NovelToon NovelToon
The Final Entity Never Regrets In Reality

The Final Entity Never Regrets In Reality

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Reinkarnasi / Epik Petualangan / Keluarga / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: RiesSa

"Namaku ya..."

Siapa nama dari tubuh gadis yang Kumasuki ini? Apa maksud dari semua mimpi buruk sebelum aku masuk ke tubuh ini? Lalu suara yang memanggilku Himena sebelumnya itu, apakah ada hubungannya denganku atau tubuh ini?

"Vıra...panggil saja aku Vıra." Jawabku tersenyum sedih karena membayangkan harus menerima kenyataan yang ada bahwa aku di sini. Benar, inilah Kenyataanku sekarang.

Semua tentangku, dia, dan tragedi pengkhianatan itu, akan terkuak satu-persatu. PASTI....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RiesSa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kembali lagi!?

Bila tidak dengan cara ini, semua akan tidak berubah.

Aku segera kembali ke kamar mengambil pedang Titanium yang telah disimpan selama berbulan-bulan.

“Nona Vira, apa ada yang bisa aku bantu?”

“Tolong bantu aku ganti pakaian, Sierl.”

“Baik Nona.”

Dia langsung mengambilkan satu set pakaian khusus yang kusimpan di dalam lemari, baju dan celana panjang bewarna yang masing-masing bewarna biru tua dan bercorak putih. Aku mengikat rambutku ke samping menggunakan ikat rambut yang diberikan oleh Surtr, dan membawa pedang di tangan kanan sambil membuka pintu.

“Ayo Sierl.” Ajakku.

Sierl mengikuti dengan diam di belakangku sepanjang kami berdua melangkah melewati lobi mansion. Hingga di lapangan latihan kemudian…

Trang…!

Trang…!

Suara dentingan logam dan derap langkah lari para ksatria terdengar jelas menggambarkan semangat mereka. Tempat seluas tiga kali lapangan sepak bola ini penuh dengan orang-orang yang berlatih. Aku yakin mereka tengah mempersiapkan untuk ekspedisi naga Vivneer beberapa hari yang akan datang.

Setelah mendapat izin dari kapten ksatria yang bertanggung jawab atas tempat ini, aku berjalan menuju ke arah sisi lapangan untuk menjauh dari yang lain. Berdiri menunggu sambil mencoba mengontrol lagi AURA jantungku dengan menyisakan hanya seutas tali penghambat sebelum semua AURA ini tumpah.

“Sierl.” Panggilku.

“Iya Nona?”

“Tanggapi siapa pun yang datang kepadaku kecuali Pak Looqe atau Duke Teer?” Pesanku kepada Sierl.

“Dimengerti.” Sierl segera pergi untuk menemui para ksatria yang berlatih di dekatku.

“Ukh!”

Menahan gelombang tsunami dengan sebuah pintu yang di ikat seutas tali benar-benar keputusan gila. Beberapa kali jantungku serasa hendak meledak dalam potongan-potongan kecil. Hanya pedang yang kubawa ini yang membantuku tetap bertahan dengan mengalirkan sedikit demi sedikit AURA ke tanah.

Akhirnya bintang utama yang ditunggu tiba. Pak Looqe datang dengan seragam tempurnya dan sebuah tombak hijau, di sisi lain Teer juga membawa alat yang seingatku sebagai medan pelindung pembatas. Mereka berdua bersama Raja Oevin dan Pangeran Thorlad segera berjalan menemuiku di sudut lapangan.

“Akhirnya anda datang Pak Looqe.” Ucapku dengan formal.

Pak Looqe tidak menjawab dan segera memerintahkan agar para ksatria yang lain pergi menyingkir ke tepi lapangan. Keputusan yang bijak.

“Maaf Pak Looqe, mungkin aku tidak bisa menahan apa pun yang terjadi setelah ini. Jadi hentikanlah aku sebisa mungkin.” Pesanku kepadanya.

Teer langsung memasang medan pelindung agar apa pun yang terjadi di dalam lapangan ini tidak keluar. Satu ikatan yang menahan akhirnya terlepas, AURA jantungku benar-benar keluar membanjiri seluruh area lapangan. Hingga menimbulkan retakan besar di tanah serta gelombang kejut yang besar.

Krak…

Krak! Krak! Krak!!!

“Tidak mungkin!?” Sahut Teer terkejut.

Medan pembatas yang menahan semua AURAku mulai retak dan berlubang di berbagai sisi. Tidak ini masih belum cukup, masih kurang…

Lepaskan saja semua yang menahan! Tidak perlu berdiam diri lagi. Sampai mana kira-kira batasan semua AURA emas kemerahan ini, akan kupaksa hingga kutemukan.

Blank!

Lalu semua gelap tanpa ada satu pun yang tersisa. Hanya sebuah cahaya perak kebiruan di depanku yang mencoba membimbing ke suatu arah. Kenapa ini?

“Ke mana semuanya?”

