NovelToon NovelToon
七界神君– Dewa Penguasa Tujuh Dunia

七界神君– Dewa Penguasa Tujuh Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:Budidaya dan Peningkatan / Perperangan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Radapedaxa

Tujuh dunia kuno berdiri di atas fondasi Dao, dipenuhi para kultivator, dewa, iblis, dan hewan spiritual yang saling berebut supremasi. Di puncak kekacauan itu, sebuah takdir lahir—pewaris Dao Es Surgawi yang diyakini mampu menaklukkan malapetaka dan bahkan membekukan surga.

Xuanyan, pemuda yang tampak tenang, menyimpan garis darah misterius yang membuat seluruh klan agung dan sekte tertua menaruh mata padanya. Ia adalah pewaris sejati Dao Es Surgawi—sebuah kekuatan yang tidak hanya membekukan segala sesuatu, tetapi juga mampu menundukkan malapetaka surgawi yang bahkan ditakuti para dewa.

Namun, jalan menuju puncak bukan sekadar kekuatan. Tujuh dunia menyimpan rahasia, persekongkolan, dan perang tak berkesudahan. Untuk menjadi Penguasa 7 Dunia, Xuanyan harus menguasai Dao-nya, menantang para penguasa lama, dan menghadapi malapetaka yang bisa menghancurkan keberadaan seluruh dunia.

Apakah Dao Es Surgawi benar-benar anugerah… atau justru kutukan yang menuntunnya pada kehancuran?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Paviliun Utama Sekte Xuanyuan hari itu begitu sunyi, tapi keheningan itu justru menambah tekanan yang menyesakkan dada setiap orang yang hadir. Obor yang berderet di sepanjang dinding bergetar diterpa angin halus, seakan ikut menunggu keputusan yang akan mengguncang masa depan sekte.

Ling Tianyao, Patriark yang selama ini dikenal tegas sekaligus bijak, duduk di singgasananya. Wajahnya tampak muram, kedua matanya terpejam rapat, seakan sedang menimbang beban yang terlalu berat untuk satu orang.

Di sisi kanan paviliun, Jianyu berdiri tegak dengan wajah penuh keyakinan. Sorot matanya dingin, namun di dalam hatinya api ambisi membara. Di sebelahnya, Yanshan, ayahnya, tak kalah tegang. Jemarinya menggenggam kursi kayu hingga berderit pelan, seolah menyalurkan kegelisahan.

Sementara itu, Xueya dan Yueran, istri serta keponakan Tianyao, menatap penuh harap. Mata Xueya bergetar, tubuhnya tegang. Ia tahu keputusan malam ini akan menentukan hidup mati putranya, Xuanyan.

Empat Elder pun hadir, duduk berjajar di kursi kehormatan. Masing-masing membawa aura berwibawa, tapi kali ini wajah mereka penuh kebingungan. Mereka menunggu, ingin mendengar bagaimana sang Patriark mengakhiri perselisihan yang sudah terlalu panas.

Hening yang panjang membuat udara kian mencekik. Lalu—

“Cukup,” suara Tianyao akhirnya terdengar. Pelan, tapi cukup untuk menghentikan detak jantung sejenak. Matanya perlahan terbuka, sorotnya tajam namun kelelahan tampak jelas di wajahnya.

Semua mata langsung tertuju padanya.

“Usulan untuk mengeluarkan Xuanyan… kutolak.”

Pernyataan itu meledak di dalam paviliun seperti petir menyambar.

“Apa?!” Elder Fang Mo berdiri dari kursinya. Wajahnya memucat, sementara Elder Zhao Kun menatap dengan mata membelalak tak percaya. Jianyu sendiri hampir kehilangan keseimbangan, sementara Yanshan langsung menggertakkan giginya begitu keras hingga terdengar berderak.

“Patriark!” suara Yanshan menggema. “Apakah kau menyadari apa yang baru saja kau katakan?! Hasil suara sudah diputuskan. Tiga Elder menentang keberadaan Xuanyan, hanya satu yang mendukung. Dan kau, sebagai Patriark, menolak hasil suara itu? Bukankah ini penyalahgunaan wewenang?!”

Suara Yanshan seperti cambuk yang merobek kesunyian. Wajahnya memerah, nadinya menonjol.

