NovelToon NovelToon
Jodohku Tetanggaku

Jodohku Tetanggaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:12.5k
Nilai: 5
Nama Author: Fernanda Syafira

Ayudia Larasati, gadis cantik yang sudah berkali - kali gagal mendapatkan pekerjaan itu, memilih pindah ke desa tempat kelahiran ibunya setelah mendapatkan kabar kalau di sana sedang ada banyak lowongan pekerjaan dengan posisi yang lumayan.
Selain itu, alasan lain kepindahannya adalah karena ingin menghindari mantan kekasihnya yang toxic dan playing victim.
Di sana, ia bertemu dengan seorang pria yang delapan tahun lebih tua darinya bernama Dimas Aryaseno. Pria tampan yang terkenal sebagai pangeran desa. Parasnya memang tampan, namun ia adalah orang yang cukup dingin dan pendiam pada lawan jenis, hingga di kira ia adalah pria 'belok'.
Rumah nenek Laras yang bersebelahan dengan rumah Dimas, membuat mereka cukup sering berinteraksi hingga hubungan mereka pun semakin dekat

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

3. Kerupuk Kulit

Pagi itu, Laras dan Uti berjalan bersama menuju ke pabrik kerupuk kulit milik Uti yang tak jauh dari rumah. Setiap pagi, Uti memang selalu ke pabrik untuk melihat kondisi di sana.

Tampak pekerja pabrik yang sudah beraktifitas. Di sana, memang lebih banyak pegawai laki - laki ketimbang perempuan.

"Walah, bungah yo ti, saiki enek konco neng omah. (Wah, senang ya ti, sekarang ada teman di rumah)."

"Alhamdulillah, Uti wis ra dewekan. Wes ayem pokok e. (Alhamduliah, Uyi sudah gak sendirian. Sudah tenang pokoknya.)"

"Weh, ayu tenan putune Uti. (Weh, cantik sekali cucunya Uti.)"

"Wes tekan to, mbak Laras. Malih ayu saiki, manglingi tenan mergo ra tau mulih. (Sudah sampai to, mbak Laras. Semakin cantik sekarang, bikin pangling karena gak pernah pulang.)"

"Mugo - mugo kerasan neng deso yo, mbak. Nggo ngonconi Uti. (Mudah - mudahan betah di desa ya, mbak. Untuk menemani Uti.)."

Para pegawai yang bekerja di pabrik kerupuk milik Uti, silih berganti menyapa Laras dan Uti. Laras sendiri tampak senang karena kedatangannya di sambut baik di sana.

"Uti tak ndelok gudang sek, nduk. (Uti mau lihat gudang dulu, nduk.)" Kata Uti setelah memeriksa kualitas kulit yang baru datang.

"Laras di sini saja ya, ti." Jawab Laras yang ikut berbaur dengan pegawai yang mengemas kerupuk kulit. Laras yang humble, tampak sangat mudah akrab dengan para pegawai di sana.

"Sudah selesai sekolahnya, mbak?" Tanya salah seorang pegawai.

"Alhamduliah, sudah selesai beberapa bulan lalu, lik." Jawab Laras.

"Berarti bener, mbak Laras kesini mau cari kerja?"

"Iya, soalnya cari kerja di kota sulit." Kekeh Laras.

"Mudah - mudahan cepet dapet kerja ya, mbak."

"Aamiin." Laras mengaminkan dengan sepenuh hati.

"Orang tua mbak Laras gimana kabarnya?"

"Alhamduah, sehat semua." Jawab Laras.

Laras tampak asyik mengobrol, namun tangannya juga tak berhenti memasukkan kerupuk ke dalam kemasan plastik. Sambil sesekali mencicipi kerupuk itu.

"Eee, lho, lho! mbak ini yang kemarin di boncengin mas Dimas ya? Oo, ternyata cucunya Uti. Kirain pacarnya mas Dimas." Tanya seorang gadis muda yang lebih muda dari Laras bernama Nila.

"Eh, bukan kok! Bukan pacarnya. Itu karena bawaan saya banyak, jadi si Hilman kerepotan mau bawa barang - barang saya. Kebetulan mas Dimas lewat, jadi saya di tebengin." Cerita Laras.

"Tumben! Padahal mas Dimas itu anti boncengin cewek, apa lagi anak gadis. Kalo gak bener - bener kepepet." Kata Nila yang membuat Laras mengerutkan dahi.

"Saya kemarin kan kepepet banget." Sahut Laras yang membuat Nila terkekeh.

"Iya juga, ya." Ujar Nila.

"Mulakno dadi bujang tuwek, mergo terlalu milih. (Makanya jadi bujang tua karena terlalu pemilih)." Celetuk yang lain.

