NovelToon NovelToon
THE CITY

THE CITY

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst / Identitas Tersembunyi / Epik Petualangan / Keluarga / Persahabatan / Angst
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: pecintamieinstant

Kekacauan dunia telah melanda beberapa ratus tahun yang lalu. 30 anak remaja dikumpulkan oleh pusat mereka dari lima kota yang sudah lama dibangun. Sesuatu harus segera dicari, untuk menemukan wilayah baru, nantinya bisa digunakan untuk generasi selanjutnya.

Bersama anak laki-laki muda bernama West Bromwich, dia melakukan misi tersebut. Bagaimana caranya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pecintamieinstant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23

Semua orang pastinya ingin selalu sehat dalam kehidupannya.

Sebuah kalimat yang selalu direnungi bagi West ketika bocah berbalut luka, selalu melihat tubuh-tubuh sehat dari anak-anak seumuran dengannya.

Semua manusia akan selalu pergi meninggalkan kita sendiri. Keluarga, teman dekat, kerabat, dan lainnya. Memiliki urusan pribadi masing-masing sudah menjadi ketentuan hukum alam yang berlaku.

Pada ruang perawatan sepi, West meraba pada sebutir obat yang belum diminumnya.

Tidak ada hal mencurigakan serta bentuk yang dia pegang pada tangannya, tetap bulat pada obat umumnya.

"Kau yakin aku harus meminumnya, Alice? Tanya West pada dirinya, saat obat itu ada di ujung jari. 

Melihat lebih dekat, West mencoba mempercayai tentang ucapan perempuan hologram tadi.

West berpikir rasa obat akan selalu pahit ketika dikonsumsi, ternyata tidak. Justru berbalik rasa manis, seperti sirup rasa buah yang dimakan anak tadi. Dia mendapatkan rasa jeruk manis.

Sedetik berlalu begitu saja, setelah selesai mengkonsumsi obat yang diterima, West belum merasakan efek tadi.

Berjalan sepuluh detik... Dua puluh detik... Enam puluh detik... Satu menit... Tiga menit... Sembilan menit...

Sebelum akhirnya, sesuatu terasa aneh. Pada tangan-tangan miliknya, merasakan getaran tanpa adanya suruhan dari otaknya.

"SAKIT!" West merasa tegang dan kram pada kedua telapak tangan. "ASTAGA!" West mengepalkan serta merapatkan tangan, hingga menekan kasur yang dipakainya.

Perawat menjadi heboh karena ulah remaja yang meminta obat. "Nak! Kamu kenapa?!" Mata melotot, dialihkan berlari meminta bantuan di ruang lain melewati pintu. "TOLONG! TOLONG!"

West tidak bisa menolong tubuhnya lagi. Mata menjadi samar ketika tidak kuat melihat benda-benda di sekitar.

Anak itu jatuh dari kasur, meringkuk kesakitan. Keringat muncul dari mana saja, memperlihatkan warna kemerahan pada kulitnya.

"TOLONG!" Satu tangan berusaha meraih udara untuk meminta bantuan ke arah pintu besi yang menutup.

Tubuhnya tidak bisa berhenti bergerak, selama obat itu aktif bekerja. Seperti mengalami kejang-kejang hebat.

West berpikir bahwa ini adalah hari terakhirnya hidup di bumi. Meninggalkan ibunya, Eme, dan satu sahabatnya, Erton.

Namun, sebuah harapan telah muncul ketika West hendak menyerah pada tubuhnya.

Pintu bergerak membuka tiba-tiba, memunculkan tiga perawat menuju kepada West Bromwich.

West menutup mata sekejap, usai tiga perawat menyentuh sekujur badannya. Tidak ada perlawan selama anak itu berbaring lemas.

Pingsan untuk saat ini.

Yang dia ingat sekarang, hanyalah perawat datang berlari membantu ketika West tidak bisa membuka matanya.

Setelah itu... Hilang dari pandangan anak itu.

Rasanya... Ini semua adalah mimpi baginya. Semua hal yang terjadi sekarang atau pun masa-masa lampau, seperti tidak pernah terjadi dalam bayangannya.

Justru, West membuka ingatan sebelum semua dimulai. Bocah kecil bersama Erton pada rumah hangatnya.

Pada hari istimewa, baginya.

Ibu membawa kue sebagai tanda ulang tahun untuk merayakan atas lahirnya bocah itu. Erton kecil terlihat takjub, sekedar melihat lilin-lilin itu, telah dinyalakan api-api kecil.

"West... Ucapkan permintaan-mu," Ibu berkata pelan nan halus.

"Baik, bu," West mengepal tangan, memejam mata. Ibu dan anak berambut putih memakai topi kerucut, menonton dirinya.

"Aku ingin ibu... Erton... Dan aku... Selalu bersama sampai tua nanti. Amin..." West mengecilkan suara, tetap posisi menutup kedua matanya.

"Nah, sekarang, tiup lilinnya." Suruh ibu ketika West telah selesai berdoa dan berharap pada satu kue kecil.

