NovelToon NovelToon
Saat Aku Bernafas Aku Berharap

Saat Aku Bernafas Aku Berharap

Status: tamat
Genre:Tamat / Mafia / Konflik etika / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:10.4k
Nilai: 5
Nama Author: Rurri

Mengejar mimpi, mencari kebahagiaan untuk mendapatkan apa yang diinginkan, Raka harus menghadapi keadaan pahit atas dosa-dosa sosialnya, juga konflik kehidupan yang tak berkesudahan.

Meski ada luka dalam duka, ia harus tetap bersabar. Demi bertemu kemanfaatan juga kebahagiaannya yang jauh lebih besar dan panjang.

Raka rela mengulang kembali mimpi-mimpinya. Walaupun jalan yang akan dilaluinya semakin terjal. Mungkinkah semesta akan mengamini harapannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rurri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Vonis

Amarahnya Indra Kuncoro terhalang oleh jeruji besi.

Gito melotot.

"Bagaimana?" tanyaku.

"Sudah gila kamu, yah," sahutnya Gito padaku.

"Iya sudah. Hari-hari ke depan, kalian nikmati saja masa-masa di dalam bui." Mengejek.

"Yang benar saja, permintaanmu berlebihan," ucapnya Gito.

"Dari awal, saya sudah nggak yakin pada kalian," pungkasku.

"Da-sar ... mau cari mati, kamu." Gito Mengancam.

Indra Kuncoro mengutuk. "Raka, kamu akan menyesal seumur hidup."

Aku berpaling mengabaikannya mereka.

Gedung pengadilan ramai di hadiri oleh elemen masyarakat yang sudah merasa di rugikan oleh indra kuncoro dan rekan-rekannya.

Dengan ketukan palu, sidang di buka.

Aku, Tegar dan dua belas mantan anak buahnya indra kuncoro memasuki ruangan sidang. Mendengarkan pembacaan pledoi yang dibacakan oleh Marto, selaku penasihat hukum kami. Sidang berlanjut pada tanggapan atas pledoi, juga tanggapan atas replik penuntut umum. Hingga sampai pada pembacaan putusan Majelis Hakim.

Indra Kuncoro dan rekan-rekannya terbukti turut melakukan kejahatan, mendapatkan vonis delapan tahun. Kemudian kami hanya membantu melakukan, mendapatkan vonis satu tahun, masa hukuman.

Suasana riuh.

"Terima kasih, Pak Marto." ucap Tegar, berganti Aryanto, juga Supri dan sepuluh teman lainnya.

Aku menghela nafas. "Marto. Aku nggak tahu harus mengatakan apa ke kamu."

Marto tersenyum. "Aku nggak butuh ucapan darimu, Raka. Yang aku butuhkan, perbuatan baikmu untuk tanah kelahiran kita ini. Gunakan kepintaranmu dan tenagamu untuk keberlangsungan kota ini, agar menjadi lebih baik."

"Siap! Pak Ketua," tegasku pada Marto.

"Aku masih ingat ucapanmu, Raka. Waktu, kita masih duduk di bangku SMA, saat ruang kelas sedang gaduh. Waktu itu, aku minta bantuan ke kamu, supaya bisa menenangkan suasana kelas. Tapi, apa jawabanmu?" Marto melangkah mendekat di depanku. "Kamu bilang, aku bukan aparatur negara, aku bukan aparatur pemerintah, aku juga bukan guru atau ketua kelas di sini. Jadi, ini bukan tugasku. Apakah kamu masih ingat?" tanyanya Marto berbisik.

Aku terpaksa menyeringai.

"Aku hanya ingin minta satu hal saja ke kamu, Raka. Sekalipun kamu nggak menjadi apa-apa di luar sana, atau di manapun dan kapanpun itu. Kamu tetap punya kewajiban untuk menjaga, merawat, mengingatkan dan melindungi. Tempat dan seluruh penghuninya," suruhnya Marto.

"Oke, aku mendengarkan. Apakah? Ada lagi," tanyaku.

Marto kembali berucap. "Jangan hanya di dengarkan saja, Raka. Tapi, diupayakan supaya ke depannya, kamu bisa menjalankannya, kamu punya banyak kelebihan yang nggak di miliki oleh banyak orang, termasuk aku." Nadanya sungguh-sungguh.

Aku menyela. "Pintar juga yah, kamu. Memilih kata yang tepat untuk membesarkan hatiku. Hahaha." Aku tertawa sembari berpaling dari Marto. "Sudahlah, nanti kepalaku membesar, jadi nggak tampan lagi," celetukku.

"Aku nggak bercanda, Raka. Aku bicara apa adanya. Sebetulnya aku nggak ingin mengatakan ini padamu, aku tahu, kamu pasti akan menertawakanku," ungkapnya Marto.

"Bisa saja kamu, Marto." sahutku sambil lalu meninggalkan Marto di ruangan sidang.

Aku dan teman-teman merasa senang. Lain lagi dengan keadaannya, indra kuncoro dan rekan-rekannya. Suasana mendung nampak menyelimuti mereka. Aku terus melangkah dan bertemu dengan Ibuku di luar ruangan sidang.

"Raka, jaga diri baik-baik, ya. Ibu doakan, semoga kamu kuat melewati semuanya." Menyemangatiku.

Aku mengamini.

Ibu berbisik. "Jangan lupa, apapun yang terjadi, kamu harus sabar menghadapinya."

"Iya, Ibu. Akan aku usahakan," jawabku.

"Ibu pulang duluan, yah, Nak!" Menyodorkan tangan kanannya.

Aku mencium. "Hati-hati, Ibu."