"Sakjane ki, okeh wedokan sing seneng karo dene. Wong bocahe yo ngguanteng, sugih pisan. Tapi yo kuwi, cahe menengan opo meneh karo gadis. (Sebenarnya tu, banyak perempuan yang suka sama dia. Orang anaknya ya ganteng, kaya juha. Tapi ya itu, anaknya pendiem apa lagi sama gadis.)"

"Sssttt! Enek sing ngomong nak bocah kui ki mbelok alias ra seneng karo wedok. (Sssstt! Ada yang bilang kalau anak itu tuh belok/gak bener alias gak suka sama perempuan.)" Perghibahan dengan suara semakin lirih itu pun jadi semakin panas.

"Heh! Ojo sembarangan lambemu leh muni. Iso - iso dadi fitnah! (Heh! Jangan sembarangan mulutmu kalau bicara. Bisa - bisa jadi fitnah!)"

Laras hanya bisa menyimak percakapan para pegawai wanita yang di dominasi oleh ibu - ibu itu tanpa berniat untuk mengomentari.

Menurutnya, Dimas tak seburuk itu. Walaupun tak banyak bicara, pria itu baik, sopan dan cukup gentle.

"La, iki terno pesenane bu nyai, nduk. (La, ini antarkan pesanannya bu nyai, nduk.)" Pinta Uti.

"Njih, ti. Namung niki mawon?. (Iya, ti. Hanya ini saja?)" Tanya Nila.

"Ho'oh. Terno langsung neng omahe bu nyai yo. (Iya. Antarkan langsung kerumahnya bu nyai, ya.)."

"Njih, ti." Jawab Nila yang langsung menyiapkan pesanan milik pengasuh pondok pesantren yang berada di desa mereka.

"Mbak Laras, mau ikut gak? Sekalian jalan - jalan, hehehe." Ajak Nila.

"Ti, Laras boleh ikut Nila?" Tanya Laras.

"Yo oleh, ati - ati yo, nduk. Gek ndang mulih, wes awan. Mengko seurunge dzuhur, Uti mulih. Kowe bablas mulih omah wae. (Ya boleh, hati - hati ya, nduk. Cepat pulang, sudah siang. Nanti sebelum dzuhur, Uti pulang. Kamu langsung pulang kerumah saja.)" Pesan Uti pada Laras.

"Iya, ti." Jawab Laras yang kemudian membantu Nila membawa kerupuk - kerupuk pesanan bu nyai.

Mereka berdua mengendarai sepeda motor yang memang di siapkan khusus untuk mengantar pesanan - pesanan kerupuk kulit di sekitar desa.

"Mbak, pegangan, jalannya banyak jeglongan (lubang)." Kata Nila sebelum mereka berangkat.

"Oke, pelan - pelan aja ya, La." Pinta Laras.

"Tenang aja, mbak. Saya ini lulusan teknik bawa sepeda motor di jalan desa." Jawab Nila yang membuat mereka berdua terkekeh.

Laras dan Nila tampak akrab walaupun baru beberapa jam lalu bertemu. Keduanya bahkan sudah seperti orang yang lama bersahabat.

"Mbak Laras sudah main kemana aja?" Tanya Nila.

"Belum kemana - mana. Baru juga sampai kemarin." Jawab Laras.

"Kapan - kapan saya ajak keliling desa deh, mbak. Tapi kalau pas hari minggu, soalnya pabrik kan kerjanya selalu sampai sore." Kekeh Nila.

"Siaap!" Jawab Laras.

Motor yang di kendarai Nila mulai memasuki halaman pondok pesantren. Pondok yang luas ini, di bagi menjadi dua wilayah, yaitu pondok santri putra dan pondok santri putri.

Kedua bagian itu di pisahkan oleh deretan rumah saling berhadapan yang di huni oleh ustadz dan ustadzah yang mengajar di sana.

Berbeda dari rumah lain yang nampak seragam, rumah milik pengasuh ponpes ini memang lebih besar dan tampak mencolok walaupun berada di bagian paling ujung.

"Mbak, ayo turun." Ajak Nila.

Gadis itu tampak merapikan kerudungnya dengan melihat kaca sepion. Ia juga mengelap wajahnya yang sedikit lusuh.

"Bedakan sekalian, La." Goda Laras.

"Hehehe, barangkali ketemu sama Gus Farid, mbak." Gelak Nila.

"Siapa Gus Farid itu?" Tanya Laras.

"Putra bungsunya pak kyai dan bu nyai. Ngguanteng tur adem yen nyawang gus Farid, mbak. (Tampan juga dingin hawanya kalau memandang gus Farid, mbak.)" Kata Nila.

"Dasar genit!" Kekeh Laras sambil meraup wajah Nila.

Dua gadis berhijab itu kemudian berjalan bersama menyusuri deretan rumah yang berjajar dan saling berhadapan seperti membentuk sebuah jalur menuju ke rumah utama.

