Gendis merasa jika hidupnya sudah hancur setelah mengetahui jika suaminya berselingkuh dengan teman semasa sekolah suaminya, dulu.
Gendis yang tidak terima dengan pengkhianatan itu pun akhirnya menggugat cerai Arya. Namun, disaat proses perceraian itu sedang berjalan. Arya baru menyadari jika dia sangatlah mencintai Gendis dan takut kehilangan istrinya itu.
Sehingga, Arya pun berusaha berbagai cara agar Gendis mau memaafkan nya dan kembali rujuk dengan nya.
Sayang, Gendis yang terlanjur kecewa dan sakit hati karena telah dikhianati pun tetap melanjutkan perceraian itu.
Hingga suatu hari, Gendis pun mendapatkan kabar yang mengejutkan. Dimana, dirinya dinyatakan hamil anak ketiga.
Lalu, apa yang akan Gendis lakukan? Akankah dia tetap melanjutkan perceraian itu? Atau memberikan Arya kesempatan kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Triyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.24
“Kamu yakin, akan menghadiri sidang dengan kondisimu yang seperti ini?”
“Gendis yakin, Ma. Hari ini, Gendis harus hadir. Biar masalahnya cepat selesai,”
“Tapi wajahmu sangat pucat, sayang. Apa, sebaiknya mediasi nya ditunda dulu saja?”
“Tidak bisa, Ma. Ini, kesempatan Gendis agar bisa bicara dengan Mas Arya secara pribadi. Jika bukan di ruang mediasi, kami tidak akan bisa karena Mas Arya kerap membawa wanita itu. Gendis benar benar ingin tahu apa yang sebenarnya Mas Arya inginkan,”
“Baiklah. Kalau kamu bersikeras ingin hadir di persidangan. Biar Mama ikut bersama kamu,”
“Hah? Tapi……”
“Jangan menolak. Kalau kamu tidak mau Mama temani. Lebih baik tidak usah pergi.”
Gendis tidak bisa berkata apa apa lagi. Gendis pun hanya bisa pasrah setelah mendengar ancaman dari Mama nya. Hari itu, Gendis akhirnya pergi ke persidangan dengan ditemani Mama nya.
Sementara di gedung pengadilan. Sudah ada Arya sedang duduk dengan gelisah. Menunggu kedatangan Gendis yang dikabarkan akan hadir di persidangan pertama mereka yang beragendakan sidang mediasi.
Setelah menunggu hampir satu jam lamanya. Akhirnya, Arya bisa merasa lega saat melihat mobil milik Gendis mulai memasuki halaman gedung pengadilan.
Rasa bahagia langsung hadir di dalam hati Arya saat melihat wajah Gendis. Namun, raut wajah bahagia Arya berubah seketika menjadi raut wajah yang cemas setelah melihat wajah Gendis yang terlihat sangat pucat.
“Assalamualaikum. Maaf, kami terlambat,” ujar Gendis setelah berada tepat di depan Arya.
“Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Iya, tidak apa apa. Mas juga belum lama sampai kok.” jawab Arya, dengan sedikit berbohong.
Karena pada kenyataanya, Arya sudah berada disana selama satu jam lebih. Saking tidak sabarnya untuk bertemu dengan Gendis. Arya pun datang lebih awal ke pengadilan.
Arya benar benar berharap, jika di sidang mediasi ini. Gendis mau memberikannya kesempatan dan mereka bisa kembali rujuk.
Tidak lupa, Arya juga menyapa Mama mertua nya, yang kala itu, ikut serta ke persidangan.
“Assalamualaikum, Ma. Mama, apa kabar?”
“Waalaikumsalam. Alhamdulillah, Mama baik baik saja,” jawab Mama Dewi. Dingin dan datar.
“Sayang, apa, kamu sedang sakit? Wajahmu, pucat sekali.” lanjut Arya, yang kembali beralih ke Gendis.
Arya tidak bisa lagi menahan rasa penasaran akan keadaan istrinya. Arya merasa sangat khawatir saat melihat wajah Gendis yang terlihat sangat pucat.
“Aku baik baik saja kok, Mas. Hanya sedikit tidak enak badan saja. Ayo, lebih baik kita masuk sekarang. Kita sudah ditunggu di dalam.” ajak Gendis, mengalihkan perhatian Arya.
Keduanya pun akhirnya berjalan beriringan menuju ke ruang mediasi. Dimana disana, kedua belah pihak akan bernegosiasi dan berdiskusi perihal permasalahan yang sedang mereka hadapi.
Akan tetapi, baru saja keduanya masuk kedalam ruangan itu. Tiba tiba tubuh Gendis limbung dan akhirnya jatuh pingsan.
Beruntung Arya berada di belakang Gendis. Hingga tubuh Gendis pun bisa tertahan oleh tubuh Arya dan tidak sampai jatuh membentur lantai yang keras dan dingin.
Set.