Jianyu segera menambahkan, suaranya lebih tenang tapi penuh sindiran.

“Patriark, kami semua tahu darah keluarga membuatmu berat sebelah. Tapi apakah kau ingin seluruh sekte melihatmu sebagai pemimpin yang tidak adil?”

“Benar!” Elder Fang Mo ikut bicara lantang. “Keputusan sepihak ini sembrono. Sekte bukan milik keluarga Patriark, tapi milik semua!”

Suasana berubah menjadi kacau. Suara-suara protes saling bertabrakan.

Namun, Tianyao hanya mengangkat tangannya.

“Diam.”

Seketika, semua orang terdiam. Aura Patriark yang menekan meluas, membuat setiap dada terasa sesak.

“Keputusan sebenarnya…” Tianyao menarik napas dalam. “Bukan berada di tanganku.”

Ruangan seketika membeku. Tidak ada yang berani bernapas terlalu keras.

“...Apa maksudmu?” Elder Han Qing akhirnya bertanya.

Jianyu hendak maju, ingin memanfaatkan celah ini untuk mendorong rencananya, namun Yanshan cepat-cepat menahan lengan anaknya. Dengan tatapan tajam, ia memberi isyarat: Tunggu. Biarkan dia berbicara.

Xueya, yang sejak tadi menatap suaminya dengan penuh kecemasan, mulai merasa ada yang janggal. Matanya menyipit. Apakah… apakah dia akan melindungi Xuanyan? Hatinya berdebar.

Namun kata-kata Tianyao selanjutnya menghantamnya bagaikan pedang.

“Hasil akhir… harus ditentukan oleh individu yang bersangkutan. Aku… akan melaksanakan pertarungan hidup dan mati.”

“APA?!”

Suara lantang Xueya menggema di paviliun. Ia langsung berdiri, wajahnya pucat dan matanya merah.

“Tidak! Tianyao, kau gila?! Dia baru saja mulai berkultivasi, bagaimana bisa kau menyeretnya dalam pertarungan hidup dan mati?! Itu bukan keputusan, itu eksekusi!”

Namun Tianyao menghiraukannya. Wajahnya dingin, sorot matanya tegas meski ada goresan rasa sakit yang tak bisa ia sembunyikan.

“Pertarungan hidup dan mati ini… akan disaksikan oleh seluruh sekte. Jika Xuanyan kalah, aku—Patriark Ling Tianyao—akan turun dari posisiku. Karena telah membuat keputusan yang memalukan.”

Seketika paviliun kembali gempar.

“Namun,” Tianyao menekankan dengan suara menggema, “Jika Xuanyan menang… maka tak ada lagi perdebatan. Kandidat Putra Suci Sekte Xuanyuan sudah ditentukan.”

Xueya Menentang

“Tidak! Aku tidak akan membiarkan ini!” Xueya berteriak hingga suaranya pecah. Tubuhnya bergetar hebat, air mata hampir tumpah.

“Tianyao! Dia anakmu! Bagaimana bisa kau tega menaruh hidupnya sebagai taruhan?!”

Namun Tianyao menutup matanya sebentar, lalu membuka kembali dengan tatapan yang tak bisa digoyahkan.

“Xueya… kau pikir aku ingin ini? Aku kepala keluarga, aku ayahnya. Tapi sebagai Patriark, aku tidak bisa hanya mendengar hatiku. Jika aku terus melindunginya, Xuanyan hanya akan dibenci, hanya akan dipandang sebagai beban sekte. Jalan yang ia tempuh akan lebih berat.”

“Dengan pertarungan ini, tak ada lagi yang bisa menyangkal. Entah ia jatuh sebagai korban… atau bangkit sebagai naga.”

Suara Tianyao penuh kepedihan, tapi juga keteguhan.

Di sisi lain, Jianyu dan Yanshan saling bertukar pandang. Keduanya tersenyum tipis.

Tak disangka, Patriark sendiri yang meminta pertarungan hidup dan mati. Rencana awal mereka hanyalah memercikkan api dan menyingkirkan Xuanyan secara perlahan. Namun sekarang, kesempatan emas telah datang.

Jianyu mengepalkan tinjunya, hatinya bergemuruh. Xuanyan… kali ini, kau tak punya jalan keluar.

