Kata orang, roda itu pasti berputar. Mereka yang dulunya di atas, bisa saja jatuh kebawah. Ataupun sebaliknya.
Akan tetapi, tidak dengan hidupku. Aku merasa kehilangan saat orang-orang disekitar ku memilih berpisah.
Mereka bercerai, dengan alasan aku sendiri tidak pernah tahu.
Dan sejak perceraian itu, aku kesepian. Bukan hanya kasih-sayang, aku juga kehilangan segala-galanya.
Yuk, ikuti dan dukung kisah Alif 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kisah Masa Lalu
Neli tak henti-hentinya mengucap syukur. Dia beruntung Alif memilih untuk menjual ikannya. Karena jika memakan semua pun meraka takkan, sanggup. Apalagi, mereka tidak punya kulkas, untuk menyimpan ikan supaya lebih tahan lama.
Dengan uang delapan puluh ribu itu, Neli berencana akan membeli seperempat ayam potong. Hitung-hitung sebagai hadiah untuk Alif. Dan sisanya, tentu saja di kembalikan untuk Alif agar bisa di tabung.
"Malam ini, kita makan ikan bakar ya. Nanti, tolong belikan kecap manis yang seribu itu." kata Neli, sambil membersikan ikan.
"Baik nek ..." seru Alif, ah dia sudah membayangkan betapa nikmatnya makan malam nanti.
Alif ke warung untuk membeli kecap seperti pesanannya. Dia juga membawa uang lebih, untuk membeli jajanan incarannya.
"Bu, beli ..."
"Beli apa Alif?"
"Kecap manis yang seribuan. Terus, aku mau minum ini dan kue ini." kata Alif, mengambil minuman y*kult dari lemari pendingin.
"Tumben, jajan banyak, biasanya cuma seribu. Lagi banyak uang ya Lif?"
"Tadi, ada orang yang beli ikan hasil pancing." sahut Alif jujur.
"Ya, lebih baik begitu, nanti uangnya kamu simpan sendiri aja. Jangan kamu titipin sama nenekmu." larangnya.
Alif hanya cengengesan, menanggapi ucapan pemilik warung. Setelah membayar pesanannya sesuia harga, Alif pun melenggang pergi, meninggalkan warung.
"Wah, sepertinya lagi kaya ya Lif? Tumben-tumbenan beli minum y*kult. Biasanya, hanya menonton di iklan, atau orang lain yang minum kan?" ujar Nila mencibir.
Mengingat, Alif mendapatkan uang lebih banyak dari Akmal, hatinya langsung terbakar. Padahal, jelas-jelas pancing milik Akmal dibeli dengan harga ratusan ribu, tak sebanding dengan milik Alif yang bermodalkan bambu.
"Jadi, kamu gak berniat bagi-bagi uang hasil jual ikan sama teman-teman mu, Lif? Seharusnya, kamu jangan tamak Lif. Kalian perginya sama-sama, setidaknya kamu kasih lah, masing-masing mereka lima ribu. Hitung-hitung beli minum gitu." cerocos Nila.
"Mereka menolaknya bu, kata mereka itu murni milikku." sanggah Alif, dan Nila mengerucut bibirnya.
"Itu, di tangan mu apa?" kembali Nila bertanya dengan penuh selidik.
"Kecap bu, mau bakar ikan."
"Itu aja pamer ..." sinis Nila, meninggalkan Alif.
Alif megedik bahu, kemudian kembali berjalan untuk pulang.
Malam pun tiba, Alif makan dengan lahap. Ini merupakan makanan termewah baginya. Alif memang sering memancing, namun baru kali ini dia mendapatkan ikan sebanyak itu.
Misna menatap bayi dalam gendongannya, setelah nama Alif disebut oleh Faisal, hatinya berdenyut nyeri.
Bayangan dimana, dia menitip Alif pada Neli kembali terbayang, dan air mata mulai berjatuhan.
Flashback ____
Haris pulang dengan menenteng beberapa belanjaan dari kantong plastik. Bibirnya, tak henti-henti mengeluarkan siulan, pertanda jika ia sangat bahagia.
Sampai di kontrakan, dia melihat istrinya yang sedang mondar-mandir, bak setrika yang menggosok pakaian kusut.
"Kenapa sih? Ada apa?" tanya Haris, duduk di tikar.
Memang kontrakan mereka tidak memiliki kursi tamu, ataupun sofa.
"Kenapa kamu mengambil emas milik ibuku?" tanya Misna langsung ke inti.
