NovelToon NovelToon
MY FORBIDDEN EX-BOYFRIEND

MY FORBIDDEN EX-BOYFRIEND

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah dengan Musuhku / Cinta Terlarang / Murid Genius / Romansa / Fantasi Wanita / Enemy to Lovers
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: NonaLebah

Jessy Sadewo memiliki segalanya: kecantikan mematikan, kekayaan berlimpah, dan nama yang ditakuti di kampus. Tapi satu hal yang tak bisa dia beli: Rayyan Albar. Pria jenius berotak encer dan berwajah sempurna itu membencinya. Bagi Rayyan, Jessy hanyalah perempuan sombong.

Namun, penolakan Rayyan justru menjadi bahan bakar obsesi Jessy. Dia mengejarnya tanpa malu, menggunakan kekuasaan, uang, dan segala daya pesonanya.

My Forbidden Ex-Boyfriend adalah kisah tentang cinta yang lahir dari kebencian, gairah yang tumbuh di tengah luka, dan pengorbanan yang harus dibayar mahal. Sebuah roman panas antara dua dunia yang bertolak belakang, di mana sentuhan bisa menyakitkan, ciuman bisa menjadi racun, dan cinta yang terlarang mungkin adalah satu-satunya hal yang mampu menyembuhkan — atau justru menghancurkan — mereka berdua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NonaLebah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 25

Kampus Universitas Baratha pagi itu diselimuti oleh atmosfer yang berbeda. Bukan hanya deru mesin fotokopi dan obrolan santai, melainkan sebuah ketegangan yang nyata dan berdenyut. Di lorong-lorong gedung fakultas, terutama di dekat ruang sidang, terlihat para mahasiswa yang berdiri atau duduk di lantai dengan ekspresi campur aduk. Ada yang sibuk mengulang-ulang presentasi dengan bibir komat-kamit, ada yang memegang berkas skripsi hingga jari-jemarinya memutih, dan ada pula yang hanya terduduk lesu, menatap kosong ke depan sambil menunggu nama mereka dipanggil. Ini adalah hari penentuan bagi banyak orang.

Rayyan Albar adalah salah satu dari mereka yang mengantri. Dia berdiri dengan tenang di dekat pintu ruang sidang, posturnya yang tegap dan wajahnya yang tampan dengan mudah menonjol di antara kerumunan. Berbeda dengan kebanyakan mahasiswa lain yang terlihat gugup, wajah Rayyan tetap memancarkan ketenangan yang khas. Matanya yang tajam sesekali memindai sekeliling, menganalisis situasi seperti dia menganalisis diagram sirkuit. Di tangannya, tas laptop berisi presentasi dan berkas yang sudah dia persiapkan dengan sempurna.

Ponsel di sakunya bergetar. Dia mengangkatnya, dan suara Jessy yang riang segera memecah konsentrasinya. "Aku di lobi kampus."

"Oke, nanti aku kesitu," balas Rayyan dengan suara rendah sebelum menutup telepon. Dia melirik antrian yang masih panjang, lalu memutuskan untuk turun sebentar.

Begitu sampai di lobi, pandangannya langsung menemukan Jessy. Gadis itu berdiri bagai permata di tengah keramaian. Dengan gaun mini berwarna pastel dan high heels yang memperlihatkan kaki jenjangnya, dia terlihat seperti berasal dari planet lain dibandingkan dengan mahasiswa lain yang berkaus oblong dan celana jeans. Beberapa pasang mata, baik mahasiswa maupun dosen yang lewat, tertuju padanya, penuh rasa ingin tahu dan kekaguman.

Rayyan mendekat dengan langkah yang sedikit kaku, merasa tidak nyaman menjadi pusat perhatian.

"Udah?" tanya Jessy, matanya berbinar.

"Masih nunggu panggilan," jawab Rayyan singkat, berusaha menjaga jarak.

"Lama ya?" Jessy mendekat, ingin mengurangi jarak itu.

"Belum tau. Tapi kalau kamu bosen, kamu bisa main aja dulu. Nanti kalau udah selesai aku kabarin," jelas Rayyan, berharap Jessy mau memahami 'ketidaknyamanannya'.

Tapi Jessy hanya tersenyum manja dan langsung merangkul lengan Rayyan. "Tapi aku mau temenin kamu."

Seketika, Rayyan bisa merasakan tatapan yang semakin banyak tertuju pada mereka. Bisikan-bisikan mulai terdengar. Rasanya seperti ratusan laser menembus kulitnya. Dia adalah pribadi yang sangat privasi, dan hubungannya dengan Jessy adalah sesuatu yang ingin dia jaga rapat-rapat, setidaknya untuk sementara.