Beberapa santri dan santriwati tampak juga berlalu lalang di sana. Nila yang sudah biasa datang ke pondok, menyapa beberapa santriwati yang ia kenal. Tak lupa, ia juga memperkenalkan Laras pada mereka.

"Assalamualaikum." Seru Nila.

"Waalaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh." Suara bariton pria menjawab salam Nila.

Pria tinggi yang berparas teduh itu kemudian keluar dari dalam rumah.

"Owalah, Nila. Ummi pesen kerupuk? (Oh, Nila. Ummi pesan kerupuk?)" Tanya pria yang ternyata mengenal Nila.

"Njih, gus Farid. Niki pesenane bu nyai. (Iya, gus. Ini pesanannya bu nyai.)" Jawab Nila sambil memberikan kerupuk yang ia bawa.

"Wis di bayar, urung yo? Mergo ummi ra ngomong nak pesen kerupuk. (Sudah di bayar, belum ya? Karena ummi gak bilang kalau pesan kerupuk.)"

"Ee hehe, kulo mboten ngertos, gus. Namung di dawuhi ngeterake niki kalih Uti. Uti njih mboten ngendiko mpun di bayar nopo dereng. (Hehe, saya gak tau, gus. Cuma di suruh nganter ini sama Uti. Uti juga gak bilang sudah di bayar apa belum)." Jawab Nila.

"Lungguho ndisik wae. Tak telpone ummi sediluk. Iki kerupuk e tak tampani yo. (Masuk dulu saja. Saya telfon ummi sebentar. Ini kerupuknya saya terima ya.)" Kata Farid sambil mempersilahkan tamunya duduk di lincak yang ada di teras.

"Njih, gus." Jawab Nila yang kemudian mengajak Laras duduk di teras. Sementara Farid masuk ke dalam rumahnya dengan membawa dua bungkus besar kerupuk.

"Gimana mbak? Adem kan lihatnya?" Bisik Nila pada Laras.

"Iya juga, sih." Sahut Laras yang cengengesan.

"Tuh kan, apa aku bilang. Walaupun gak seganteng mas Dimas, tapi gus Farid tuh enak dilihat." Kekeh Nila yang hanya di tanggapi senyuman oleh Laras.

Tak lama kemudian, Farid kembali menemui Nila dan Laras.

"Iki la, jare ummi pesen satus ewu. (Ini la, kata ummi pesan seratus ribu.)" Kata Farid sambil memberikan uang pada Nila.

"Njih, matur suwun, gus. (Iya, terima kasih, gus.)"

"Iko sopo, lo? Kok koyone urung tau weruh. (Ini siapa, lo? Kok sepertinya belum pernah lihat.)" Tanya gus Farid sambil melihat Laras.

"Owalah, niki mbak Laras. Putune Uti, sing sakniki ngerencangi Uti ten griyo. (Oh, ini mbak Laras. Cucunya Uti, yang sekarang menemani Uti di rumah.)" Jelas Nila yang di jawab anggukan oleh Farid.

"Yo mpun, gus. Kulo wangsul riyin (Yasudah, gus. Saya pulang dulu). Assalamualaikum." Pamit Nila.

"Njih, monggo, matur suwun. (Iya, silahkan, terima kasih). Waalaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh."

1
Nur Wakidah
aku sg moco melu kesemsem karo guya guyu dewe ☺️☺️☺️
Sari Nande16
q seng Moco Yo kesem sem 🤣🤣
Yulay Yuli
selalu kesemsem dengan perlakuan Dimas, berasa aku yg digituin 😅😀
Dewi kunti
ojo sue2 ay mengko Ndak gur njagani jodoh nya org,sat set ngunu lho
Sari Nande16
uluh2 mas Dimas 🥰🥰
Yulay Yuli
mauuuu..... mau.... 😘😁
Yulay Yuli
lemes ya dipanggil sayang sama Ay 😂😂😂
ayu rahma
ahh dimass so sweeett,, 🥰🥰
Bungatiem
ih gemes
Yulay Yuli
udh buruan halalin thour
Dewi kunti
biasanya tambah LG up nya
Bungatiem
double upda ya Thor
Irma Minul
luar biasa 👍👍👍
Bungatiem
Thor ko novel rahasia pasangku ga pernah update?? padahal bagus juga lo cerita nya 😞
Faqisa Sakila
Dri cinta ugal2an pak kades sama crita ini jd novel favorit bnget ,,
update trus y kk..
sk bngt ma critany
Dewi kunti
ra usah cemburu
Dedes
makane gek endang dicencang mas 😂
Nur Wakidah
nah mas Dim , , , Hadooohhh kan kedisek an Gus Farid 🤣🤣🤣
Nur Wakidah
mas Dimas isok misoh yoan 🤣🤣🤣
Nur Wakidah
awas ketikung MAS DIM , , , 🤭🤭🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!