“Bruuggghhhh…”
“Astaghfirullahaladzim. Sayang, kamu kenapa?” Pekik Arya. Saat Gendis tiba tiba jatuh pingsan ke dalam pelukannya.
“Dis, bangun Dis. Jangan begini, jangan buat aku khawatir.” lanjut Arya, mencoba membangunkan Gendis dengan menepuk nepuk pipi Gendis.
Mendengar suara Arya yang meneriakan nama anaknya. Mama Dewi yang awalnya ingin menunggu di luar akhirnya menerobos masuk ke ruangan.
Alangkah terkejutnya Mama Dewi, saat melihat Gendis sudah tidak sadarkan diri di atas pangkuan Arya.
“Ada apa? Astaghfirullahaladzim. Ada apa ini, Arya? Kenapa Gendis bisa pingsan?” tanya Mama Dewi.
“Arya juga tidak tahu, Ma. Saat masuk, tiba tiba saja Gendis limbung dan akhirnya jatuh pingsan,” jawab Arya dengan nada bicara yang panik.
“Ya sudah. Sekarang lebih baik kita bawa Gendis ke rumah sakit saja,”
“Iya, Ma.”
Dengan sigap, Arya langsung mengangkat tubuh Gendis dan membawa nya ke arah mobil miliknya yang terparkir tidak jauh dari gedung, tempatnya akan melakukan mediasi.
Diikuti oleh Mama Dewi yang juga ikut masuk ke dalam mobil Arya. Untuk menemani sekaligus untuk menahan tubuh Gendis yang di baringkan di kursi belakang mobil Arya.
Arya langsung melajukan mobilnya, meninggalkan gedung pengadilan untuk pergi ke rumah sakit.
*
*
Di rumah sakit.
“Bagaimana, Dokter. Istri saya sakit apa?” tanya Arya, saat dokter yang memeriksa keadaan Gendis. Keluar dari ruangan penanganan pasien.
“Anda tidak usah khawatir. Istri anda baik baik saja kok, Pak,” jawab sang dokter. Membuat dahi Arya dan Mama Dewi mengkerut.
“Baik baik saja bagaimana, Dokter. Tadi istri saya pingsan. Bukan hanya itu, wajahnya juga terlihat sangat pucat,” lanjut Arya.
“Maksud saya. Istri anda baik baik saja dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semua itu hal yang sangat wajar dialami oleh wanita yang sedang hamil. Apalagi di usia kandungan yang baru memasuki trimester pertama.”
Deg.
Baik Arya maupun Mama Dewi sama sama dibuat kaget setelah mendengar penjelasan dari dokter. Keduanya tidak menyangka jika saat ini Gendis tengah berbadan dua. Yang itu artinya, saat ini Gendis tengah hamil anak ketiga nya bersama dengan Arya.
Antara senang dan sedih langsung dirasakan oleh Arya dan juga Mama Dewi di waktu yang bersamaan. Di satu sisi, keduanya merasa sangat bahagia menyambut kehamilan Gendis.
Akan tetapi, disisi lain. Baik Arya maupun Mama Dewi sama sama merasa sedih karena kehamilan itu hadir disaat rumah tangga Gendis dan juga Arya berada di ujung kehancuran.
*
*
“Ini, Ma. Makan dulu.”
Seketika, perhatian Mama Dewi yang sedang fokus pada ponsel yang ada di tangan nya pun teralihkan. Wanita baya itu menatap pria yang selama 15 tahun ini menjadi salah satu anggota keluarga nya.
Menjadi satu satu nya menantu di keluarga Hardiana. Karena memang, Mama Dewi hanya memiliki satu orang anak saja.
“Terima kasih.” Mama Dewi langsung meraih box nasi yang disodorkan oleh Arya.
Meski sangat kecewa akan apa yang sudah Arya lakukan saat ini. Namun, Mama Dewi tidak bisa menghakiminya begitu saja. Setidaknya, itu Mama Dewi lakukan sampai wanita baya itu tahu. Apa alasan dibalik perselingkuhan yang dilakukan oleh menantunya itu.
“Duduklah. Kita makan bersama.” lanjut Mama Dewi, saat melihat Arya akan beranjak, keluar dari kamar rawat inap yang ditempati oleh Gendis.
Mengalami dehidrasi saat sedang hamil, membuat Gendis diharuskan untuk di rawat di rumah sakit dan baru diperbolehkan untuk pulang setelah keadaanya membaik.
Karena itulah, baik Arya maupun Mama Dewi masih berada di rumah sakit untuk menjaga dan menemani Gendis yang masih tertidur lelap di ranjang nya.
Arya menurut dan keduanya pun makan siang bersama di rumah sakit dengan saling terdiam. Bahkan, sampai makanan itu habis, tidak ada obrolan apapun diantara keduanya.
Sampai akhirnya, Mama Dewi lah orang pertama yang membuka suara. Membuat Arya terdiam, kebingungan. Entah harus mulai darimana untuk menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh Mama Dewi.