“Pertarungan ini,” Tianyao mengumumkan dengan suara lantang yang mengguncang dinding paviliun, “akan berlangsung lima hari lagi. Di Alun-Alun Utama. Semua murid, semua Elder, semua mata sekte… akan menyaksikannya.”

Keheningan kembali menyelimuti ruangan.

Xueya duduk kembali, tubuhnya gemetar hebat. Air mata akhirnya jatuh, membasahi pipinya. Yueran menggenggam tangan bibinya erat, berusaha menenangkan, tapi tangannya sendiri dingin dan basah oleh keringat.

Jianyu menunduk sopan, menyembunyikan senyum puasnya. Yanshan hanya menyilangkan tangan, matanya menyipit penuh kalkulasi.

Empat Elder saling berpandangan, masih sulit mempercayai keputusan ini.

Dan Ling Tianyao… menutup matanya kembali, seakan ingin menenggelamkan diri dalam kegelapan, jauh dari tatapan semua orang.

Namun keputusannya sudah diucapkan. Jalan kembali sudah tertutup.

Xuanyan berlutut dengan sikap hormat, kedua tangannya menangkup di depan dada. Suaranya rendah namun mantap.

“Junior ini… berterima kasih atas bimbingan dan wejangan dua Grand Elder. Aku, Xuanyan, takkan melupakan budi ini seumur hidup. Kini… aku pamit.”

Qingshan menatapnya lama, tatapannya seolah menembus lapisan hati. Senyum samar muncul di wajah tua itu, tapi sorot matanya tajam bagaikan pedang.

“Xuanyan,” katanya perlahan, “ingat satu hal. Untuk sekarang… sembunyikanlah kultivasimu. Jangan perlihatkan gigi naga sebelum saatnya. Dunia ini kejam, dan seekor ikan yang terlalu cepat meloncat dari permukaan hanya akan dipatuk elang.”

Xuanyan mengernyit bingung. “Menyembunyikan kultivasi…? Tapi, bukankah aku harus menunjukkan kekuatanku agar mereka berhenti meremehkanku?”

Qingshan tersenyum tipis, seperti kakek bijak yang sedang berbicara pada cucunya yang keras kepala.

“Benar, tapi tidak sekarang. Kekuasaan, kekuatan, kehormatan… semua itu hanya berarti bila kau tunjukkan pada momen yang tepat. Apa gunanya memamerkan sayap ketika bulu belum tumbuh sempurna? Tunggulah, hingga waktunya tiba, hingga semua mata tak bisa berpaling darimu. Hingga kau buktikan, bahwa seekor ikan kecil… benar-benar bisa berubah menjadi naga yang mengguncang sembilan langit.”

Kata-kata itu menghujam Xuanyan, membuat dadanya bergetar. Ada rasa malu karena kesembronoannya, tapi juga semangat yang membara karena dorongan itu. Ia mengepalkan tinjunya erat.

“Junior ini… akan mengingatnya.”

Qingshan mencondongkan tubuh, suaranya menjadi lebih serius.

“Selain itu, kau harus memperkokoh pondasi kultivasimu. Ingat baik-baik, semakin tinggi ranah yang kau gapai, semakin rapuh dirimu bila pondasimu rapuh. Banyak kultivator yang mengincar ranah tinggi, tapi berakhir hancur seperti menara pasir diterpa badai. Namun bila pondasimu kokoh, meski ranahmu rendah, tak ada puncak yang mustahil untuk didaki.”

Xuanyan mendengarkan dengan penuh perhatian, seakan setiap kata adalah kebenaran surgawi. Ia tahu, Qingshan bukan sekadar memberi wejangan, tapi menyelamatkan masa depannya.

Di saat itu, Beihai yang sejak tadi hanya tersenyum kecil, mengeluarkan sebuah botol giok dari lengan jubahnya. Botol itu berkilau lembut, seakan menyimpan rahasia surgawi.

“Ambil ini,” kata Beihai. Suaranya tenang tapi membawa tekanan yang tak bisa dianggap remeh. Ia meletakkan botol itu di telapak tangan Xuanyan.

Xuanyan menatapnya bingung. “Ini…?”

“Pil embun surgawi untuk memperkuat dantian dan meridian. Anggap saja sebagai ucapan selamat dari kami. Ini akan membantumu melewati beberapa rintangan yang mungkin tak bisa kau hadapi hanya dengan tekad.”

