NovelToon NovelToon
Perfect Life System

Perfect Life System

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sistem / Anak Genius / Crazy Rich/Konglomerat / Teen School/College / Mengubah Takdir
Popularitas:10.5k
Nilai: 5
Nama Author: BlueFlame

Christian Edward, seorang yatim piatu yang baru saja menginjak usia 18 tahun, dia harus keluar dari panti asuhan tempat ia di besarkan dengan bekal Rp 10 juta. Dia bukan anak biasa; di balik sikapnya yang pendiam, tersimpan kejeniusan, kemandirian, dan hati yang tulus. Saat harapannya mulai tampak menipis, sebuah sistem misterius bernama 'Hidup Sempurna' terbangun, dan menawarkannya kekuatan untuk melipatgandakan setiap uang yang dibelanjakan.

‎Namun, Edward tidak terbuai oleh kekayaan instan. Baginya, sistem adalah alat, bukan tujuan. Dengan integritas yang tinggi dan kecerdasan di atas rata-rata, dia menggunakan kemampuan barunya secara strategis untuk membangun fondasi hidup yang kokoh, bukan hanya pamer kekayaan. Di tengah kehidupan barunya di SMA elit, dia harus menavigasi persahabatan dan persaingan.sambil tetap setia pada prinsipnya bahwa kehidupan sempurna bukanlah tentang seberapa banyak yang kamu miliki, tetapi tentang siapa kamu di balik semua itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlueFlame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22. Pergi ke Panti

Sesampainya di apartemen studionya, dia meletakkan tas ranselnya dengan hati-hati. Baru saat pintu terkunci, dia membiarkan sedikit ketegangan luruh dari bahunya. Dia berjalan ke kamar mandi kecilnya dan menatap cermin.

Wajahnya tenang, tapi di rahang kirinya, ada sedikit memar yang mulai membiru. Darah sudah mengering di sudut bibirnya. Itu adalah satu-satunya pukulan yang berhasil mendarat sempurna saat seorang preman berhasil mengejutkannya dari samping.

Dia membuka kabinet kecil dan mengeluarkan kotak P3K. Dengan gerakan yang terlatih dan metodis, dia membersihkan luka di bibirnya dengan kapas yang dibasahi antiseptik. Sebuah sensasi perih menusuk, tapi dia tidak meringis.

Dia mengompres memar di rahangnya dengan es batu yang dibungkus handuk. Saat dingin itu meresap, pikirannya kembali bekerja. Itu bukan serangan acak. Terlalu terorganisir. Mereka tahu jalurnya, tahu waktunya. Ini adalah pesan dari Setiawan Group: "Kami bisa menyentuhmu di mana saja, kapan saja."

Tapi pesan itu juga menunjukkan keputusasaan. Mereka mencoba cara kotor di jalanan karena cara-cara "legal" mereka mungkin masih dalam proses. Itu berarti Edward punya waktu.

Setelah merasa cukup, dia kembali ke ruang utama. Dia membuka laptop, bukan untuk mengerjakan bisnis, tapi untuk mengecek status sistemnya.

```

[ SISTEM HIDUP SEMPURNA ]

[ Host: Christian Edward ]

[ Usia: 18 Tahun ]

 

[ Atribut Fisik: ]

[ Kekuatan: 85/100 ] [ Stamina: 83/100 ] (-5)

[ Kecepatan: 82/100 ] [ Pesona: 75/100 ]

 

[ Atribut Mental: ]

[ Kecerdasan: 95/100 ]

 

[ Skill: ]

- Bela Diri Komposit (Master)

- Analisis Cepat (Ahli)

- Traceroute Digital (Level 1)

- ...dan lainnya

 

[ Kekayaan Tersedia: Rp 841.380.000 ]

[ Properti: Apartemen Studio, Ruko (Sewa 2th) ]

```

Stamina-nya berkurang 5 poin. Sistem itu benar-benar mencerminkan kondisi fisiknya.

Edward menutup laptop. Malam ini, dia tidak akan lagi memikirkan Setiawan Group atau Catalyst AI. Dia butuh menyegarkan kembali tujuannya. Dan dia tahu persis ke mana harus pergi.

 

Keesokan harinya, Edward sengaja berpakaian lebih sederhana dari biasanya. Dia mengenakan kaos lama dan jeans yang sudah sedikit pudar. Dia naik bus kota, sama seperti yang dia lakukan berbulan-bulan lalu, menuju ke sebuah daerah yang lebih tenang di pinggiran kota.

Panti Asuhan Kasih Ibu terlihat sama seperti saat dia tinggalkan. Temboknya butuh dicat ulang, beberapa genteng di atasnya sedikit miring, dan ayunan di halaman berderit saat ditarik. Tapi bagi Edward, ini adalah satu-satunya istana yang pernah dia kenal.