Hembusan napas menyembur api-api kecil, mengakibatkan padamnya api tadi, terkecuali lilin yang berdiri.

Kami saling menepuk tangan, bahagia. Ibu tidak bisa menyembunyikan tangisan kepada anak-anaknya.

"Ibu potong kuenya, ya?" Ibu berdiri dan beralih. Berhadapan dengan kue kecil, dengan satu pisau plastik—dipegang sejak awal.

West kecil memberikan wadah untuk meletakkan potongan kue coklat, seterusnya sampai kue tadi terbagi rata.

Satu potongan untuk West, satu potongan mendarat kepada Erton Smith, dan satunya tentu menuju ibu.

"Nah, ayo dimakan."

"Selamat makan!" Kami berdua berseru menjawab serentak.

...***...

Suara-suara mesin, terdengar bising pada kupingnya. Rasa dingin menyambut permukaan kulit-kulit West—anak itu telah sadar dan bangun dari tidur pulas.

Pupil mata seakan mengecil ketika yang pertama kali dilihat adalah plafon atas warna abu-abu.

Anak itu menyadari bahwa sekarang, tetap berada pada tempat yang sama, kasur yang sama.

Ruang perawatan menjadi saksi hidup- matinya, setelah mengalami cukup banyak siksaan pada tubuh sendiri.

West menggerakkan kepalanya, sedikit. Memperlihatkan satu perempuan, duduk menempel langsung pada sisi-sisi ranjang kasur.

"Hai, West," Eme menyapa lembut.

"Eme?" West melihat wajah manis, berlanjut perhatian kepada anak laki-laki menekuk lengan, "yo!" Pendek diucapkan.

"Kalian—"

"Jangan lanjutkan bicaramu, West." Erton meringkas ucapan, ketika West membuka mulut. "Tidak ada pilihan lagi, selain harus menjagamu."

West tertegun mendengarnya.

Senyum Eme mengendur, berpapasan alisnya melengkung turun. "Begini, West. Kami mendapatkan pesan dari perawat, kalau kamu jatuh pingsan."

"Ya, aku sudah tau itu. Kalian seharusnya berlatih. Bukan disini waktunya."

"Justru itu, karena sakit-mu ini, kami tidak bisa berbuat banyak, selain lari menjenguk-mu. Latihan harus dihentikan."

Erton menunjuk tegang kepada West yang berbaring lesu, ketika sahabatnya sudah tidak bisa menahan emosi.

"Kalau sekali saja tidak menyentuh obat tadi, tidak akan seperti ini."

Eme beranjak menahan Erton ketika hendak mendekati untuk memarahinya. "Sudah... Sudah..."

"Lepaskan," kata Erton menepis Eme ketika berada di hadapannya langsung, "jangan menghalangi. Perempuan gila."

Eme membuat tatapan serius dan sabar, menghadapi sifat anak berambut putih, selama menatap kepadanya.

"Jangan salahkan sahabatmu, Er. Dia adalah sahabat masa kecilmu. Kalau dulu kamu tidak pernah diselamatkan olehnya, kamu tidak bisa hidup sampai sekarang."

Erton berbalik menanyakan kepada perempuan yang diajak mengobrol. "Tau apa tentang diriku?! Perempuan luar kota tidak akan pernah paham."

"Hei!" West memotong bicara antar mereka berdua, "kau jangan pernah menaikkan nada bicaramu kepadanya!"

Eme berjalan mundur ketakutan bertatap wajah dengan Erton.

"Ah! Kalian memang selalu bersama. Kau selalu membelanya, West. Hati-hatilah, kau bisa ditikam dari belakang."

Erton pamit meninggalkan secara kesal.

Eme tidak bisa berpikir apa-apa lagi, setelah dirinya menjatuhkan diri kepada kursi yang dipakai tadi.

"Maaf soal tadi, Eme." West berbicara lantang. "Kau bisa tinggalkan kami berdua, sekarang. Tidak ada lagi perdebatan dengannya, dan juga denganku. Aku bisa menjaga diri."

Sebaliknya, setelah Eme mendengar penjelasan dari West, perempuan itu mengarahkan matanya kearah anak yang berbaring lemas.

"A-ada apa, Eme?" West curiga mengenai tatapan aneh darinya.

"Aku tidak akan melepaskan kalian berdua. Sampai kapan pun, aku tetap berusaha untuk membantumu, West. Aku tidak punya siapa-siapa lagi disini selain dirimu. Kalau pun Erton tetap menjauh, aku bisa menjadi teman baru disini."

West terus berlanjut menyimak cerita.

"Kamu berbeda dari pada lainnya. Saat pertama kali kita bertemu, aku sudah melihat kalau kamu sangat peduli terhadap sekitar untuk menolongku, daripada lainnya. Hanya berdiri menonton."

Nada bicaranya lantang dan lembut, sangat menenangkan ketika diajak berbicara dalam ketenangan ruangan.

"Aku bersyukur bisa mengenalmu kala itu, West."

"Benarkah?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!