Yurika Hana Amèra (Yuri), mahasiswi akhir semester dua yang mencari tempat tinggal aman, tergiur tawaran kosan "murah dan bagus". Ia terkejut, lokasi itu bukan kosan biasa, melainkan rumah mewah di tengah sawah.
Tanpa disadari Yuri, rumah itu milik keluarga Kenan Bara Adhikara, dosen muda tampan yang berkarisma dan diidolakan seantero kampus. Kenan sendiri tidak tahu bahwa mahasiswinya kini ngekos di paviliun belakang rumahnya.
Seiring berjalannya waktu, Yuri mulai melihat sisi asli sang dosen. Pria yang dielu-elukan kampus itu ternyata jauh dari kata bersih—ia sangat mesum. Apalagi ketika Kenan mulai berani bermain api, meski sudah memiliki pacar: Lalitha.
Di tengah kekacauan itu, hadir Ezra—mahasiswa semester empat yang diam-diam menaruh hati pada Yuri sejak awal. Perlahan, Ezra menjadi sosok yang hadir dengan cara berbeda, pelan-pelan mengisi celah yang sempat Yuri rindukan.
Antara dunia kampus, cinta, dan rahasia. Yuri belajar bahwa tidak semua yang berkilau itu sempurna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SweetMoon2025, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Ketukan yang Mengacaukan Malam
Yuri tertawa dengan keras, badannya berguncang di dada bidang Ezra.
“Lucu ya. Baru tadi pagi lo bilang bang kalau ‘nggak bakal nagih jawaban dari gue’. Gue sendiri juga belum mau jawab lo secepat ini. Tapi... lawak betul dunia ini,” heboh Yuri sambil bertepuk tangan, masih geli sendiri dengan kejadian yang baru saja dia alami.
Ezra yang berada tepat di belakangnya hanya memainkan rambut Yuri dan menghela napas panjang.
“Kayaknya memang harus kejepit dulu sama situasi kayak tadi, baru lo bisa gercep kasih jawaban ke gue,” ucap Ezra sambil mencubit gemas hidung mancung Yuri.
“Yaelah, Bang…” Yuri mendecak, tapi wajahnya memerah salah tingkah dengan sikap Ezra. “Well, hidup kita bakal nggak tenang.”
Dan memang begitu—karena sejak tadi ponsel keduanya nggak berhenti bergetar. Entah telepon masuk atau notifikasi gosip kampus yang makin liar, semua bercampur jadi satu seakan mencari pemain utamanya yang mendadak nggak bisa di hubungi.
“Biarkan saja,” gumam Ezra. “Nggak akan ada habisnya kalau harus dengerin orang lain.”
Yuri mengangguk, tapi hatinya masih nggak selega itu. Bukan ini yang dia mau. Dia masih butuh berpikir jauh. Kemarin saja niatnya cuma memanfaatkan keberadaan Ezra untuk keluar dari situasi kacau balau, bukan untuk langsung punya… hubungan.
“Gue harus balik sekarang. Sudah mau malam, Bang. Besok masih ada ujian,” putus Yuri. Dia pasrah soal status mereka—biarkan saja mengalir.
Ezra mengusap punggung Yuri. “Kenapa nggak menginap saja di sini?” godanya penuh penekanan.
“Ng-nggak—”
Ting. Tong. Ting. Tong.
Ezra dan Yuri langsung saling berpandangan, sama-sama bertanya dalam hati: Siapa?
“Bentar, gue ke depan dulu.”
***
“Bro, gue numpang berteduh!” suara familiar langsung menyeruak begitu pintu gerbang terbuka oleh tangan kekar Ezra.
Bimbo—teman Ezra yang kadang jadi tempat nebeng dirinya kalau sedang malas bawa kendaraan— Bimbo masuk sambil menyibak jaketnya yang sedikit basah, motornya sudah terparkir rapi di dalam halaman rumah Ezra.
“Masuk, Bim. Darimana lo?”
“Gue mau ke tempat Ryan malah hujan deres,” gumamnya sambil menendang-nendang sepatunya biar airnya turun. “Eh, tadi gue lihat di Lambe Kampus. Gosip ada nama lo sama cewek. Gila, lo, Zra. Mau-mauan lo ikutin dramanya Tania di tempat umum. Katanya lo nggak suka sama dia. Rame banget itu posting—”
Kalimatnya mendadak terputus begitu matanya menangkap, sosok perempuan yang ada di postingan yang dia maksud—Yuri yang sedang duduk manis di sofa ruang tengah. Nyaris seperti adegan caught in the act.
