Apa jadinya jika impian mu hancur di tangan orang yang paling kamu benci, tapi juga tak bisa kamu hindari?
"Satu tesis gagal, Karena seorang dosen menyebalkan, Semua hidup ku jadi berantakan"
Tapi siapa sangka semuanya bisa jadi awal kisah cinta?
Renatta Zephyra punya rencana hidup yang rapi: lulus kuliah, kerja di perusahaan impian, beli rumah, dan angkat kaki dari rumah tantenya yang lebih mirip ibu tiri. Tapi semua rencana itu ambyar karena satu nama: Zavian Alaric, dosen killer dengan wajah ganteng tapi hati dingin kayak lemari es.
Tesisnya ditolak. Ijazahnya tertunda. Pekerjaannya melayang. Dan yang paling parah... dia harus sering ketemu sama si perfeksionis satu itu.
Tapi hidup memang suka ngelawak. Di balik sikap jutek dan aturan kaku Zavian, ternyata ada hal-hal yang bikin Renatta bertanya-tanya: Mengapa harus dia? Dan kenapa jantungnya mulai berdetak aneh tiap kali mereka bertengkar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 24
Suasana malam itu mulai sejuk saat Zavian memperhatikan tiga tamu tak diundang yang tampak kelelahan di depan rumah Renatta. Sudah ber jam-jam mereka menunggu di depan pagar rumah gadis itu, namun tanda-tanda kehadiran Renatta belum juga muncul. Zavian melirik jam tangannya untuk kesekian kalinya.
Zavian pun berinisiatif membuka pagar rumahnya dan menghampiri mereka. Zavian juga sama lelahnya dengan mereka.
"Kalian pasti capek. Mampir ke rumah saya saja dulu, daripada nunggu di luar begini."
Mereka bertiga saling pandang, lalu mengangguk bersamaan.
"Aduh, makasih banget ya, Pak!"
"Tapi kenapa gak dari tadi yaa" bisik Arya pelan yang mendapat pukulan dari Mira.
"Iya, kita udah kebakar matahari nih."
"Untung ada Pak Zavian, penyelamat kami!" ucap sela.
Zavian hanya mengangguk singkat, lalu mempersilakan mereka masuk ke rumahnya. Ketiganya duduk di teras, terpukau dengan suasana rumah Zavian yang begitu rapi, bersih, dan tertata minimalis seperti mencerminkan sosok tuan rumah yang perfeksionis dan teratur.
"Rumahnya bersih banget ya. Gue jadi minder lihat kamar kos gue yang kayak kapal pecah."
"Fix, ini rumah kayak keluar dari majalah interior!"
Zavian tersenyum kecil, kemudian keluar membawa nampan berisi gelas-gelas berisi minuman dingin dan beberapa camilan ringan.
"Silakan diminum dulu. Maaf kalau cuma ini."
"Wah, ini aja udah mewah, Pak. Makasih banyak."
Baru saja mereka hendak menyeruput minuman, sebuah mobil mewah melintas dan berhenti di pekarangan rumah Renatta, tepat di sebelah rumah Zavian. Di teras rumah, Mira, Sela, Arya, dan Zavian otomatis menoleh. Mereka bisa melihat jelas saat Bastian keluar terlebih dahulu dari sisi pengemudi, lalu bergegas membukakan pintu penumpang.
"Eh itu Renatta udah pulang" Ucap Arya.
"Bener bener tuh anak ya..."
"Eh tapi dia sama siapa?"
"Lah… itu bukannya… Bastian?"
"Eh? Mereka jalan bareng? Kok bisa?"
"Bukannya mereka lagi berantem? Udah baikan ya?"
Renatta keluar dari mobil dengan senyum yang begitu manis. Angin malam menerpa lembut rambutnya, dan detik berikutnya Bastian mengusap rambut itu dengan pelan, lalu mencubit pipi Renatta secara lembut.
Bastian berbicara dengan nada hangat. "Aku nggak tahu senyum kamu bisa secantik itu kalau lagi bahagia. Hari ini kayaknya hari paling menyenangkan buatku."
Ucapan itu terdengar cukup jelas dari teras rumah Zavian. Mira, Sela, dan Arya sontak melirik satu sama lain. Sementara Zavian hanya diam sebentar, lalu berdiri pelan, memperhatikan pemandangan itu dengan tatapan datar. Tak ada ekspresi emosi yang mencolok, tapi matanya menyiratkan sesuatu yang sulit diartikan.
"Renatta sudah pulang. Sebaiknya kalian temui dia sekarang."
"Loh? Pak Zavian nggak ikut bareng kita?"
Zavian menoleh pelan, suaranya tenang namun tegas.
"Saya tidak punya kebiasaan menunggu seseorang yang tak bisa menepati janji. Apalagi tanpa kabar. Waktu adalah hal yang sangat berharga. Sekali diabaikan, tidak bisa dikembalikan."
