NovelToon NovelToon
Pernikahan Yang Ketiga

Pernikahan Yang Ketiga

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Janda / Cerai / Identitas Tersembunyi / Cinta Lansia
Popularitas:13.4k
Nilai: 5
Nama Author: CovieVy

Setelah sepuluh tahun menjanda setelah pernikahan kedua, Ratna dihadapkan oleh perilaku tak terduga dari anak tiri yang ia rawat. Setelah menikah dengan Dirli, Amora mengusir Ratna dari rumah peninggalan ayahnya (suami Ratna).

Suatu hari, ia bertemu dengan seorang pria tua memakai jaket ojek online. Pria bernama Robin itu melihat ketulusan Ratna yang menolong orang yang tak dikenal. Dengan lantang ia mengajak Ratna menikah.

Dalam pernikahan ketiga ini, ia baru sadar, banyak hal yang dirahasiakan oleh suami barunya, yang mengaku sebagai tukang ojek ini.

Rahasia apakah yang disembunyikan Robin? Apakah dalam Pernikahan yang Ketiga dalam usia lanjut ini, rumah tangga mereka akan bahagia tanpa ada konflik?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

24. Antara Warung Kopi dan Kantor Elite

Sementara itu, Ratna terduduk lesu di bangku kasir. Matanya masih terpaku pada pintu warung yang baru saja kosong setelah Robin keluar tergesa. Punggung itu, punggung yang katanya akan menjadi sandaran hidupnya, justru pergi tanpa menoleh melihat bagaimana reaksinya di saat ia berkata, harus segera pergi.

"Jadi beginikah rasanya ditinggal tanpa penjelasan? Bahkan setelah semua usaha menyambutnya di hidupku, dia pergi seolah aku tak berarti."

"Apa aku terlalu berharap banyak dari pernikahan kilat ini? Atau ... dia memang tidak pernah berniat memberi tahu apa pun kepadaku?"

Setelah ada kekecewaan seolah nasi uduknya yang tak mendapat pujian. Kali ini, ada kekecewaan baru yang ditinggal pergi begitu saja. Namun, dengan logika ia kembali berusaha menghibur diri sendiri.

"Kamu bukan manusia muda lagi Ratna. Bukan masanya lagi untuk menjadikan beban pikiran bila suami pergi mengurus dunianya sendiri. Jangan sok cengeng! Ini lah kenyataan yang harus kamu jalani yang tak akan sama dengan drama yang selalu kamu tonton."

Akhirnya, Ratna hanya bisa menghela napas pasrah. "Salahku juga sih, main terima aja pernikahan kilat yang ditawarkannya. Jadi, bagaimana pun aku memang tak bisa memahami bagaimana dirinya dengan kilat."

"Atau mungkin karena aku terlalu takut sendiri sampai buta melihat tanda-tanda awal? Tapi siapa juga yang nggak luluh waktu dia bilang akan menjadi teman pijat setiap malam?"

Ia menelengkan kepala dan kembali bangkit. "Lebih baik, aku bikin roti kopi aja." Ia kembali masuk ke dapur, memilih melanjutkan pekerjaan yang biasa dilakukan sebelum mengenal Robin.

.

.

Sementara itu, dalam perjalanan ke kantor.

Dari balik kaca mobil, Dirli memperhatikan gerak-gerik pria tua yang kini secara sah menjadi mertuanya, meskipun hubungan itu pun terasa ganjil baginya. Matanya menyipit saat melihat Robin memarkirkan motor bebek baru tetapi butut di area parkir karyawan R.H. Group yang megah dan penuh dengan mobil-mobil mewah.

“Mau apa pak tua itu ke sini?” gumamnya, nyaris tanpa suara.

Dari sudut pandangnya, Dirli bisa melihat dengan jelas Robin mengangkat sebuah kantong kresek putih cukup besar. Lelaki tua itu menatap kantong itu sejenak, seperti sedang memastikan sesuatu. Tangannya mengusap dagu, seolah sedang berpikir. Beberapa detik kemudian, Robin melangkah cepat masuk ke dalam gedung.