Sekejap, ibu menghilang dari pandanganku

Bus sektor dua datang menjemput kami. Langkah kami riang memasuki bus tahanan. Bayangan gelap yang menyelimuti kami, selama di sektor dua, telah hinggap pada pundaknya indra kuncoro dan rekannya.

"Alhamdulillah ... " ucap Aryanto mengusap muka.

Tegar menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. "Sepuluh bulan lagi."

Supri dan sepuluh teman yang lainnya, saling berbagi kebahagiaan melalui senyuman.

Aku seperti biasa, melemparkan pandanganku keluar jendela bus yang sedang melaju menuju sektor dua. Melihat hiruk pikuk Kota Bahari, aktivitas di luar seperti hari-hari yang telah berlalu. Aku memejamkan mata, mencoba mengingat-ingat kembali apa sudah terjadi antara aku dan riana. Namun, aku tak kuasa, di buru rasa sesak dan sakit. Kembali aku membuka mata. Bus terus melaju di jalanan umum.

"Raka, apa benar, malam ini, kita akan di pindah langsung ke blok bawah," tanyanya Tegar.

"Bisa jadi. Biasanya tahanan yang sudah di vonis akan segera di pindahkan ke blok bawah. Tapi, dengar-dengar di blok bawah sekarang sedang over kapasitas. Kemungkinan, kita nggak akan langsung di pindahkan," sahutku pada Tegar.

"Mau di blok bawah atau blok atas. Aku rasa sama saja, nggak ada bedanya. Yang penting kita nggak satu ruangan dengan indra kuncoro," kata Aryanto.

"Betul," sahut Supri.

yang lain mengiyakan.

"Hahaha." Tegar tertawa. "Ternyata, kalian punya rasa takut juga, yah." Mengejek mereka.

Suasana di dalam bus menjadi ramai.

Bus memasuki halaman distrik sektor dua. Kami di kembalikan lagi ke tempat peristirahatan. Kebahagiaan kami tak bisa dibendung. Sorak sorai gembira, kembali pecah membanjiri seluruh ruangan sel tahanan. Bergemuruh layaknya stadion sepak bola. Mengundang tawa ceria. Teriakan petugas penjaga, membubarkan senja, tak terasa malam pun tiba.

"Semuanya, dengarkan aku sebentar! Nanti saat kita di pindah ke blok bawah. Jaga sikap kalian, jangan ada yang berlaga seperti jagoan," Ucapku di tengah-tengah mereka. "Apakah kalian masih ingat? Palkam di sel sini sebelumnya. Ia dan pengikutnya yang sadis itu, di blok bawah nggak bisa berbuat apa-apa. Apalagi kita."

Supri memotong. "Iya, aku dengar dari tamping dapur," ucap Supri di sela obrolan orang-orang. "Katanya, mereka pernah di gulung habis-habisan di blok bawah." Melempar pandangan pada yang mendengarkan.

"Sekali lagi, kita semua harus jaga sikap. Bukan berarti kita harus takut pada narapidana di blok bawah. Meskipun kita sering mendengar berita yang nggak enak dari blok bawah. Selama kita masih bisa kompak menjadi satu, senasib sepenanggungan. Aku yakin, kita nggak akan di remehkan oleh siapapun," pungkasku.

Aryanto menanggapi. "Oke, aku ikut saja. Baiknya bagaimana."

Udara malam tak diundang datang bertamu. Orang-orang kembali ke tempat posisinya, merebahkan badan. Mengusir bayangan yang melelahkan, merindu lelap.

Aku masih terjaga merenungi waktu yang sudah berlalu.

Malam dan siang, gelap mengkoyak, berkilau memikat. Malam dan siang, hening menjadi obat, terang menjadi petunjuk. Malam dan siang, dua mata pisau tajam, senjatanya pengembara untuk melindungi diri, juga bisa mencelakakan diri. Malam dan siang, diam-diam dapat membunuh hati tanpa bekas. Tanda terbunuhnya, tak ada perasaan sedih atas ketaatan yang terlewatkan, dan tak ada perasaan menyesal atas kesalahan. Malam dan siang, tak ada yang sulit jika  mencari melalui Sang Maha dari Segala Maha.

1
sean hayati
Setiap ketikan kata author sangat bagus,2 jempol untuk author ya
sean hayati
Saya mampir thour,salam kenal dari saya
sean hayati: terima kasih sudah mau membalas salam saya,saling dukung kita ya
Rurri: salam knl juga kak 😊
total 2 replies
tongky's team
Luar biasa
tongky's team
Lumayan
tongky's team
mantap saya suka kata katanya tentang senja dan sepasang merpati
tongky's team
lanjut seru /Good/
Santi Chyntia
Ceritanya mengalir ringan dan pesan moral nya jg dapet, keren kak/Good//Heart/
Choi Jaeyi
cieeee juga nih wkwkk
Amelia
👍👍👍👍👍👍❤️❤️
Rurri
makasih kak, atas pujiannya 😊

karya² kk juga sama bagus²🌷🌷🌷
Amelia
aku suka sekali cerita nya... seperti air mengalir dan tanpa karekter yg di paksa kan👍👍👍
Jecko
Aku tersentuh/Sob/
Amelia
😚😚😚😘😘😘😘
Amelia
mantap...👍👍👍👍
Amelia
🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
Amelia
wkwkwk...
😅😅
Amelia
hahahaha...🤭🤭
Choi Jaeyi
selalu suka bgt sama kata tiap katanya author😭
Amelia
bagus Thor....👍👍👍👍❤️❤️❤️❤️
Amelia
memang itu lah realita kehidupan...yg kuat dia yg akan dpt banyak...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!