Lily, seorang mahasiswi berusia dua puluh tahun, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis hanya karena satu malam yang penuh jebakan. Ia dijebak oleh temannya sendiri hingga membuatnya terpaksa menikah dengan David Angkasa Bagaskara- seorang CEO muda, tampan, namun terkenal dingin dan arogan.
Bagi David, pernikahan itu hanyalah bentuk tanggung jawab dan penebusan atas nama keluarga. Bagi Lily, pernikahan itu adalah mimpi buruk yang tak pernah ia minta. Setiap hari, ia harus berhadapan dengan pria yang menatapnya seolah dirinya adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, di balik sikap angkuh dan tatapan tajam David, Lily mulai menemukan sisi lain dari pria itu.
Apakah Lily mampu bertahan dalam rumah tangga tanpa cinta itu?
Ataukah perasaan mereka justru akan tumbuh seiring kebersamaan atau justru kandas karena ego masing-masing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diandra_Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yang Penting Happy
Waktu menunjukkan pukul setengah satu malam. David tak bisa memejamkan matanya. Ia memilih untuk mencari udara segar dan merenung seorang diri di teras balkon kamarnya.
Pria itu berdiri pada pagar pembatas balkon. Ditatapnya langit gelap yang begitu cerah dengan kelipan bintang yang sangat indah. Rembulan pun seperti tak ingin kehilangan eksistensinya. Namun seidah apapun, tetap saja kontras dengan perasaan yang tengah David rasakan saat ini.
Ia mengepulkan asap rokok yang dihisapnya di atas kepala. Dirinya bukankah perokok, namun semenjak skandal itu, rokok dan minuman seperti menjadi teman baginya.
"Veronica benar-benar menutup akses untuk bertemu dengannya. SHIITTT!!!! Harus dengan cara apa lagi aku menjelaskan?!"
Ia terus mengumpat. Berbicara seorang diri di dalam keheningan malam. Dirinya sangat merindukan sosok yang mampu menjeratnya dalam buaian cinta. Namun sayang, cinta itu kini harus kandas karena kebodohannya. Kecerobohan yang membuat mereka harus terpisah dan renggang seperti ini.
Veronica memang sudah keluar dari persembunyiannya. Ia juga sudah kembali beraktivitas normal. Para wartawan itu sudah tak lagi mengejarnya meski berita gosip itu masih sering dibahas dibeberapa acara gosip.
Namun untuk bertemu dengannya malah sangat sulit. Veronica selalu dikawal bodyguard. Selain untuk mengamankan diri dari kejaran paparazi, bodyguard itu juga ditugaskan untuk menghalangi David jika ingin bertemu dengannya.
"ARRGGGHHH!!! VERONICA... AKU BISA GILA JIKA TERUS KAU CAMPAKKAN!" teriaknya. David tak peduli meski ada yang mendengarnya. Ia benar-benar frustasi dengan nasib sial yang menimpanya ini.
Tanpa pria itu sadari, sejak tadi Lily mengintip dari balik gorden kamar. Ia menatap David dengan nanar. Ada rasa sesak yang gadis muda itu rasakan saat ini. Perasaan bersalah itu kembali merasuki hatinya.
"Aku minta maaf, Mas. Kamu pasti sangat terluka karena hubunganmu dengan Veronica hancur," gumam Lily penuh rasa bersalah.
Wanita itu kembali menuju ranjang. Entah ada angin apa malam ini, namun ketika pulang dari makan malam dua jam yang lalu, David mengizinkannya untuk tidur di kasur empuknya. Biasanya CEO kejam itu tak pernah mengijinkan istrinya itu tidur di kasur kalau bukan saat melayaninya.
"Tidurlah di kasur. Aku akan tidur di sofa," ucapnya tadi yang membuat Lily terheran-heran dengan sikapnya yang misterius itu.
"Kenapa harus di sofa? Mas bisa tidur denganku," ucap Lily dengan bodohnya. Padahal ia sendiri takut jika dekat-dekat dengan pria kejam itu. Ini malah menawarkan diri untuk tidur bersama.
Lily merutuki kebodohannya yang sudah keceplosan itu. Tapi untung saja David tidak menanggapinya. Pria itu malah keluar dari kamar setelah mengucapkan kata-katanya yang sarkas.
"Jangan pernah mencoba untuk menggodaku, wanita sialan! Kau bukan type-ku. Ingat, kau hanyalah budak pemuas nafsuku. Kita akan tidur bersama jika aku menginginkannya. Itupun jika aku berhasrat lagi pada wanita murahan sepertimu!"
Kata-kata itu begitu menusuk sanubari. Lily mencoba untuk sabar dan ia maklumi mengapa suaminya bisa berkata seperti itu? Pernikahan mereka adalah sebuah kesalahan dan wajar jika baik David maupun Lily tidak memiliki perasaan apa-apa meski kini tidur dalam satu kamar.
Lily mungkin lebih santai daripada David yang memang saat skandal itu terjadi, pria itu sudah bertunangan dengan wanita lain. Wanita yang tentu saja siapapun mengenalnya karena merupakan publik figur. Berbeda dengannya yang hanya seorang mahasiswa biasa. Ia tidak memiliki pacar sehingga tak ada hati yang tersakiti dalam pernikahan dadakannya ini.
'Ahhaa! Aku punya ide! Besok aku harus menemui Veronica. Kalau gak salah liat di Instagram-nya siang tadi, besok dia ada lanucing film terbarunya. Aku harus ketemu wanita itu dan menjelaskan semuanya.'
***
Pagi hari.