Yuri segera mengangguk sopan sambil tersenyum tipis, saat keduanya masuk ke ruang tengah.
Ezra berjalan mendekat. “Kenalin, dia Yuri. Yuri, ini Bimbo. Dia temen seangkatan gue, jurusan Ekonomi.”
“Oh, hai Bang Bimbo. Gue Yuri, salam kenal,” ucap Yuri sopan.
“Ya… hai,” jawab Bimbo kikuk. Wajahnya jelas seolah minta penjelasan dari Ezra—apa yang sebenarnya terjadi, kenapa ada Yuri di rumah Ezra, kenapa suasananya se-intim itu. Apakah dia menganggu keduanya?
Dan Ezra cuma menepuk bahu Bimbo pelan, seolah dia bilang: nanti gue jelasin.
Sementara itu, ponsel Yuri kembali bergetar tanpa henti. Rumor di akun kampus sedang memanas, dan kedatangan Bimbo barusan hanya pertanda kecil bahwa malam mereka… baru saja dimulai.
***
Ezra dan Bimbo sudah larut dalam obrolan khas cowok saat bertemu—mulai dari jadwal latihan basket, anak-anak tongkrongan, sampai rencana nongkrong akhir pekan. Suara mereka bercampur tawa dan keluhan khas laki-laki yang sok sibuk padahal sebenarnya gabut juga.
Sementara itu, Yuri duduk sendirian di sofa seberang. Kakinya berayun, ponsel di tangan terus bergetar tanpa ampun. Dia mulai membalas pesan grup ada Isa dan Widya disana.
Isa: GILA, KALIAN SUDAH LIHAT LAMBE KAMPUS???
Widya: Jawab woy! Itu beneran elo sama Bang Ezra?!
Isa: Astaga rame banget komenan disana. Cewek dari kubu Kak Tania ganas-ganas bener. Are you ok, Ri?
Yuri mengembuskan napas berat. Jarinya sibuk mengetik buru-buru agar mereka nggak makin ribut dan terus pengiriminnya pesan.
Yuri: Iya itu gue… nanti gue jelasin. Gue lagi di luar guys. Sudah ya.
Baru saja mau menaruh HP, notifikasi grup masuk lagi.
Widya: LU DI MANA SEKARANG? BARENG BANG EZRA KAN? NGAKU LO!?
Yuri menatap layar ponselnya sebentar, lalu melirik Ezra yang sedang sibuk mengobrol soal skor pertandingan basket dengan temannya itu.
Yuri membalas pesan Widya secara pribadi.
Yuri: Gue… di perumahan daerah lo, Wid.”
Beberapa detik kemudian ada telepon masuk—nyaris membuat jantung Yuri copot karena getarannya.
Widya berbisik panik diseberang sana.
"LO DI RUMAH BANG EZRA YA???”
Yuri buru-buru mengecilkan volume dan mengerjap kaget, dia juga sedikit penjauhkan ponselnya dari telinganya.
"Iya, Wid. Jangan teriak-teriak bisa nggak?"
Dari arah duduknya, Bimbo sebenarnya sesekali curi-curi pandang ke arah Yuri. Dia nggak berani terang-terangan, tapi jelas kelihatan dia penasaran setengah mati. Sesekali matanya melirik, lalu dengan cepat pura-pura dengerin lagi Ezra bicara.
Tapi lirikannya akhirnya ketahuan juga oleh si empunya rumah. Tanpa menoleh, Ezra langsung memukul kepala Bimbo pelan.
“Lo liat-liat apa, hah?”
“Aduh!” Bimbo meringis sambil ketawa.
“Gue cuma ngelihat dia doang, ah... elah. Kagak dicolek juga.”
Ezra melotot santai. “Jangan macem-macem. Dia punya gue.”
Yuri yang mendengar itu langsung tersedak napas sendiri, kaget. Dia yang baru saja menutup telepon dari Widya sampai salah tingkah.
Wajahnya panas—antara malu, geli, dan… entah. Ada sesuatu yang bergetar di dadanya.
Bimbo malah menertawakan Ezra.
“Baru juga dapet status, sudah protektif amat, Bang. Santai napa.”
Ezra mendecak sambil meneguk air mineral yang ada di meja.
“Gue santai ya, Bim. Tapi mata lo tuh, jelalatan, kagak santai banget."
