NovelToon NovelToon
SAYAP PATAH MARIPOSA

SAYAP PATAH MARIPOSA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Lari Saat Hamil
Popularitas:261
Nilai: 5
Nama Author: Essa Amalia Khairina

Seharusnya di bulan Juni, Arum tidak menampakkan dirinya demi mendapatkan kebahagiaan bersama seseorang yang di yakini bisa mengubah segala hidupnya menjadi lebih baik lagi. Nyatanya, sebelah sayapnya patah. Bukan lagi karena hujan yang terus mengguyurnya.

Sungguh, ia begitu tinggi untuk terbang, begitu jauh untuk menyentuhnya. Dan, begitu rapuh untuk memilikinya...

Langit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Essa Amalia Khairina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PREDIKSI

BEBERAPA MINGGU KEMUDIAN...

Sore itu, ketika langit mulai gelap, Arum telah bersiap untuk pulang. Namun, ketika hendak mengambil tas di lokernya, sesuatu membuat ia beranjak.

Perutnya terasa seperti diaduk perlahan. Arum memejamkan mata, menahan gelombang mual yang datang tiba-tiba sejak pagi. Ada rasa tidak nyaman yang menjalar dari ulu hati hingga tenggorokan, membuatnya harus menarik napas dalam-dalam. Tangannya refleks mengusap perutnya yang masih rata.

Dan seketika itu juga, kali ini ia benar-benar tak bisa menahannya lagi. Langkahnya tergesa menuju wastafel kamar mandi toko, tubuhnya membungkuk saat rasa mual itu memuncak. Beberapa kali ia memuntahkan isi perutnya, napasnya terengah, tangannya mencengkeram tepi wastafel agar tidak limbung.

Sementara itu, Tari—temannya yang sejak tadi sibuk memotong barang bunga mawar, akhirnya menyadari ada yang tidak beres. Ia menyusul dengan wajah panik, langkahnya tergesa menyusuri lorong sempit menuju kamar mandi. Kemudian, lengannya mengetuk-ngetuk salah satu pintu kamar mandi yang terkunci, yang didalamnya ada Arum bersama suara mualnya yang terdengar semakin parah.

"Arum...?" Lirihnya, namun jelas. "Kamu kenapa, Rum?"

Tak ada jawaban selain suara air yang masih mengalir pelan. Tari menelan ludah, cemasnya kian menebal. Ia kembali mengetuk, kali ini sedikit lebih kuat.

"Arum, kamu baik-baik aja?" Desaknya.

Di balik pintu, Arum bersandar lemah pada dinding dingin. Napasnya belum sepenuhnya teratur, dadanya naik turun menahan sisa mual yang masih berdenyut. Dengan lemah, ia akhirnya menoleh ke arah pintu. “G-gak apa-apa, Tar… cuma mual.” Jawabnya dengan suara parau, hampir tak terdengar.

"Syukurlah, tapi kamu yakin?"

"Iya." Jawab Arum sambil menatap langit-langit kamar mandi.

Kemudian, ia melangkah lagi menuju westafel, meraih keran, dan membasuh wajahnya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, matanya yang tampak lebih sayu, bibirnya kehilangan warna. "Apa jangan-jangan, aku..."

Arum segera meraih ponselnya dari balik saku celana. Jemarinya sedikit gemetar saat layar itu menyala, menampilkan nama yang sudah begitu akrab di matanya. Ia menelan ludah, ragu sejenak, lalu menarik napas sambil menatap ke arah pintu. Ia tahu Tari masih ada di baliknya. Dan, suara kamar mandi yang menggema pasti akan terdengar keluar meski suaranya sudah sangat pelan ketika bicara.

Di saat yang masih sama, dengan sedikit ragu, tapi juga harus, jemarinya mulai menari di atas keyboard...

Mas, kamu masih dimana? Sepertinya aku hamil, Mas!

Satu menit...

Dua menit, menunggu belum ada balasan. Ia mulai panik sambil mondar-mandir di tempatnya, kuku-kuku ibu jarinya saling bergesekan, sesekali menatap layar ponselnya dan belum menunjukkan adanya notifikasi.