Dia melewati gerbang dan seorang anak kecil berlari menghampirinya. "Kak Edward!"

Edward tersenyum, senyum yang jarang muncul di wajahnya. Dia mengangkat anak itu. "Sudah makan?"

"Sudah! Kakak Edward main sama kita, ya?"

"Nanti," kata Edward, meletakkan anak itu kembali. "Kakak mau ketemu Pak Budi dulu."

***

Edward menemui Pak Budi di ruang kerjanya, yang juga berfungsi sebagai gudang. Pria paruh baya itu sedang menyortir beberapa baju sumbangan.

"Edward? Apa kabar, nak? Kok tiba-tiba datang?" tanya Pak Budi, wajahnya yang keriput penuh kebahagiaan.

"Pengen lihat Bapak dan adik-adik," jawab Edward. Dia duduk di kursi usang di depan meja Pak Budi. "Pak Budi, beberapa hari lalu, ada orang mencari tahu tentang ku di sini?"

Senyum Pak Budi sedikit menghilang. Dia mengangguk pelan. "Iya. Mereka bilang dari lembaga survei. Tapi... aku tidak suka cara mereka bertanya. Seperti polisi, bukan peneliti."

Edward menceritakan semuanya. Tentang pesan di ponselnya, tentang preman di gang, tentang dugaannya bahwa ini semua ulah Setiawan Group. Dia tidak menyembunyikan apa pun. Pak Budi bukan orang asing, dia adalah keluarga.

Wajah Pak Budi menjadi pucat. "Mereka gila, Edward! Mereka mau apa?"

"Mereka mencoba menakut-nakuti saya, Pak. Mereka pikir aku akan lari atau menyerah," kata Edward dengan tenang. "Tapi mereka salah. Justru karena ini, aku harus lebih kuat. Makanya aku datang ke sini mau minta tolong sama Bapak."

"Apapun itu katakan saja, nak."

"Jika ada siapa pun lagi yang datang mencari ku nanti, tolong jangan beri tahu apa-apa. Katakan saja kalau kita sudah tidak punya hubungan lagi . Jangan terima apa pun dari mereka, uang atau hadiah. Dan... tolong waspada. Jangan biarkan anak-anak bermain sendirian di luar untuk sementara."

Pak Budi menatap Edward dengan mata berkaca-kaca. Dia melihat bekas luka di sudut bibir Edward. Dia menyadari anak yang dia besarkan ini sudah terlibat dalam sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya dari yang dia kira.

"Kau sudah dewasa, Edward," kata Pak Budi, suaranya serak. "Tapi ingat, di manapun kau berada, pintu ini selalu terbuka untukmu. Jangan pernah lupa, kau punya keluarga di sini."

Edward mengangguk, merasakan kehangatan yang menyelimuti hatinya. "Aku tidak akan lupa, Pak."

Dia menghabiskan sisa siang itu di panti. Dia memperbaiki ayunan yang berderit, membantu beberapa anak dengan PR matematika mereka, dan bahkan bermain catur dengan beberapa anak remaja yang menantangnya—tentu saja, dia menang dengan mudah, tapi dia juga mengajari mereka trik-trik baru.

Dia melihat tawa mereka, melihat kepolosan di mata mereka. hal itu membuat hatinya menghangat.

***

Saat senja mulai turun, Edward pamit untuk pergi.

"Sampai jumpa lagi, Kak Edward!" teriak anak-anak dari halaman.

Edward melambaikan tangan, lalu berjalan keluar dari gerbang panti. Dia tidak lagi melihatnya sebagai masa lalunya. Dia melihatnya sebagai fondasinya. Alasan mengapa dia harus menang. Alasan mengapa dia harus membangun kerajaannya.

Perang melawan Setiawan Group bukan lagi tentang harga diri. Ini tentang melindungi tempat ini. Melindungi tawa anak-anak itu. Melindungi satu-satunya rumah yang pernah dia kenal.

Di dalam bis, saat menunggu bus, dia menghubungi Hendra.

"Pak Hendra. Pertemuan dengan Pak Damien malam ini. Siapkan yang terbaik. Kita tidak akan punya kesempatan kedua."

Dia menutup telepon, matanya menatap ke arah kota yang lampunya mulai menyala. Api di dalamnya sudah menyala kembali, lebih besar dan lebih panas dari sebelumnya. Dia sudah mengisi ulang bahan bakarnya. Dan dia siap untuk perang.

1
Adi Sahputra
yang pertama
Syahrian: 👍 mantap
total 1 replies
Aisyah Suyuti
menarik
TUAN AMIR
teruskan thor
aratanihanan
Wow, nggak nyangka sehebat ini!
Emitt Chan
Seru banget thor! Gk sabar mau baca kelanjutannya!
Edward M: iya, semoga suka yah... kalau ada saran atau kritik mohon di sampaikan yah/Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!