“Wih, wih, wih…” Bimbo menaikkan alisnya, geli sendiri. “Cemburuannya keluar.”
Ezra merebut bantal sofa lalu melemparkannya ke arah Bimbo.
“Diam, lo.”
Yuri menutup wajahnya pakai ponsel, berusaha menahan tawa melihat kedua seniornya ini.
Rasanya ajaib—di tengah gosip kampus yang heboh, komentar jahat, dan kepalanya yang masih berantakan dengan banyak hal, momen kecil ini terasa… hangat. Dan sedikit memalukan. Tapi menyenangkan. Tapi.... Ah sudahlah. Nikmatin saja.
***
Hujan gerimis mulai makin deras ketika notifikasi masuk dari sahabatnya Widya.
Widya: Gue otw ke rumah laki lo ya ini. Jalan kaki sambil payungan. Semoga nggak flu nanti.”
Yuri langsung panik sendiri, tahu sahabatnya ini super nekat. Nih anak kenapa nekat banget…
Beberapa menit kemudian, suara langkah cepat terdengar di depan pagar rumah Ezra. Payung merah muda bergoyang-goyang, dan Widya muncul dengan rambut agak basah meski sudah berusaha melindungi diri dari air hujan.
“Wid!” Yuri langsung berlari kecil ke depan sambil memegang pintu pagar. “Astaga, lo kenapa nekat sih? Basah semua kan jadinya!”
Widya mendengus, napasnya masih naik-turun karena berjalan dengan cepat.
“Karena lo, woy! Gue takut telat kalau ada info penting.”
Keduanya langsung tertawa— seperti biasa, khas sahabat yang selalu ribut dulu baru mikir kemudian.
Yuri menarik tangan Widya masuk ke teras agar nggak makin kehujanan.
“Ya ampun kedinginan banget tangan lo. Mulai keriput, jijay deh.”
Widya langsung memeluk Yuri erat-erat.
“JIJAY-JIJAY. CERITA. SEKARANG.”
Yuri membalas pelukannya sambil cekikikan. “Iya sabar!”
Mereka duduk berdempetan di teras rumah Ezra, suara hujan jadi latar belakang yang menenangkan dengan hembusan angin. keduanya saling berbisik… 100% layaknya ibu-ibu rumpi dipojok rumah.
Widya mencondongkan badan, matanya membesar.
“Jadi bener lo… official sama Bang Ezra?”
Yuri menutup wajahnya memakai tangannya sedikit malu dengan tingkah bar-bar temannya ini. “Heh—jangan ngomong kencang-kencang bisa nggak!”
Widya makin heboh. “YA AMP—”
“SSSTTT!!” Yuri buru-buru menutup mulut Widya. “Didalam ada Bang Ezra sama temennya, bego. Lo bikin gue malu!”, Yuri memukul pelan tangan Widya.
Widya malah memegang pipinya sendiri, berusaha menahan teriakan. “Gila. Gila. Gila. Lo pacaran sama pangeran kampus, Bang Ezra. Fix hidup lo berubah total, siap-siap nggak tenang deh.”
Yuri hanya bisa tertawa ikut-ikutan Widya. “Nggak usah lebay.”
“Nggak lebay!” Widya memegang bahu Yuri. “Lo viral banget sekarang, Sista! Nih liat.”
Dia membuka ponselnya dan menyodorkan layarnya ke arah Yuri.
Akun Lambe Kampus penuh dengan komentar membeludak layaknya gosip selebritis.
Kubu pendukung:
“Gemes banget sumpah, cocok.”
“Ternyata Ezra kalau sama Yuri lembut banget, please nikah aja.”
“Team YurEz selamanya!”
"Cantik dan ganteng. Serasi kok"
Sedangkan, di kubu pembenci:
“Ih dia cewek apaan. Tania lebih cantik kali.”
“Drama murahan, disaat ujian semester. Iuhhh.”
“Siapa si Yuri ini? Baru muncul sudah cari sensasi. Adik tingkat belagu!”
“Ezra bisa lebih dari itu.”
Feed mereka penuh, notifikasi berjalan tanpa henti. Komentar baru terus berdatangan. Widya mengelus dada seperti habis lari marathon.
“Ramai banget, Ri. Gila banget kan. Banyak yang dukung, tapi yang nggak suka juga banyak banget.”
Yuri menggigit bibir. Ia menatap hujan di depan mereka sebentar sebelum menjawab. Di titik ini, hanya satu yang Yuri tahu kalau dia nggak sepenuhnya sendirian.