Aku mengikuti cahaya kecil itu ke mana pun Ia pergi tanpa ragu sedikit pun. Melewati kekosongan hitam yang mulai diisi satu-dua pecahan ingatan setiap aku melangkah. Ingatan-ingatan yang diputar bagai sebuah realita virtual, tapi tidak bisa bergerak sesuai kemauanku. Lebih tepatnya aku seperti dipaksa untuk merasakan kembali semua ingatan tersebut.

Rasa bahagia, rasa cemas….

Menangis karena kehilangan sosok yang kusayangi…

Dan…

Sebuah perasaan benci…

Benci yang teramat sangat benci.

[Dari kejauhan kegelapan nampak satu titik warna jingga yang bersinar redup. Memang jauh, tapi lama-kelamaan titik itu membesar jadi api lilin kecil, membesar lagi jadi seukuran ibu jari dan lebih besar lagi. Perbesaran yang selaras dengan kembalinya inderaku. Pertama hanya suara yang bisik-bisik angin rasa menggigil.... kedinginan dan.... sakit?

Bunyi air hujan. Dentingan besi-besi. Disambut tawa keras, mereka…

“HAHAHAA...!!! Lihat siapa yang telah bangun?”

Aku diikat di atas tiang.

“Terima kasih! Berkatmu Nona, aku- Tidak! Kami semua bisa melaksanakan rencana ini dengan sangat sempurna!”

“A… ah…a…” Bahkan untuk sekedar berbicara aku tak bisa. Tapi kenapa dia, kenapa pelayan dari Yoru ada di sini?’

“Tidak usah repot-repot berkhotbah, efek dari racunnya masih ada ‘kan? Hahaha!”

Apa maksud dia? Dan… Kenapa aku dirantai seperti ini?

Tidak lama setelah pria itu tertawa puas, Ia menarik sebuah busur panah dan mengarahkannya ke arahku.

Dat!

“Aaaaaakh......aakh....” Rintihku pelan, sakit sekali. Kenapa… Kenapa dia memanahku?

“Ah… maaf bidikanku meleset. HAHAHAAA...!!!”

Tolong katakan ini adalah mimpi buruk. Ya! Pasti itu! Tidak mungkin pelayan pribadi dari Yoru, pelayan dari orang yang paling kupercayai lebih dari siapa pun berbuat seperti ini kepadaku. Tidak mungkin…

Tidak, tidak mungkin…

Yoru… apa jangan-jangan karena kamulah Ayah, Ibu, dan Rai…

Seketika aku merasa sangat kesal, marah, benci ke pelayan pribadi Yoru, kepada Yoru, kepada semua yang terlibat kontroversi ini, kepada dunia yang busuk ini!

Mata pelayan pribadi Yoru menyipit dengan mulut melebar, persis seperti seorang yang berhasil menjatuhkan musuhnya dengan cara kotor.

Aku marah bukan karena sakit dari anak panah yang menancap di lengan. Aku marah karena orang yang telah kuanggap lebih dari saudara, orang yang paling kusayangi dan kucintai ternyata menusukku dari belakang. Menyebabkan runtuhnya negeri langit tanah airku dan menjajah seluruh rakyat di dalamnya.

Pengkhianatan…

‘Pengkhianat, dasar pengkhianat…!!! YORU…!!!’

Dat!

Anak panah keduanya menancap ke bahu kananku.

“Ah! Maaf meleset lagi rupanya. Biaaaar!!! Kucoba lagi.” Ucapnya dengan nada bermain tapi muka serius.

Dat....!

Paha kiri. ‘Bedebah ini!’ Batinku kesal. Jelas-jelas dia ingin membuatku menjadi sasaran hidup. Gigiku saling bersitegang menahan sakit dan amarah.

“Maaf Nona, aku rasa kualitas anak panah ini jelek. Biaaar!!! Kutembakkan dua langsung. Hahahaa!!! Satu memakai ekstrak racun ular kepala delapan, dan yang satunya... terbakar api Raja Oni!”

Dua bidikan melesat tak terlihat mengenaiku, satu panah racun sekian senti di bawah leher, satunya lagi ke jantung.

Rasa sakit dari panah sebelumnya bahkan tak berarti apa-apa dengan kali ini! Aku memejamkan mata, menggigit keras-keras gigi, dan menggenggam rapat jemari! Merintih tanpa bisa berbuat apa pun.

“Ah...!! Kali ini aku tepat sasaran rupanya. Hahahaa!!!”

Mereka melakukan ritual aneh yang selalu membuat tubuhku beregenerasi sendiri, lalu kembali menyiksa dan terus berulang-ulang. Tanpa henti…

Daripada menahan semua ini

Biarkan aku mati!

BIARKANLAH AKU MATI…!

‘Aaaaaakhhhh….!!!’

Berulang kali aku ingin berteriak meski aku tahu percuma. Lidahku telah dipotong, dan mereka mengganjalnya dengan batu di dalam mulutku agar tidak berteriak. Tenggelam dalam banjiran tawa dan penyiksaan fisik hingga sehari penuh. Para bedebah tersebut bahkan tidak segan-segan melecehkan serta mengolok-olok tanpa henti.

