NovelToon NovelToon
Takdir Yang Berbelit: Dari Mata-Mata Menjadi Duchess

Takdir Yang Berbelit: Dari Mata-Mata Menjadi Duchess

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Romansa Fantasi / Cinta Paksa / Mengubah Takdir / Fantasi Wanita / Bercocok tanam
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: d06

Prolog

Hujan deras mengguyur malam itu, membasahi jalanan berbatu yang dipenuhi genangan air. Siena terengah-engah, tangannya berlumuran darah saat ia berlari melewati gang-gang sempit, mencoba melarikan diri dari kematian yang telah menunggunya. Betrayal—pengkhianatan yang selama ini ia curigai akhirnya menjadi kenyataan. Ivana, seseorang yang ia anggap teman, telah menjebaknya. Dengan tubuh yang mulai melemah, Siena terjatuh di tengah hujan, napasnya tersengal saat tatapan dinginnya masih memancarkan tekad. Namun, sebelum kesadarannya benar-benar menghilang, satu hal yang ia tahu pasti—ia tidak akan mati begitu saja.

Di tempat lain, Eleanor Roosevelt menatap kosong ke luar jendela. Tubuhnya kurus, wajahnya pucat tanpa kehidupan, seolah dunia telah menghabisinya tanpa ampun. Sebagai istri dari Duke Cedric, ia seharusnya hidup dalam kemewahan, namun yang ia dapatkan hanyalah kesepian dan penderitaan. Kabar bahwa suaminya membawa wanita lain pulang menghantamnya seperti belati di dada

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon d06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23 – Hari Keberangkatan

...🌷 happy reading 🌷...

Fajar mulai menyingsing, menghapus sisa kegelapan malam dengan cahaya keemasan yang menyapu lautan. Dermaga sudah sibuk sejak dini hari, para awak kapal berlalu lalang memastikan semua kebutuhan perjalanan telah terpenuhi. Kapal yang akan membawa mereka berlayar berdiri megah di tengah lautan yang tenang—sebuah kapal besar dengan lambung kokoh dan layar tinggi menjulang.

Kapal ini bukan kapal biasa. Dirancang langsung oleh Cedric dan Pangeran Pertama, kapal ini memiliki daya tampung hingga ratusan orang dan dilengkapi fasilitas yang jarang dimiliki kapal lain. Ada ruang istirahat yang nyaman, dek observasi di bagian atas untuk menikmati pemandangan laut, serta ruang makan yang cukup luas bagi para prajurit dan penumpang terhormat. Bahkan, kapal ini memiliki ruang strategi tempat Cedric dan para petingginya bisa berdiskusi tanpa terganggu.

Eleanor berdiri di dekat tangga kapal, mengamati kapal ini dengan penuh kagum. Dia tidak menyangka kapal yang akan mereka tumpangi begitu luar biasa. Udara laut yang segar menyentuh kulitnya, membuatnya semakin bersemangat.

Cedric menaiki kapal dengan tenang, diikuti oleh Brian yang berjalan di sisinya. Di belakang mereka, dua pria lainnya juga menaiki kapal dengan langkah mantap. Mereka bukan orang asing bagi Cedric—dua sahabatnya yang sudah lama berada di sisinya dalam urusan politik maupun militer.

Salah satu dari mereka, pria dengan rambut hitam dan mata tajam bernama Alistair, memberikan pandangan sekilas pada Eleanor sebelum kembali berfokus pada Cedric. Sedangkan pria satunya, berambut cokelat gelap dengan ekspresi tenang, bernama Reynard. Keduanya berasal dari keluarga bangsawan terpandang dan memiliki sikap yang menunjukkan status mereka—anggun, terkontrol, dan tidak banyak berbasa-basi seperti Luthair.

Eleanor menyadari tatapan sekilas dari Alistair dan Reynard, tapi tidak terlalu memedulikannya. Namun, saat mereka berpapasan, Alistair akhirnya berbicara dengan suara dalam dan berwibawa.

“Nona Eleanor.”

Eleanor menoleh, sedikit terkejut pria itu tahu namanya.

“Aku Alistair. Ini Reynard,” ujarnya singkat namun sopan.