“Orderan makanan? Siapa yang order makanan sampai ke gedung kantor gini?” Dirli mengernyit, lalu mematikan mesin mobil.

Ia bergegas keluar dari kendaraan dan membenarkan letak dasinya. Ia berniat masuk ke dalam gedung, mungkin menyapa sekadar basa-basi, atau kalau beruntung, bisa mencari tahu apa yang sebenarnya Robin lakukan di tempat elit bagi seorang driver, ini.

Namun, saat ia memasuki lobi gedung, pria tua berjaket driver hijau itu sudah lenyap. Tak terlihat bayangan atau jejaknya. Tak di lift, tak di lorong resepsionis, tak juga di ruang tunggu. Langkah Dirli sempat melambat. Matanya menelusuri sekeliling, berharap menangkap sosok familiar itu.

“Kemana dia?” gumamnya, mulai merasa janggal. "Kenapa hilangnya cepet banget?"

"Tadi jelas-jelas gue lihat dia masuk. Nggak mungkin dia bisa lenyap gitu aja."

"Apa dia menemukan jalan rahasia yang gue gak tau di kantor ini??"

Ia sempat menoleh ke arah ruang aula, yang kebetulan sedang terbuka. Namun, tentu saja Robin tak terlihat di antara mereka. Itu ruangan hanya digunakan bila ada acara penting yang bisa menampung semua karyawan yang bekerja di kantor ini.

"Tak mungkin dia ada di sini." Dirli menggaruk pelipisnya lalu memutar badan.

“Ah, ngapain juga gue terus mikirin dia,” ucap Dirli akhirnya, berusaha menepis rasa penasaran yang mulai mengganggu pikirannya. Ia pun berjalan santai menuju lift untuk naik ke lantai atas, ruang khusus milik Pak Wirya.

Di sisi lain.

Robin telah berganti pakaian. Kini ia tampak rapi dengan setelan jas abu gelap, kemeja putih bersih di dalamnya, dan dasi sederhana yang menggambarkan karakternya yang tenang, tak banyak bicara, namun memancarkan wibawa. Ia baru saja keluar dari ruang kerjanya, tempat yang selama ini tak pernah dikira siapa pun menjadi ruang pribadi seorang pria tua berjaket hijau.

Dengan langkah pasti dan tubuh tegap, Robin menyusuri lorong utama menuju ruang rapat utama yang telah dipersiapkan sejak pagi oleh Wirya dan beberapa jajaran manajerial. Para karyawan yang berada di koridor seketika berdiri menepi, menundukkan kepala dengan hormat padanya.

"Selamat pagi, Pak Robin," sapa salah satu staf, nyaris berbisik.

Robin hanya mengangguk ringan. Tidak ada senyum, tidak ada basa-basi. Sikapnya tenang, bahkan nyaris dingin. Tapi tidak ada satu pun yang berani memprotes atau menyela langkahnya.

'Ini lah duniaku yang sebenarnya,' batin Robin menuju ke tempat yang selalu diisi olehnya.

Setelah ia masuk ke ruang rapat, suasana kembali bergerak cepat.

"Buruan, big boss udah masuk," ujar seorang karyawan pria dengan nada terburu-buru, membawa tumpukan berkas sambil berlari kecil ke arah meja.

 

Di waktu yang nyaris bersamaan,

Lift di sisi selatan baru saja mengantarkan Dirli ke lantai yang pernah ia datangi beberapa hari yang lalu. Langkah kakinya berlanjut menapaki lorong menuju ruang rapat besar. Ruangan itu biasanya hanya dipakai untuk rapat para petinggi, dan hari ini tampak jelas, suasana terasa lebih sibuk, ini jelas artinya ada agenda besar di ruang rapat itu, tetapi tidak ia ketahui.

