Ada seorang wanita sedang menangis di dalam sujudnya. Dia adalah Nasya Fahriza Putri, wanita yang sudah menginjak usia 25 tahun itu menangis saat mendengar bahwa seseorang yang ada di dalam hatinya sebentar lagi akan menikah. Sudah sejak usia 20 tahun Nasya berdoa di dalam sujudnya agar yang Maha Kuasa mengabulkan permintaannya untuk di jodohkan dengan Atasannya. Pria itu bernama Aditya Zayn Alfarizi yang berstatus sebagai CEO di salah satu perusahaan ternama di Jakarta.
Lalu bagaimana nasib Nasya? Apakah doanya selama ini akan terkabul, atau justru harus melihat pria yang ia cintai dalam diam menikah dengan kekasihnya?
Kita simak kisahnya yuk di cerita Novel => Cinta Di Atas Sajadah
By: Miss Ra
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CDAS 24
Zayn sudah bersiap menuju perusahaan. Nasya berjalan mengikuti langkah Zayn menuju mobil yang sudah siap di halaman rumahnya. Zayn membuka pintu mobil, tapi Nasya menghentikannya.
“Hati-hati di jalan, Kak,” ucap Nasya seraya mengulurkan tangannya.
“Hem... Jangan pergi ke mana pun sampai aku pulang!” balas Zayn setelah Nasya mencium tangannya.
“Iya, Kak.”
Zayn lalu masuk, dan tak lama mobil sudah keluar dari gerbang rumahnya. Nasya kemudian masuk dan menghampiri Ibu Zubaidah di ruang keluarga.
“Suamimu sudah pergi, Sya?” tanyanya.
“Sudah, Mah,” balas Nasya tersenyum.
“Oh iya, Mama mau tanya. Kok kalian sudah pulang dari Paris? Bukannya masih dua hari lagi di sana?”
Deg!!
Nasya terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa. Suaminya tidak memberitahu padanya jika sang ibu bertanya soal itu.
“Kok diam? Zayn tidak berbuat kasar denganmu, kan?” sambungnya lagi.
“Ah, tidak. Kak Zayn sangat perhatian pada Nasya. Dia tidak sedikit pun kasar denganku,” sahut Nasya.
“Lalu? Apa yang membuat kalian cepat pulang?”
Nasya berpikir keras untuk memberikan jawaban yang masuk akal. “Kita cepat pulang karena Kak Zayn ditelepon pihak perusahaan. Dan... karena ada meeting yang harus dilakukan hari ini juga,” sahutnya sedikit gugup.
Nasya takut kebohongannya terbongkar dan berakhir pertengkaran. Dia lalu mengambil tehnya yang ada di atas meja dan segera meminumnya untuk menghilangkan rasa gugup. Tapi Ibu Zubaidah tahu keduanya sudah berbohong, karena mereka terlihat dari ekspresinya saat bicara.
---
Hari ini Zayn pulang malam. Jam delapan, mobil yang dikendarai pria itu memasuki halaman rumahnya. Nasya yang menunggu di ruang keluarga ingin menyambut sang suami dengan senyum senang.
“Assalamualaikum...”
“Waalaikumsalam... Tumben jam segini baru pulang, Kak?” sambut Nasya, mencium tangan suaminya lalu mengambil tas yang ada di tangan Zayn.
“Iya... ada meeting mendadak tadi jam lima sore,” sahutnya sedikit lesu.
“Kak Zayn sudah makan?” tanya Nasya.
“Sudah tadi di restoran bersama Yuda,” sahut Zayn datar.
“Baiklah kalau begitu, mau Nasya—”
“Kau bisa diam tidak!! Berisik sekali mulutmu sejak tadi!” pekik Zayn membuat bahu Nasya terjungkat kaget.
“ZAYN!!!”
Pria itu menoleh ke belakang saat mendengar suara teriakan ibunya yang baru saja keluar dari dalam kamar. Otomatis Zayn memejamkan matanya, menghembuskan napas, dan mengusap wajahnya kasar. Dia lupa saat ini sedang berada di mana.
“Jadi begini kelakuanmu terhadap Nasya! Mama sudah peringatkan kamu untuk tidak berlaku kasar padanya! Dia ini istrimu, Zayn!” Ibu Zubaidah membentak sang putra karena sudah berani bicara kasar dengan keponakannya tersayang.
“Tidak, Mah. Kak Zayn tidak bermaksud begitu,” Nasya berusaha meredamkan pertengkaran antara anak dan ibunya, dan hasilnya dia juga yang kena marah dari Ibu Zubaidah.
“Kamu tidak perlu membela suamimu ini! Jika dia salah maka Mama wajib memberinya peringatan! Kalau Nasya tidak mau mendengar Mama memarahinya, lebih baik masuk kamar!” emosi Ibu Zubaidah sudah tidak bisa ditahan lagi.