Reynard mengangguk kecil, ekspresinya tetap tenang. “Kudengar kau ikut dalam perjalanan ini.”

Eleanor tersenyum kecil. “Ya. Senang berkenalan dengan kalian.”

Mereka tidak menjawab, hanya memberi anggukan singkat sebelum kembali fokus pada urusan masing-masing. Eleanor tidak tersinggung—dari sikap mereka, jelas bahwa mereka bukan tipe orang yang mudah akrab dengan orang baru.

Di sisi lain, Luthair yang baru menaiki kapal melihat interaksi itu dan langsung menepuk bahu Eleanor dengan santai. “Jangan terlalu diambil hati. Mereka memang seperti itu.”

Eleanor terkekeh. “Aku tidak masalah.”

Cedric yang memperhatikan interaksi mereka hanya melirik sekilas sebelum berjalan menuju ruang kendali. Brian mengikuti di belakangnya dengan tenang.

Tak lama kemudian, suara kapten kapal menggema di udara.

“Lepaskan tambang! Kita berangkat!”

Para awak kapal bergerak cepat, layar mulai dikembangkan, dan perlahan kapal besar itu meninggalkan dermaga. Eleanor berdiri di dek, menatap lautan luas yang membentang di hadapannya. Ini adalah awal dari perjalanan yang panjang, dan dia tidak sabar untuk melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.

...🧸ʕ⁠·⁠ᴥ⁠·⁠ʔ🧸...

Seiring dengan berlayarnya kapal, angin laut yang sejuk berembus menerpa wajah Eleanor. Ombak yang tenang mengayun kapal perlahan, membawa mereka semakin jauh dari daratan. Dari atas dek, Eleanor bisa melihat garis pantai yang semakin mengecil hingga akhirnya menghilang dari pandangan.

Para awak kapal sibuk dengan tugas masing-masing. Beberapa mengatur layar, sementara yang lain memeriksa persediaan atau bersiaga di pos mereka. Kapten kapal, seorang pria paruh baya dengan janggut lebat dan tatapan tajam, berdiri di dekat kemudi sambil memberi perintah kepada para awak.

Eleanor menyandarkan kedua tangannya di pagar dek, menikmati pemandangan laut yang luas. Ini pertama kalinya dia berlayar, dan meskipun awalnya dia merasa gugup, sekarang yang dia rasakan justru rasa bebas yang luar biasa.

“Menikmati pemandangan?”

Suara familiar itu membuatnya menoleh. Luthair berdiri di sampingnya dengan ekspresi riang, tangannya terlipat di dada.

Eleanor mengangguk. “Laut ternyata jauh lebih indah dari yang kubayangkan.”

Luthair tertawa. “Tunggu sampai badai datang. Aku ingin lihat apakah kau masih bisa berkata seperti itu.”

Eleanor meliriknya dengan tatapan malas. “Jangan merusak suasana.”

Luthair mengangkat bahu, masih dengan senyum di wajahnya. “Hanya memberimu peringatan. Jadi, bagaimana rasanya bisa ikut? Kau pasti sangat senang.”

Eleanor tersenyum tipis. “Tentu saja.”

Dari kejauhan, Cedric memperhatikan percakapan mereka. Dia berdiri di dekat tangga yang mengarah ke dek atas, matanya tak lepas dari Eleanor dan Luthair.

Brian yang berada di sampingnya mengikuti arah pandangan Cedric lalu berkomentar, “Nona Eleanor tampaknya cepat beradaptasi.”

Cedric tidak menjawab. Matanya masih tertuju pada Eleanor yang tampak tenang, menikmati hembusan angin laut sambil berbincang dengan Luthair.

Brian melanjutkan dengan nada datar, “Jadi, apa yang akan Anda lakukan sekarang, Tuan Cedric? Anda sudah mengizinkannya ikut. Sekarang giliran Anda untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya.”

Cedric akhirnya mengalihkan pandangannya dan menghela napas. “Aku tahu.”

Brian tersenyum tipis. “Mungkin perjalanan ini akan lebih menarik dari yang kita duga.”

Cedric tidak menjawab, hanya menatap laut luas di hadapannya. Jauh di dalam pikirannya, dia bertanya-tanya, apakah keputusannya membawa Eleanor adalah keputusan yang tepat?