Langkahnya melambat ketika melihat pintu ruang rapat sedikit terbuka. Hembusan udara dari dalam membawa aroma kopi hangat dan wangi kertas baru, bau khas ruangan yang sedang serius mempersiapkan sesuatu.

Dirli berhenti beberapa jengkal dari pintu. Ia mencondongkan tubuh, memiringkan kepala untuk mengintip dari celah yang sempit. Suaranya nyaris tak terdengar saat bergumam,

"Mungkin saja, Pak Wirya ada di dalam."

Matanya menyapu cepat ke dalam. Deretan kursi kulit mewah tersusun rapi mengelilingi meja elips besar. Layar proyektor menyala dengan presentasi awal, dan beberapa pria berdasi tampak membolak-balik berkas dengan wajah serius. Namun, ia belum berhasil menemukan wajah Pak Wirya.

Ia menghela napas panjang, mengangkat tangan dan mengetuk pelan pintu. Ketukan itu terdengar ragu, seperti bukan sepenuhnya permintaan izin, melainkan hanya sekadar isyarat keberadaan. Kepalanya kembali mencondong, berharap bisa melihat lebih jelas papan nama yang terpajang di meja tengah.

“Presiden Direktur,” matanya menangkap tulisan itu.

"Wah, ini ruang rapat utamanya si bos besar. Apa boleh ngintip? Ada yang marah nggak ya?"

Belum sempat ia fokus pada siapa yang duduk di balik papan itu, seorang pria berdiri. Pria bertubuh tinggi dengan jas gelap rapi. Ia berdiri tepat di depan pandangan Dirli, menutup seluruh garis pandang ke arah sosok yang duduk di kursi pemimpin.

Kedua tangannya terlipat di dada. Tatapannya tajam, dan dingin, sehingga membuat Dirli mengangkat bahu dengan refleks.

Salah satu alis pria itu terangkat, lalu terdengar suaranya, salah satu orang penting itu, tenang, datar, tapi tentu tak menyukai keberadaannya.

“Apa yang kau lakukan di sini?”

Dirli meneguk ludah. Ia belum pernah melihat wajah pemimpin perusahaan yang selama ini begitu tertutup, tapi sebuah firasat menbuatnya semakin mencoba melihat siapa orang yang di balik papan nama itu.

1
MomyWa
semangat thor
MomyWa
thor, jngan rumit2 kali lah bkin cerita. hobi kali nulis yg rumit
MomyWa
wLaaaahh, dah pny anak..gwat dong. ksihan ratna
MomyWa
sepertinya mulai menimbang2 nih
MomyWa
manut2 aja dirli
MomyWa
berbeda dbanding saat brsama ratna
MomyWa
harusnya pcat aja langsung pak
MomyWa
cakep, tp udah tua sih 😅
MomyWa
weeehh, cocok utkku tp ga ada di sini
MomyWa
mungkin ga mau ktemu sm org kayak elu lagi
MomyWa
seharian kemarin sibuk bgt, ga taunya ketinggalan banyak. smpai2 covernya udah ganti lagi ya thor
arielskys
sekarang kami mengerti alasan Robin tak mempermasalahkan masa lalu Ratna. Karena manusia pasti memiliki kekhilafan.
arielskys
ada maksud terselubung
arielskys
jangan smpai lupa tjuanmu td dirli
Anonymous
saya kasih kopi Thor, semangat terus yaaah
Syahril Maiza
tapi emang dr awal pak ojek mengatakan nggak memiliki masa lalu yg lebih baik bukan? kita tnggu authornya mau membawa cerita ke mana
Syahril Maiza
terus pak, buktikan kau tak goyah
Syahril Maiza
emang enak dicuekin?
MomyWa: kasian deh loe
total 1 replies
Syahril Maiza
omaigat, nanti kalau si mertua Amora tau, malah semakin semena2
arielskys: jangan smpai deh
total 1 replies
Syahril Maiza
kalau lu setia, mungkin bisa naik jabatan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!