Hingga aku rusak sepenuhnya.

Slash!!!

“Himena!”

Seorang wanita dengan rambut berkilau mirip kilauan matahari menumbangkan satu-persatu para biadab itu. Dia segera menurunkanku dari tiang kayu dan memberikan jubahnya untuk menutupiku dari guyuran hujan.

“Himena, maaf karena aku kamu…”

“Ka…mu siapa?” Tanyaku linglung.

Aku tidak bisa mengingat apa pun, semua serasa telah hancur. Tidak ada yang berharga tersisa. Baik aku ataupun keberadaanku di dunia ini. Namun wanita itu berulang kali berkata maaf kepadaku, tapi untuk apa? Siapa dia?

Kenapa dia meminta maaf? Dan…

Dan…

S-siapa aku?]

“…”

Jadi aku, namaku, dan arti dari pecahan ingatan selama ini adalah...

Meski masih tidak semua ingatan, tapi aku sudah mendapatkan pondasi untuk identitasku yang selama ini buram.

Yoru…

‘Kenapa kamu melakukan semua itu kepadaku Kak?’ Batinku sedih.

Cahaya perak kebiruan tiba-tiba melintas di depan dan membuyarkan semua lamunanku. Dia sepertinya khawatir karena aku sedih dengan ingatan yang baru saja kudapatkan.

“Terima kasih, aku tidak apa-apa kok.” Ucapku dengan tersenyum.

Cahaya perak kebiruan tersebut kembali membimbingku hingga sampailah aku di sebuah lubang cahaya putih. Ia mendorongku dari belakang agar aku masuk ke dalam sana.

“Ok-ok aku mengerti kok!”

Huft…

“Yosh!” Syukurlah di dalam kegelapan tadi dia ikut menemaniku setiap saat.

Swooosh…

Ada dinding tanah setinggi belasan meter yang mengelilingiku, atau mungkin lebih tepatnya disebut kawah? Di mana ini?

Glup!

“Jangan-jangan lapangan latihan sebelumnya, karena aku…” Pikirku tidak-tidak.

“Akhirnya kamu kembali sadar, Vira.”

Aku menoleh dan… Oh! Pak Looqe masih hidup! Syukurlah. Dia membawa tombaknya yang telah patah dan seragam tempur yang robek sana-sini. Teer di belakangnya juga tidak jauh berbeda.

“Syukurlah kamu telah depat mengontrol AURA besar itu di saat terakhir. Aku tidak pernah menyangka sebesar ini kekuatan monster ciptaan Ragnar. Sepertinya ini adalah masalah yang tidak boleh dibiarkan.” Pangeran Thorlad menepuk pundakku dari belakang.

Prok! Prok! Prok!

Raja Oevin memberi ucapan selamat dan tersenyum senang, meski dia tidak terluka parah tapi dari mulutnya ada bercak darah segar yang keluar.

Tapi tempat ini…

“Pak Looqe, apa aku yang membawa kita berlima ke tempat ini?” Tanyaku serius.

“Entahlah? Setelah AURA emas kemerahanmu memecahkan pelindung pembatas, muncul AURA perak kebiruan yng menahannya. Lalu tiba-tiba ada sebuah lingkaran rapalan MANA tiba-tiba terbentuk di tengah-tengah lapangan. Beruntung Yang Mulia Oevin dan AURA perak kebiruan tersebut segera memblok agar MANA tidak menyebar. Apa yang terjadi setelahnya kita berlima tiba-tiba ada di tempat ini. Kamu terus mengeluarkan AURA merah keemasan tersebut tanpa henti hingga hampir sehari lamanya.” Ujar Pak Looqe menjelaskan.

‘Apa ini karena efek pembatas dimensi?’ Gumamku dalam hati.

Bukan tanpa alasan aku berpikir demikian. Tengok ke atas, ada langit warna ungu berpadu kuning. Tengok ke bawah ada tanah gersang dengan AURA dan MANA yang bercampur aduk jadi satu. Dimensi kontradiksi di mana hampir semua hukum fisika hanya terdengar bagai dongeng belaka.

Dimensi lain, dimensi para djinn.

Astaga… baru beberapa minggu lalu aku berurusan dengan dimensi djinn, sekarang malah kembali lagi ke sini! Ditambah membawa empat petinggi kerajaan!?

Yang benar saja!

1
RiesSa
Menyala gan
Hakim Zain
Menyala abangkuh!
Hakim Zain
Bagus thor
Hakim Zain
Nice
Linda Ika Widhiasrini
up gan
Linda Ika Widhiasrini
Doppelgangerkah? mirip banget
Linda Ika Widhiasrini
Up Thor
RiesSa: Siap, terima kasih
total 1 replies
Linda Ika Widhiasrini
lanjut thor
fayefae
penulisannya bagus thorr, aku mampir yaa, kalau berkenan boleh mampir balikk. semangat terusss
RiesSa
Terima kasih
👑Queen of tears👑
dalam bangettt ini thor /Kiss/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!