"Jes, jangan begini," desisnya pelan, matanya menghindari tatapan orang-orang. "Nggak enak diliatin yang lain."

Ekspresi Jessy sedikit redup. Dia akhirnya memahami bahasa tubuh Rayyan yang kaku dan tatapannya yang menghindar. Perlahan, dia melepaskan genggamannya. "Ya udah, aku mau jalan dulu sama Nita dan Della. Nanti kalau kamu udah selesai, telpon aku ya."

"Iya," Rayyan mengangguk, rasa lega dan bersalah bercampur aduk di hatinya.

Jessy pun berbalik dan berjalan menjauh, meninggalkan Rayyan yang kembali ke antrian dengan perasaan sedikit berat.

---

Tak lama kemudian, Jessy sudah berada di sebuah kafe aesthetic dekat kampus, duduk berseberangan dengan Nita dan Della. Aroma kopi dan kue hangat memenuhi udara.

"Jadi lo beneran udah jadian sama Rayyan?" tanya Della, mata penuh rasa ingin tahu sambil menyendok es krim di atas waffle-nya.

Jessy tersenyum bangga, matanya berbinar. "Iya dong. Kan gue udah bilang kalau gue pasti bisa dapetin Rayyan."

Nita, yang sedang memeriksa cat kukunya, mendengus tak percaya. "Bentaran doang, nanti juga putus kayak yang udah-udah. Kan Jessy bosenan," ejeknya.

Wajah Jessy langsung berubah. "Eh...! Rayyan beda. Nggak mbosenin kayak yang lain," sanggahnya dengan nada sedikit melengking, membela diri.

"Kemaren bilang Rayyan cuma mainan doang. Sekarang jadinya diseriusin?!" sindir Nita lagi, senang melihat Jessy tersulut.

Jessy hanya terkekeh, mencoba menutupi rasa malunya. "Rahasia deh. Kepo banget," godanya, berusaha mengalihkan topik. Tapi di dalam hatinya, dia tahu Nita benar. Awalnya, Rayyan memang hanya sebuah tantangan, sebuah objek yang ingin dia taklukkan. Tapi sekarang? Perasaannya telah berubah, menjadi sesuatu yang lebih dalam, lebih serius, dan itu sedikit menakutkannya.

***

"Aku di parkiran," ucap Jessy melalui telepon, suaranya bersemangat menembus speaker ponsel Rayyan yang sederhana.

"Iya, aku kesitu," balas Rayyan, dan tak lama kemudian, sosoknya yang tegap sudah terlihat menyusuri deretan mobil di area parkiran kampus. Dia mengenakan kaus abu-abu polos dan celana jeans tua yang setia, kontras dengan lingkungan mewah di sekitarnya.

Jessy, yang sedang bersandar di samping mobil putihnya yang mengkilap, langsung melambai-lambaikan tangannya. Wajahnya bersinar di bawah sinar matahari sore. Begitu Rayyan mendekat, Jessy mengulurkan sebuah bouquet bunga yang besar dan elegan, penuh dengan bunga mawar merah dan lily putih yang harum.

"Selamat karena udah menyelesaikan skripsi!" seru Jessy, senyumnya lebar dan tulus.

Rayyan menerima bouquet itu dengan kedua tangan, sebuah senyum kecil yang jarang muncul menghiasi bibirnya. "Terima kasih, Jes." Aromanya yang wangi menyergap indranya, menciptakan kontras yang manis dengan bau bensin dan aspal panas.

"Aman kan? Nggak ada yang perlu direvisi?" tanya Jessy penuh harap, matanya berbinar.

Rayyan menghela napas ringan. "Ada sedikit," jawabnya jujur.

Wajah Jessy berubah dramatis. "Hah? Serius? Seorang Rayyan yang super cerdas ada revisian juga?" ujarnya, seolah tidak percaya. Bagi Jessy, Rayyan adalah sosok yang hampir sempurna dalam hal akademis.

Rayyan terkekeh, geli melihat reaksinya. "Namanya juga masih mahasiswa, pasti ada salahnya lah," ujarnya merendah.

"Ayo kita kencan lagi. Aku traktir sebagai hadiah," ajak Jessy tiba-tiba, matanya berbinar dengan ide itu. "Ayo naik!" serunya, menunjuk ke mobil mewahnya.

"Motor aku?" tanya Rayyan, ragu.