Sementara itu, Eleanor masih sibuk berbincang dengan Luthair ketika tiba-tiba seseorang mendekati mereka. Reynard, dengan ekspresi tenang seperti biasa, berdiri tak jauh dari mereka dan berkata, “Tuan Cedric mencarimu, Nona Eleanor.”

Eleanor mengerutkan kening. “Mencariku?”

Reynard mengangguk. “Ya. Dia menunggumu di ruang strategi.”

Eleanor menatap Luthair dengan alis terangkat. Luthair hanya mengangkat bahu, seolah berkata aku tidak tahu apa yang terjadi.

Dengan sedikit ragu, Eleanor mengikuti Reynard ke dalam kapal, menuju ruang strategi di mana Cedric menunggunya.

Perjalanan ini baru saja dimulai, dan entah kenapa, Eleanor bisa merasakan bahwa sesuatu yang besar akan segera terjadi.

...🧸ʕ⁠·⁠ᴥ⁠·⁠ʔ🧸...

Eleanor mengikuti Reynard melewati lorong-lorong kapal yang luas dan megah. Meskipun kapal ini dibuat untuk keperluan militer dan eksplorasi, interiornya tetap menampilkan kemewahan khas bangsawan. Dindingnya dilapisi kayu mahoni berkualitas tinggi, lampu-lampu gantung kecil bergoyang perlahan mengikuti gerakan kapal, dan lantainya tertata rapi dengan karpet yang menambah kesan elegan.

Saat mereka sampai di depan pintu ruang strategi, Reynard mengetuk pelan sebelum membukanya. “Tuan Cedric, Nona Eleanor sudah datang.”

Cedric, yang sedang berdiri di dekat meja besar dengan peta terbuka di atasnya, mengangkat kepalanya. Matanya segera tertuju pada Eleanor, lalu dia memberi isyarat agar Reynard meninggalkan ruangan.

Eleanor melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya. “Kenapa mencariku?” tanyanya, menatap Cedric yang tampak lebih serius dari biasanya.

Cedric tidak langsung menjawab. Dia menatap Eleanor dalam-dalam, seolah sedang menimbang sesuatu. Lalu, perlahan dia berjalan mendekat. “Aku hanya ingin memastikan sesuatu.”

Eleanor menyilangkan tangan. “Pastikan apa?”

Cedric berdiri hanya beberapa langkah di depannya sekarang. Matanya tajam, penuh perhitungan. “Kenapa kau begitu ingin ikut dalam perjalanan ini?”

Eleanor mengangkat bahu. “Aku sudah mengatakan alasanku. Aku ingin melihat dunia luar.”

Cedric menghela napas pelan, lalu menatapnya lebih dalam. “Kau tidak pernah terlihat seperti seseorang yang memiliki keinginan besar untuk menjelajahi dunia. Sejak awal, kau berbeda. Aku ingin tahu… siapa kau sebenarnya, Eleanor?”

Jantung Eleanor berdegup sedikit lebih cepat, tapi dia tetap mempertahankan ekspresi tenangnya. “Apa maksudmu?”

Cedric menatapnya tanpa berkedip. “Jawablah dengan jujur. Apa kau benar-benar Eleanor yang selama ini kukenal?”

Ruangan menjadi sunyi sejenak. Kapal terus berlayar, suara ombak terdengar dari kejauhan, tapi di dalam ruangan itu, hanya ada ketegangan di antara mereka.

Eleanor tersenyum kecil, mencoba mengendalikan situasi. “Kau mulai terdengar seperti seseorang yang percaya pada hal-hal aneh.”

Tepat seperti yang Eleanor sangka, semakin lama Cedric akan menyadari perubahan dalam dirinya. Dia curiga, bukan? Bahwa perempuan yang kini berdiri di hadapannya bukanlah Eleanor Roosevelt yang asli, melainkan Siena Vanderbilt, seorang wanita dari dunia yang berbeda.

“Apa yang kau curigai dariku, Cedric?” tanya Eleanor dengan nada tenang, matanya menatap pria itu tanpa gentar.