Meski tanpa komunikasi, Lily sebisa mungkin bersikap lembut dan ramah. Ia juga melayani kebutuhan suaminya dengan sangat baik. Dari mulai menyiapkannya air hangat untuk mandi, sampai menyiapkan pakaian kerja. Meski beberapa kali pakaian yang dipilihkannya tidak pernah David pakai. Jangankan untuk berterima kasih, menghargai saja pria itu enggan.
Tapi meski begitu, Lily tak pernah ambil perasaan. Diacuhkan dan selalu dibentak menjadi makanan sehari-hari. Yang terpenting baginya, suaminya itu tidak melakukan kekerasan.
"Mas... aku hari ini boleh keluar?" tanyanya saat David tengah memakaikan dasi. Pria itu langsung menghentikan gerakan tangannya dan menatap tajam Lily dari pantulan cermin.
"Hanya ke toko buku, Mas. Kamu tahu sendiri kan kalau aku lagi menyiapkan skripsi. Beberapa minggu ini aku juga belum masuk kampus. Aku gak mau kalau sampai nanti aku tidak–"
"Pergilah, Dasar bawel!" ucapnya ketus memotong pembicaraan Lily.
"Jadi Mas ngijinin?" tanya Lily memastikan.
David tidak bicara lagi. Hal itu membuat Lily seketika menekuk wajahnya karena kesal. Padahal ia ingin keluar rumah hari ini untuk menemui artis cantik itu.
"Ya sudah kalau gak ijinin, Mas. Aku di rumah saja. Memang udah nasibku kalau nanti tidak lulus," ucap gadis itu seraya duduk di tepi ranjang yang sudah ia rapikan sebelumnya. Wanita itu menunduk, menyembunyikan raut kecewa dan kesalnya.
David mendengus kesal. Langkah kakinya yang dihentak membuat Lily yakin jika pria itu tengah marah.
'Ah, sial, tahu gini aku gak akan minta ijin hal yang tidak dia suka. Duuh, mati aku sekarang!' gumamnya sambil terus menunduk, takut untuk sekedar mengangkat wajah dan melihat raut menyeramkan itu.
PLUK.
David melemparkan benda kecil itu tepat di bawah kaki Lily. Sebuah benda tipis persegi berwarna hitam yang membuat Lily kebingungan.
Wanita itu menunduk lalu meraih benda tersebut. "Apa ini, Mas?" tanyanya memberanikan diri.
"Ckkk... dasar kampungan? Kau tak tahu apa itu?" cibirnya sarkas.
"Tahu, Mas. Tapi ini untuk apa? Mengapa Mas David melemparnya?" tanya Lily antara takut tapi penasaran.
David menepuk-nepuk jas miliknya. Memastikan jika penampilannya sudah rapi sekarang. Kilatan sepatu pantofel itu membuat penampilannya begitu gagah. Aroma maskulin pun begitu menyeruak di kamar ini.
"Pakai itu untuk kebutuhanmu. Aku gak mau dengar jika kau tidak punya uang untuk sekedar membeli buku," ucapnya datar.
Lily terbelalak. Ternyata black card ini untuknya. "Eng–nggak usah, Mas. Aku punya uang kok. Ayah memberinya kemarin," ucap Lily dengan polosnya.
Tentu saja jawaban itu malah membuat David murka. "Apa? Kau menerima uang dari ayahmu? Shiiit!!! Memalukan! Kau ingin mempermalukan aku, Hah?!" Sentaknya yang membuat Lily kaget.
"Eh, eum... bu–bukan begitu, Mas. Aku cuma..."
"Gak usah banyak bicara. Aku tidak mau dengar lagi kau menerima uang dari ayahmu atau dari siapapun selain aku. Gunakan black card itu untuk membeli semua kebutuhanmu. Dan aku ingin, kau membuang semua kaos beserta celana jeans milikmu di lemariku. Belilah gaun, dress, pakaian casual dan juga semua barang yang mewah. Aku tidak mau kau keluar menggunakan celana jeans dan kaos murahan seperti itu. Penampilanmu seperti anak ABG. Aku tidak suka!" Pekiknya lalu berlalu begitu saja meninggalkan Lily yang terbengong-bengong.
"Aku? Kaya anak ABG? Lah memang aku masih muda. Dasar pria dewasa menyebalkan! Haruskah aku menuruti perintahnya untuk berdandanan dewasa seperti semalam? Ish, aneh banget deh rasanya." Lily memutar-mutar kartu hitam itu ditangannya.
"Tapi lumayan juga sih. Asyik aku bisa shopping. Meskipun galak, tapi dia ternyata pengertian juga. Hehehehe...."
Lily terlihat sangat ceria. Setidaknya meskipun mendapatkan sentakan dan kata-kata yang kasar, tapi akhirnya suaminya itu mengizinkannya juga untuk keluar hari ini. Ya, meskipun harus sedikit berbohong.
Lumayan juga hari ini bisa refreshing. Ia bisa berbelanja dan menemui Veronica. Lily berharap kekasih dari suaminya itu mau mendengar penjelasannya dan bisa kembali merajut kasih dengan pria menyebalkan itu. Baginya tidak masalah sama sekali jika David memang masih berhubungan dengannya. Toh ia juga tidak memiliki perasaan apapun pada pria itu.
"Ganti baju ahh. Katanya aku jelek pake jeans begini. Hemm... baiklah, aku akan mengoleksi dress mulai sekarang. Sepertinya ini mulai seru. Cukup menjadi istri yang nurut, ternyata dia bisa perhatian juga. Yang penting happy!!!" Serunya dengan wajah yang kembali ceria.
Keceriaan yang sempat hilang beberapa waktu yang lalu. Namun kini Lily sudah berdamai dengan hatinya. Tidak peduli meski pernikahan ini hanya di atas kertas. Si gadis manja dan tengil ini harus bahagia dengan caranya sendiri.
***
Bersambung...