"Biar aja disini dulu. Besok kita ambil," kekeh Jessy, sudah membuka pintu passenger untuknya. Rayyan akhirnya mengalah, memasukkan bouquet bunganya dengan hati-hati ke dalam mobil sebelum duduk di samping Jessy.

Mobil itu meluncur mulus, membelah kemacetan Jakarta, meninggalkan kampus dan motor tuanya yang setia di belakang.

---

Sore itu, mereka sudah duduk di sebuah restoran mewah di lantai atas sebuah hotel berbintang. Pemandangan kota Jakarta yang mulai dihiasi lampu-lampu neon terbentang di balik jendela kaca lebar. Suasana romantis tercipta dengan lampu temaram dan denting piano yang lembut. Beberapa hidangan lezat sudah tersaji di atas meja mereka.

"Congratulation, Honey..." seru Jessy, mengangkat gelas jusnya untuk bersulang, wajahnya berseri-seri.

Rayyan tersenyum, membalasnya dengan gelas air mineralnya. "Terima kasih, Jes."

Setelah mereka mulai menyantap makanan, Jessy dengan mata berbinar mengambil tas brandednya dan mengeluarkan sebuah bungkusan hitam yang elegan, diikat dengan pita sutra emas.

"Apa ini?" tanya Rayyan, senyumnya masih terpancar, namun ada sedikit kehati-hatian di matanya.

"Buka dong," desak Jessy, tidak sabar.

Dengan hati-hati, Rayyan membuka bungkusan itu. Di dalamnya, terbaring sebuah kotak ponsel merek ternama. Bukan ponsel biasa, melainkan model terbaru dengan layar lebar dan desain yang ramping, sebuah benda yang jelas-jelas sangat mahal dan kontras dengan ponsel lawannya yang layarnya sudah retak.

Senyum di wajah Rayyan sedikit memudar, digantikan oleh kerutan halus di dahinya. "Jes, ini berlebihan," ujarnya, suaranya rendah. Rasa tidak nyaman terpancar jelas dari raut wajahnya. "HP aku masih oke kok. Lagian kamu udah kasih aku laptop. Itu udah cukup."

Jessy langsung cemberut, bibirnya menyunggingkan kekecewaan. "Jadi kamu nggak suka?" godanya, mencoba mencairkan suasana. "Apa aku perlu rusakin HP kamu dulu biar kamu mau terima HP-nya?" Iming-iming itu mengingatkan mereka berdua pada insiden jus dan laptop.

Rayyan menggeleng, wajahnya serius. "Bukan gitu, Jes." Dia menatapnya, matanya yang gelap penuh dengan perasaan kompleks. "Aku bahkan belum pernah kasih apapun buat kamu selama ini. Dan... kamu udah kasih aku banyak hal yang... aku sendiri nggak bisa balesnya." Suaranya terbata, dipenuhi oleh rasa malu dan sungkan yang dalam. Sebagai seorang pria yang mandiri dan bangga, menerima begitu banyak hadiah mahal terasa seperti mengikis harga dirinya.

Mendengar pengakuannya, ekspresi Jessy melunak. Dia meletakkan tangannya di atas tangan Rayyan. "Ini nggak seberapa dari segala hal yang kamu ajarin ke aku," ujarnya, suaranya lembut dan tulus. "Yang bikin aku jadi perempuan yang lebih baik sekarang." Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan dengan polosnya, "Nanti kalau kamu udah sukses, kamu bisa lamar aku dan beliin aku rumah."

Lamar?

Kata itu menggantung di antara mereka, berat dan penuh konsekuensi. Bisakah Rayyan melamar Jessy kelak? Bisakah dia, seorang pemuda dari latar belakang sederhana, menaklukkan hati sang ibu untuk menerima Jessy—seorang gadis yang pernah melukainya begitu dalam—sebagai menantunya?

Rayyan terdiam. Pria berusia 22 tahun itu memandangi wajah Jessy yang penuh harap dan cinta. Di balik ketampanan dan kecerdasannya, ada seorang pemuda yang belum sepenuhnya mengerti betapa beratnya dunia kerja yang akan dia masuki, betapa besarnya tanggung jawab yang harus dia pikul, dan betapa rumitnya jalan yang harus dia tempuh untuk bisa berdiri setara dan memenuhi "janji" yang tak terucap itu.

Dia tidak bisa menjanjikan sesuatu yang belum pasti. Masa depannya masih seperti kabut di pagi hari. Akhirnya, dia hanya mengambil ponsel baru itu, tidak membukanya, dan meletakkannya di samping bouquet bunga.