"A-apa maksudmu ..." Haris gelagapan.
"Gak usah pura-gak tahu, abang ku mendapatkan telpon dari pemilik kedai emas. Jika abang menjual emas ibu. Dan asal abang tahu, pemilik kedai itu ialah temannya." ujar Misna dengan suara yang bergetar.
"A-aku gak mencurinya." Sanggah Haris.
"Kalo begitu, dari mana kamu mendapatkan emas, dan menjualnya?" Misna bertanya dengan wajah datar.
"I-itu, itu punya temanku. Dia, menyuruhku untuk menjualnya sebentar." bohong Haris, dia bahkan tak berani menatap wajah Misna.
"Kamu bohong! Emas itu punya ibuku. Selain tanggalnya yang sama, bahkan berat dan modelnya juga sama." jelas Misna berteriak.
Dia bahkan, memukuli tubuh Haris.
"Oke, aku ngaku! Aku yang mengambilnya." ungkap Haris.
Haris berpikir, percuma saja dia bohong. Toh, semua bukti sudah jelas, jika ia yang mengambilnya.
Padahal, selama satu minggu ini, dia sudah ikut pura-pura panik, sama Misna dan keluarganya, perihal emas yang hilang.
Seminggu yang lalu, saat Haris ke datang ke rumah mertua karena acara ulang tahun keponakan Misna, tak sengaja dia melihat mertuanya yang melepaskan gelang serta kalung yang di tubuhnya. Saat itu, dia hendak ke toilet, akan tetapi pintu kamar mertuanya tidak tertutup sempurna, jadi lah, ia mengintip dan memiliki niat jahat itu.
"Kenapa?" tanya Misna lirih. Bahkan, suara hampir habis.
"Karena kamu udah gak memberikan aku uang. Aku juga ingin foya-foya, membeli apapun yang ku mau, bukan malah semua uangku kamu ambil." cetus Haris.
"Makanya, kamu kerja yang benar! Bukan kerja sehari, libur seminggu. Memangnya kamu pikir, uang yang kamu berikan itu cukup? Kamu hanya memberiku dua ratus ribu, untuk satu minggu. Itupun, harus ku sisihkan, untuk membayar sewa rumah ini." jelas Misna.
"Berapa kali aku bilang Misna, aku gak biasa bekerja. Menjadi tukang itu capek, aku lelah." adu Haris.
"Terus, kenapa juga kamu menikahi ku, jika kamu enggan menafkahi ku?" tanya Misna dengan air mata.
Haris enggan menjawab. Dia memilih keluar dari rumah, mencari ketenangan di tempat lain.
Misna, hanya bisa termangu meratapi nasibnya.
Dulu, sebelum ia menerima pinangan dari Haris, lelaki itu menjanjikan segalanya. Memang dia tidak selingkuh, dan kdrt. Akan tetapi, memiliki suami yang pemalas, siapa yang bisa tahan?
Bukan Misna tidak mau bekerja, dia harus menjaga anaknya yang berumur tiga tahun. Lagipula, Haris juga tidak mengizinkannya bekerja, dia terlalu gengsi untuk itu.
Beruntung, saat ini Alif di titipkan pada abangnya. Jadi, sekarang dia bisa menangis sepuasnya.
Setelah merasa cukup tenang, baru lah Misna datang ke rumah ibunya. Kebetulan, mereka masih tinggal satu kampung, dan jarak rumah mereka hanya beberapa lorong saja.
"Jadi, bagaimana?" tanya ibu Misna bernama Ratna.
"Dia mengakuinya bu." lirih Misna.
Ratna tersenyum sinis, "Ibu gak mau tahu, emas ibu harus kembali seperti semula, tanpa kurang sedikit pun." tekan Ratna.
"Tapi bu ..."
"Gak ada tapi-tapian. Bila perlu, kamu ceraikan saja lelaki seperti itu, karena aku gak mau kamu melahirkan keturunan pencuri." tekan Ratna.
"Ibu benar Misna. Lihatlah, penampilan mu sekarang. Kamu kelihatan lebih tua dari umurmu." sambung abang Misna.
"Tapi ..."
"Jika memang kamu ingin melanjutkan hubungan itu, kembalikan dulu, emas ibu seperti semula. Ibu berikan kamu waktu seminggu." tegas Ratna menatap Misna nyalang.
Karena tidak ingin membuat ibunya semakin marah, Misna pun izin pamit. Tak lupa, dia juga membawa Alif kembali.