue masih hidup,” gumamnya lirih.
“Astaga, Rik… lucu banget kamu tadi!” Nadia hampir terjatuh karena tertawa.
Setelah itu mereka mencoba beberapa wahana lain, meskipun Riki lebih banyak mencari alasan untuk menonton saja. Hari terasa menyenangkan bagi semuanya, terlebih bagi Revan dan Eliana yang mulai terlihat lebih akrab.
Menjelang magrib, Revan mengajak mereka mencari mushola yang berada di dekat area food court. Setelah selesai melaksanakan ibadah, mereka memutuskan makan malam di restoran dalam area taman hiburan.
“Apa kalian mau makan berat atau camilan dulu?” tanya Revan.
“Makan berat dong, aku lapar banget,” jawab Nadia tanpa ragu.
“Boleh. Ada menu apa ya?” Eliana melihat buku menu.
Setelah memesan dan makan malam berakhir dengan obrolan ringan serta canda tawa, mereka melanjutkan rencana berikutnya, menonton film di bioskop yang berada tidak jauh dari lokasi taman hiburan. Tanpa mereka sadari, ditempat yang sama tak jauh dari mereka. Ada sepasang mata yang terus mengawasi. Celin berdiri di balik dinding dekat pintu masuk bioskop, menggenggam tasnya kuat menyalurkan kemarahan nya . Celin tidak terima ketika melihat Eliana berjalan di samping Revan sambil tertawa bahagia.
"aku harus memberi peringatan pada gadis itu." Pikir Celin
tapi dengan cepat ia menahan diri.
Ia tidak mau terlihat bar-bar didepan Revan.
"Belum saatnya. Tapi aku tidak akan diam." Ucap Celin pelan, langsung berlalu pergi.