"Makasih, Jes," ucapnya, suaranya lembut namun mengandung beban yang hanya dia sendiri yang tahu beratnya. "Aku... akan coba buat jadi lebih baik." Itu adalah satu-satunya janji yang bisa dia berikan untuk saat ini—janji untuk berusaha, tanpa tahu apakah usahanya akan cukup untuk menjembatani dua dunia yang memisahkan mereka.

***

Beberapa bulan telah berlalu sejak sidang skripsi. Proses revisi yang melelahkan dan demonstrasi sistem manajemen energi cerdas ciptaan Rayyan akhirnya berbuah manis. Hari yang dinantikan pun tiba—hari wisuda.

Auditorium utama Universitas Baratha dipadati oleh lautan toga hitam dan wajah-wajah penuh haru. Sorotan lampu, gemerincing medali, dan aroma bunga memenuhi udara. Di antara ribuan wisudawan, ada satu nama yang disebut dengan penuh hormat: Rayyan Albar.

"Dengan predikat Cum Laude dan IPK sempurna, serta penghargaan sebagai Lulusan Terbaik Fakultas Teknik Elektro, kami berikan kepada Rayyan Albar!"

Sorak-sorai dan tepuk tangan gemuruh mengiringi langkah Rayyan yang tegap menuju panggung. Wajahnya yang biasanya dingin kali ini memancarkan kebanggaan yang tak terbendung. Di barisan keluarga, Maryam duduk dengan tegak, tangannya bergetar memegang sapu tangan. Air mata kebahagiaan mengalir deras di pipinya yang berkerut. Semua pengorbanannya—setiap adonan roti yang diuleni, setiap bangku kayu yang diperbaiki—terbayar sudah pada detik ini.

---

Prosesi wisuda usai. Para wisudawan dan keluarga mereka memadati area foto yang telah disediakan kampus. Suasana riuh rendah penuh tawa dan pelukan. Rayyan, dengan toga hitamnya yang gagah, berdiri di samping Maryam. Wajah sang ibu masih basah oleh air mata, namun senyumnya tak pernah selebar ini.

"Yan, Ibu bangga sekali," bisik Maryam sambil merapikan jubah putranya.

Mereka bergabung dengan antrian untuk foto resmi. Setelah beberapa pose, mereka berhasil menyelesaikan sesi foto dan menepi untuk memberi kesempatan pada keluarga lain.

Tiba-tiba, dari balik kerumunan, sebuah sosok familiar muncul. Jessy.

Dia berdiri di sana, memegang bouquet bunga yang indah. Gaun putih elegan yang dikenakannya kontras dengan keriuhan sekeliling, membuatnya terlihat seperti bintang yang jatuh di tengah keramaian. Wajahnya bersinar, senyum lebar terpancar.

"Rayyan... Selamat," ucap Jessy, mendekat dengan langkah percaya diri.

Flashback:

Seminggu yang lalu, di kamar kos Rayyan.

"Jes, untuk wisuda nanti... kamu nggak usah datang, ya," pinta Rayyan, suaranya hati-hati.

Jessy mengerutkan kening. "Kenapa? Aku mau lihat kamu pakai toga!"

Rayyan memandangnya, konflik terlihat di matanya. "Acaranya... akan banyak orang. Dan aku nggak enak kalo nanti orang-orang liatin kita." ujar Rayyan beralasan.

Jessy terdiam, memahami maksudnya. "Oke," jawabnya akhirnya, sedikit kecewa. "Tapi sebagai gantinya, kamu janji kita akan pergi liburan berdua, ya."

"Janji," ucap Rayyan, lega.

Kembali ke masa kini, Rayyan terpaku. "Jes..." gumannya, suaranya nyaris tak terdengar. Darahnya seolah membeku. Dia tidak menyangkanya akan datang.

Mendengar putranya menyebut nama itu, senyum di wajah Maryam pudar dalam sekejap. Dia mengenali gadis itu. Wajah cantik nan arogan yang pernah menghancurkan bangkunya dan menghina harga dirinya. Api kemarahan lama menyala di dadanya.

Dengan senyum manis yang masih tersisa, Jessy mengulurkan bouquet bunganya kepada Rayyan. "Buat kamu," bisiknya.

Tangan Rayyan bergetar hebat saat menerimanya. Dia tidak berani menatap mata ibunya yang kini membara.

Jessy kemudian menoleh kepada Maryam, dengan sopan dan ramah, dia menjulurkan tangannya. "Perkenalkan, Bu. Saya Jessy..."

Tapi Maryam tidak menjawab. Tatapannya seperti belati, menusuk tepat ke arah Jessy. Suasana di sekitar mereka tiba-tara terasa membeku.