Nasya yang tak tahu harus bagaimana hanya menunduk diam setelah diomeli. Dia tidak mau mengeluarkan suaranya lagi, lebih baik diam mendengarkan ibu mertuanya memarahi suaminya. Sedangkan Zayn yang dimarahi masih duduk diam menatap meja di hadapannya.
“Mama perhatikan sikap kalian berbeda. Mama juga curiga, kalian pulang secara tiba-tiba dari Paris sebelum waktu yang ditentukan.” Ibu Zubaidah kemudian duduk di samping Zayn dan menatap pria itu dengan tatapan kecewa. “Sekarang Mama tanya sama kamu, kau mau menerima Nasya sebagai istrimu atau tidak?”
Mendengar pertanyaan itu, seketika Zayn menoleh menatap ibunya. Dia tidak menyangka ibunya bisa semarah itu jika dirinya berlaku kasar pada Nasya.
“Kenapa Mama tanya seperti itu?”
“Jawab dulu pertanyaan Mama! Kau masih mau menerima Nasya sebagai istrimu atau tidak, Zayn?!”
Zayn menunduk. Dia menoleh menatap Nasya yang masih berdiri memegangi tas kerjanya di samping sofa tempat dirinya duduk. Dia tidak setega itu menyakiti Nasya, tapi memang hatinya belum bisa menerima kehadiran gadis itu. Luka yang diberikan oleh Angel belum sepenuhnya hilang, Zayn masih butuh waktu untuk menyembuhkan lukanya.
“Maafkan aku, Nasya. Aku sudah menyakitimu. Aku janji tidak akan lagi membentakmu atau kasar padamu. Beri aku waktu untuk bisa menerima kehadiranmu di hatiku.”
Setelah mengatakan itu, Zayn bangkit, merebut tas kerja dari tangan Nasya, lalu melangkah pergi meninggalkan dua wanita itu ke kamarnya. Nasya yang melihat suaminya pergi hanya terpaku menatapnya. Sedangkan Ibu Zubaidah yang belum mendapat jawaban tak terima ditinggalkan begitu saja.
“Zaaayn...! Jawab dulu pertanyaan Mama! Zaaayn...! Kau dengar Mama tidak?!” Zayn tak menghiraukan teriakan ibunya. Hingga akhirnya Nasya berusaha menenangkan sang ibu mertua lalu menghentikan teriakan itu.
“Sudahlah, Ma... Mungkin Kak Zayn sedang lelah. Ini salahku, aku yang terlalu banyak bicara dan tidak membiarkan dia istirahat dulu.”
Mendengar ucapan Nasya, mata Ibu Zubaidah nampak berkaca-kaca. “Masyaallah, baik sekali hatimu, Nasya. Mama bersyukur anak Mama mempunyai istri seperti kamu. Maafkan putra Mama yang sudah berani berucap kasar padamu, Nak.” Air mata Ibu Zubaidah jatuh dan berhambur memeluk keponakan sekaligus menantu kesayangannya dengan erat.
---
Kini sepasang sejoli itu sudah berada di dalam kamar yang sama. Zayn masih saja duduk di sofa, sibuk dengan layar laptopnya. Sedangkan Nasya duduk bersandar di ranjang sembari memainkan ponselnya. Tidak ada percakapan sejak kejadian tadi. Sampai akhirnya, Nasya mendekati suaminya dan memulai pembicaraan lebih dulu.
“Kak, boleh aku bertanya sesuatu?”
“Hem...” singkat jawaban Zayn tanpa mengalihkan tatapannya dari laptop.
“Apa besok Nasya masih boleh bekerja?” tanyanya.
“Hem...”
“Alhamdulillah... Kalau begitu terima kasih, Kak. Nasya istirahat duluan, ya? Kak Zayn jangan sampai kurang tidur, nanti sakit. Lanjutkan besok lagi kerjanya. Selamat malam, Kak.”
Setelah mengatakan itu, Nasya melangkah menuju ranjang. Dia berusaha setenang mungkin menghadapi Zayn yang tiba-tiba berubah dingin dan tak banyak bicara. Meski sakit mendapat perlakuan seperti itu, tetap saja Nasya berusaha menyembunyikannya.
...****************...
Haaay para pembaca setia, gimana nih cerita Zayn dan Nasya? Bagus tidak? Kalau bagus jangan lupa jempol dan ratingnya yaaa...
Kali ini aku mau mempromosikan karya terbaruku yang baru saja rilis, dan untuk kali ini ceritanya sedikit berbeda yaa...
Mohon dukungannya ya semua.. Semoga bisa masuk 20 bab terbaiknya.. Oke, selamat membaca semuanya.. Semoga berkesan dengan ceritaku, selamat malam.
See You..