Hingga sepuluh menit kemudian, Arum kembali menatap lagi ponselnya ketika benda tipis di tangannya itu bergetar.

Aku sudah di depan toko. Aku baru tiba. Keluarlah.

Balasan itu tegas dan mantap. Arum segera bergerak menuju pintu, meraih kenopnya, dan membukanya lebar.

Sesuai prediksinya, dibaliknya, Tari masih menunggu dan kini memandang penuh wajahnya dengan penuh cemas.

"Ya Tuhan. Muka kamu pucat banget, Rum." Ucap Tari. "Kamu baik-baik aja kan, Rum?"

Arum mengangguk dengan senyuman. "Kayaknya aku lagi gak enak badan, Ri. Pacar aku udah nunggu di depan toko. Aku pulang duluan, ya... sekalian mau ke dokter dulu."

"Ya udah, kamu cepat sembuh ya... Rum. Semoga gak terjadi apa-apa. Untungnya kamu pulang cepat gak ada lembur."

"Aku pulang duluan, ya." Arum segera berbalik dan menghilang dari lorong kamar mandi.

Ia telah kembali ke depan toko. Dan benar saja, begitu pandangannya terarah ke luar etalase kaca, mobil Langit sudah terparkir rapi di sana, seolah menunggu sejak tadi. Arum menghembuskan napas lega, beban di dadanya terasa sedikit mengendur.

Tanpa menunda, ia meraih tasnya dari dalam loker, menyampirkannya ke bahu dengan gerakan tergesa. Ia tak sempat berpamitan panjang—hanya menoleh sekilas pada Tari yang menatapnya penuh khawatir, lalu mengangguk kecil sebagai isyarat.

Langkahnya cepat keluar dari toko, meninggalkan aroma bunga dan keramaian di belakang. Begitu pintu tertutup, udara luar menyambutnya.

Langkahnya bergegas cepat menuju mobil Langit. Begitu sampai, Arum langsung membuka pintu penumpang dan naik dengan gerakan terburu-buru. Tubuhnya sedikit gemetar saat ia duduk.

Pintu ditutup rapat di belakangnya. SekEtika, aroma yang begitu dikenalnya menyergap indra penciumannya—campuran parfum Langit dan wangi khas interior mobil yang menyatu sempurna. Aroma itu selalu berhasil menenangkannya, seolah memberi isyarat bahwa ia berada di tempat yang aman.

Namun, kali ini rasa nyaman itu hanya bertahan sesaat. Di balik ketenangan semu tersebut, gelombang mual kembali bergejolak di perutnya, lebih kuat dari sebelumnya. Arum menelan ludah, jemarinya mengepal di atas paha, berusaha mengendalikan tubuhnya yang terasa semakin lemah.

"Sayang, kamu pucat sekali." Ucap Langit memandang Arum penuh.

"Mas, aku... sepertinya hamil." Ulang Arum. "Dari pagi, aku merasa mual-mual. Dan tadi... aku gak kuat lagi, Mas."

Langit mengangguk pelan sambil mengusap bahu Arum dengan lembut, sentuhan kecil yang sarat penenang. Setelah itu, jemari kokohnya beralih, berlabuh mantap pada tuas persneling.

“Ya udah… kita ke doKter kandungan, ya,” Ucapnya tenang, meski sorot matanya menyimpan kekhawatiran. “Biar kita cek, apa benar kamu positif hamil.”

Arum terdiam. Kata-kata itu meluncur begitu nyata, membuat dadanya berdesir. Ia hanya mampu mengangguk kecil, menahan campur aduk perasaan yang menyeruak—takut, gugup, namun juga harap.

Langit kemudian menginjak pedal rem, memutar setir dengan hati-hati sebelum mobil melaju meninggalkan tempat itu. Di dalam kabin yang hening, hanya suara mesin dan napas mereka yang terdengar. Arum kembali mengusap perutnya perlahan, sementara di sampingnya, Langit fokus menatap jalan—menuju jawaban yang akan mengubah hidup mereka selamanya.

****

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!