Cedric menatapnya tajam, seperti berusaha menembus dinding yang dia bangun. “Apa yang sebenarnya terjadi saat aku tidak ada, Eleanor?”

Eleanor mengerutkan keningnya, berpura-pura tidak memahami maksudnya. “Apa maksudmu? Tidak ada yang terjadi, Cedric.”

“Pasti ada,” Cedric bersikeras. “Kau berubah. Kau seperti bukan Eleanor yang kukenal.”

Eleanor mendekat, jarak di antara mereka semakin kecil. Matanya mengunci pandangan Cedric, penuh ketenangan yang membuat pria itu semakin waspada. “Aku bukan Eleanor yang kau kenal… atau mungkin, kau sendiri yang tidak pernah benar-benar mengenalku, Cedric?”

Cedric terdiam.

Eleanor tersenyum tipis sebelum melanjutkan, suaranya terdengar lembut namun tajam. “Sejauh apa kau mengetahui diriku? Jika kau melihat sebuah buku tanpa berniat membacanya, maka kau tidak akan pernah tahu apa isinya.”

Keheningan menyelimuti ruangan itu. Cedric masih menatapnya, mencoba mencari celah dalam kata-katanya. Tapi Eleanor tetap tenang, seakan menikmati permainan ini.

Cedric terdiam, matanya masih mengunci Eleanor, seolah ingin mencari celah di balik ketenangannya. Kata-kata perempuan itu menusuk pikirannya, membawanya pada ingatan tentang Eleanor yang dulu dan Eleanor yang ada di hadapannya sekarang.

Eleanor menatapnya dengan senyum samar, sorot matanya penuh keyakinan. “Lalu, Cedric…” Dia melangkah mendekat sedikit lagi, nyaris menghapus jarak di antara mereka. “Apa yang akan kau lakukan jika aku memang bukan Eleanor yang kau kenal?”

Cedric mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. “Aku tidak tahu,” jawabnya jujur. “Tapi satu hal yang pasti, aku tidak menyukai misteri yang tidak bisa kupahami.”

Eleanor terkekeh pelan. “Mungkin ini saatnya kau mencoba memahami sesuatu yang tidak bisa kau kendalikan.”

Cedric menatapnya dalam, mencoba membaca makna di balik ucapan itu. Ada sesuatu yang berbeda dalam Eleanor, sesuatu yang membuatnya merasa asing sekaligus tertarik. Dan itu mengganggunya.

Sebelum Cedric sempat mengatakan sesuatu lagi, seseorang mengetuk pintu kabin.

“Tuan Cedric, kita akan segera berlayar,” suara Brian terdengar dari balik pintu.

Cedric menarik napas panjang, seakan baru menyadari bahwa mereka tidak hanya berdua di dunia ini. “Aku akan segera ke atas,” jawabnya, lalu kembali menatap Eleanor. “Pembicaraan kita belum selesai.”

Eleanor hanya tersenyum. “Kapan pun kau ingin melanjutkannya, aku selalu ada.”

Cedric menatapnya untuk beberapa detik lagi sebelum akhirnya melangkah pergi, meninggalkan Eleanor yang masih berdiri dengan senyum penuh arti.

Di dalam benaknya, Cedric semakin yakin—perempuan ini menyembunyikan sesuatu. Dan dia akan mencari tahu apa itu.

...🥀 thanks for reading 🥀...

1
Khanza Safira
Hai Aku mampir
dea febriani: hai, terimakasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca cerita ini❤️
total 1 replies
masria hanum
kak ini ceritanya bagus banget lho, cerita yang lain2 juga bagus2 semoga viewers nya makin banyak ya...

suka banget sama alurnya, pelan tapi ada aja kejutan di tiap bab...
dea febriani: MasyaAllah Tabarakallah, terima kasih banyak! Komentar kamu benar-benar bikin aku semangat. Semoga kamu juga selalu diberkahi dan tetap menikmati ceritaku! 💖
total 1 replies
Sribundanya Gifran
lanjut thor
Sribundanya Gifran
eleanor rubahlah dirimu jgn krn cinta kau lemah, tingglkan yg tak menginginkanmu dan buatlah benteng yg kuat untuk dirimu.
lanjut up lagi thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!