Ketiganya diam. Kalimat itu terasa tajam. Tidak membentak, tidak meninggi, tapi cukup untuk membuat mereka terdiam dan merasa tidak enak.
Zavian melanjutkan, sambil mengambil kembali nampan minuman, "Silakan pergi. Saya rasa pertemuan ini bisa kalian lanjutkan sendiri."
Tanpa menunggu reaksi, Zavian langsung berbalik dan masuk ke dalam rumahnya, ekspresinya tenang, tapi dingin. Pintu tertutup dengan tenang, menyisakan keheningan dan tatapan kosong dari Mira, Arya, dan Sela yang masih terpaku di tempat duduk mereka.
"Dia… marah ya?" tanya Sela.
"Bukan marah. Tapi kecewa, kayaknya." Jawab Arya.
"Ya ampun… Renatta sih…"
Mereka bertiga pun berdiri perlahan, masih dalam diam, dan berjalan menuju rumah Renatta. Hati mereka terasa berat, bukan karena omelan, tapi karena kesan yang ditinggalkan Zavian lebih dingin dari yang pernah mereka lihat sebelumnya.
Mira, Sela, dan Arya pun beranjak keluar pagar. Begitu langkah mereka terdengar, Renatta dan Bastian langsung menoleh.
Renatta terkejut melihat mereka. Matanya turun ke arah kantong belanjaan yang dibawa Arya. Raut wajahnya berubah, seolah menyadari sesuatu yang penting.
"Astaga" kaget Renatta.
"Ada apa, Nat?" tanya Bastian penasaran.
"Astaga… aku lupa… Hari ini aku ada janji masak bareng mereka di rumah!"
Ketiganya kini berdiri tepat di depan Renatta dan Bastian.
"Lo dari mana aja, Ren?" tanya Sela.
"Kita nungguin lo dari tadi, tahu nggak?"
"Jam segini lo baru nongol. Kita kira lo kenapa-kenapa."
"Guys… gue bener-bener minta maaf. gue… gue lupa banget kalo hari ini kita udah janjian. Tadi buru-buru—"
"Buru-buru sama Bastian, ya?"
Renatta hanya bisa menunduk, lalu menoleh ke arah Bastian.
"Kamu pulang aja dulu ya, Bas. Nanti aku kabarin."
Bastian sempat ingin membantah, tapi melihat situasinya, ia mengangguk.
"Oke… aku pulang duluan ya."
Ia mencium kening Renatta singkat lalu kembali ke mobil.
Begitu mobil itu menjauh, Mira langsung bicara tanpa basa-basi.
"Ren, bukannya kemarin Lo nangis-nangis karena dia udah ngomong nyakitin Lo?"
"Lo bilang dia udah keterlaluan. Sekarang lo jalan sama dia lagi?"
"Gue tahu kalian bingung. Tapi… Bastian udah minta maaf. Dia sadar dia salah. Dia juga ngasih waktu buat gue berpikir lagi soal pernikahan. Dan gue ngerasa... dia tulus."
Namun ekspresi Mira dan Sela mulai berubah hambar. Mereka saling pandang dan sama-sama mendesah pelan.
"Ren, kita udah denger cerita ini berapa kali, ya?"
"Kayaknya kita pulang duluan aja, deh."
"Loh, kita nggak jadi masak?"
"Lain kali aja ya, Ren..."
"Tapi… Pak Zavian mana?" tanya Renatta.
Arya berkata dengan pelan, "Sepertinya... lo harus minta maaf sama beliau deh. Dia nungguin juga dari tadi."
"Pak Zavian nungguin gue juga?"
"Astaga Natta, Lo serius nanyain itu? Ya kan Lo yang mastiin kapan kita bisa ngumpul bareng, eh malah Lo yang ingkar" Kesal Mira.
Sela ikut menimpali, "Mana di hubungi gak Lo angkat, chat gak lo balas. Lo udah buat janji, tapi lo nggak nepatin. Lo tahu sendiri, Pak Zavian paling nggak suka yang begitu."
Renatta menelan ludah, wajahnya berubah cemas.
"Astaga… gue serius bikin semua orang kecewa hari ini ya?"
Ketiganya tidak menjawab.
"Sorry banget guys... Gue minta maaf..."
"Iya gapapa deh, Lo jelasin aja ke pak zavian. Kita pamit pulang dulu ya ren, udah malam"
Arya lalu memberikan belanjaan yang ia beli tadi kepada renatta. "Ah iya, ini Lo simpan aja, kalau mau Lo masak juga gapapa"
Renatta sangat menyesal.
"Gak usah Arya... "
"Selamat malam ren, sampai ketemu besok"
Mira dan Sela hanya melangkah pergi pelan. Arya menatap Renatta sejenak sebelum menyusul.
Renatta berdiri di depan rumahnya, memandangi langkah teman-temannya yang menjauh, dengan perasaan penuh sesal mengalir di wajahnya.