Tangan Xuanyan bergetar saat menerima botol itu. Ia tahu nilai benda ini bukan main. Pil untuk memperkuat dantian dan meridian adalah harta yang bisa mengubah nasib seorang kultivator.

Ia menunduk dalam-dalam, suaranya bergetar.

“Junior ini… sangat berterima kasih! Budi ini… akan kuingat selamanya.”

Qingshan menatapnya sekali lagi, kali ini lebih dingin, seakan memberi peringatan terakhir.

“Ada satu hal lagi. Jangan pernah… menceritakan kisah Xuan Zhi’er pada siapa pun. Bahkan pada orang terdekatmu sekalipun. Kisah itu… sudah terkubur bersama zaman, dan apa yang tersebar di dunia hanyalah versi yang telah diputarbalikkan. Hanya para leluhur terdahulu dan segelintir orang yang tahu kebenaran.”

Xuanyan membeku. Dadanya sesak, seakan ada beban berat ditaruh di pundaknya.

“Tapi… mengapa harus menyembunyikannya?”

Qingshan tersenyum tipis, matanya memancarkan cahaya misterius.

“Karena di luar sana, ada rumor… bahwa Dao Es Surgawi adalah Dao paling lemah. Bahwa ia tak berguna selain membekukan air dan udara. Namun kenyataannya justru sebaliknya. Dao Es Surgawi… memiliki potensi tak terbatas. Mengapa rumor itu harus dibiarkan menyebar? Karena jika kebenaran diungkapkan, generasi muda akan tergila-gila mengejarnya, dan dunia akan kembali ke dalam kekacauan.”

Xuanyan menggertakkan giginya, hatinya bergolak. Jadi… semua orang di dunia sudah lama diperdaya.

“Junior ini akan mengingatnya,” katanya akhirnya dengan suara mantap. “Aku berjanji.”

Ia lalu membungkuk dalam-dalam sekali lagi.

“Terima kasih atas semua bimbingan. Aku… pamit.”

Dengan langkah tegas, Xuanyan meninggalkan paviliun sederhana itu. Siluetnya perlahan menghilang di balik pohon rindang, meninggalkan kesunyian yang berat.

Qingshan menatap punggung pemuda itu hingga tak terlihat lagi, lalu tersenyum samar. Ada kebanggaan sekaligus kekhawatiran di balik senyum itu.

Namun Beihai, yang memperhatikan sejak tadi, akhirnya angkat bicara.

“Kau menyembunyikan sesuatu darinya.”

Qingshan tertawa pelan.

“Ah, kau sadar juga rupanya.”

Beihai menyipitkan mata. “Kau tidak mengatakan semua tentang Dao Es Surgawi, bukan? Ada hal lain… sesuatu yang bahkan dia harus tahu sejak awal.”

Qingshan terdiam sejenak. Lalu ia menghela napas panjang.

“Benar. Tapi aku tak berani mengatakannya sekarang. Jalan kultivasi adalah jalan hati. Bila aku mengungkap segalanya terlalu dini, hatinya bisa goyah. Ia bisa salah melangkah, dan satu kesalahan kecil bisa menghancurkan seluruh masa depannya. Lebih baik… biarkan dia menemukan kebenaran itu sendiri.”

Beihai mendesah berat. “Dan bila ia tidak menemukannya?”

Qingshan menatap papan igo di depannya. Jemarinya menaruh sebuah biji putih, langkahnya penuh pertimbangan.

“Dia adalah pewaris Dao Es Surgawi. Jalan kebenaran… akan menemuinya. Cepat atau lambat.”

Tatapan Qingshan semakin dalam, suaranya merendah, seakan berbicara pada dirinya sendiri.

“Dan mungkin… di tangan anak itu, dunia akan kembali merasakan ketakutan yang pernah dibawa oleh Xuan Zhi’er.”

Beihai menatap sahabat lamanya itu lama, lalu tersenyum tipis. “Semoga saja kali ini… dunia bisa menerima.”

Qingshan hanya diam, menatap papan igo, di mana permainan abadi antara hitam dan putih terus berlanjut, sama seperti takdir yang terus berputar di dunia kultivator.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!