Jessy, yang masih berusaha tersenyum, melanjutkan, "Selamat ya, Bu, atas kelulusan Rayyan." Tangannya masih terulur, menggantung di udara, tak mendapat sambutan.

Kebingungan mulai menyelimuti wajah Jessy. Dia memandangi tangannya sendiri, lalu menatap Rayyan yang wajahnya pucat pasi, seperti patung yang terpaku.

"Bu...?" panggil Jessy lagi, suaranya kecil, penuh pertanyaan.

Lalu, dengan gerakan yang tiba-tiba dan penuh amarah, Maryam meraih bouquet bunga dari genggaman Rayyan yang kaku, dan dengan sekuat tenaga, melemparkannya ke lantai. Bunga-bunga yang indah itu berserakan, kelopak-kelopaknya berhamburan, diinjak-injak oleh orang yang lalu lalang.

"Bu!" seru Rayyan, terkejut dan tercengang.

Maryam menunjuk telunjuknya ke arah Jessy, suaranya lantang dan penuh kebencian, memecah keriuhan di sekitar mereka. "Bawa bunga kamu dan jangan dekati anak saya!"

Beberapa pasang mata mulai tertuju pada mereka, berbisik-bisik.

"Ayo, Yan, kita pulang!" tambah Maryam, dengan kasar menarik lengan Rayyan.

Rayyan terhuyung, hancur. "Bu, jangan begini," protesnya, suaranya pecah. Dia menoleh ke belakang, melihat Jessy yang masih berdiri kaku di tempatnya. Wajah cantiknya yang semula bersinar kini dipenuhi keheranan, rasa malu, dan luka yang dalam. Matanya mulai berkaca-kaca, melihat bouquet pemberiannya berserakan di lantai seperti sampah.

Jes... I'm sorry... hati Rayyan berteriak, tapi tak ada suara yang keluar.

Dengan hati yang remuk, terpaksa oleh tarikan ibunya yang begitu kuat dan murka, Rayyan harus berbalik. Dia meninggalkan Jessy sendirian di tengah kerumunan, berdiri di atas puing-puing bunga dan harga dirinya yang baru saja diinjak-injak. Langkahnya terasa berat, bagai membawa beban segunung. Di depannya, ibunya masih marah. Di belakangnya, wanita yang dicintainya terluka. Dan dia, terjepit di antara keduanya, tidak bisa berbuat apa-apa.

1
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
gemes bgt sama Rayyan...kpn berjuang nya yaa...😄
IndahMulya
thor dikit banget, ga puas bacanya
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
Rayyan berjuang dongggg
IndahMulya
gedeg banget sama ibunya rayyan
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
Arsya mundur Alon Alon aja yaaa...udah tau kan Rayyan cinta nya sama Jessy...
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
mengsedih.begini yaa...
kudu di pites ini si ibu Maryam
Naura Salsabila
lemah amat si rayyan
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
kak..disini usia Rayyan brp THN ?Jessy nya brp THN ??aku udah follow IG nya siapa tau ada spill visual RayyannJessy🤭🤭😄
Nona Lebah: Rayyan itu saat ini udah 23 tahun dan jessy 20 tahun.
total 1 replies
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
sabarr Rayyann....
Nona Lebah: Jangn lupa mampir di novelku lainnya ya kak. Terimakasih
total 1 replies
IndahMulya
bagussss ayo dibaca...
IndahMulya
lanjut thor.. ceritamu ini emg bikin candu banget 😍
A Qu: ter rayyan rayyan pokoknya thor... ayo kejar cinta jessy
total 1 replies
IndahMulya
makanya rayyan jgn cuma tinggal diam aja, kalau msh syg tuh ayo kejar lagi jessynya, ga usah mikir yg lain, ingat kebahagiaanmu aja kedepan...
Nona Lebah: Hay kak. Bantu aku beri ulasan berbintang ⭐⭐⭐⭐⭐ yaa untuk novel ini. Terimakasih
total 1 replies
IndahMulya
ayo rayyan.. semangattt
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊: semangat Rayyan
total 1 replies
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
langsung kesini kak
Nona Lebah: Terimakasih kak. Bantu aku dengan beri ulasan berbintang ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ya kak untuk novel ini.
total 1 replies
IndahMulya
lanjut thor.. aku dari paijo pindah ke sini cuma buat nyari rayyan sama jessy
Nona Lebah: Makasih kak. Kamu the best 💪
total 1 replies
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
akhirnya ketemu juga sama cerita ini...keren dan recommend
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!