Aura Karina mendadak janda di malam pertama pernikahannya. Suami yang baru menikahinya beberapa jam yang lalu, memutuskan untuk menceraikan dirinya tepat di malam itu juga.
"Aku itu janda!" Tegas Aura akan status yang disandangnya saat ini.
"Iya, kamu memang janda. Janda menggemaskan." Ucap seorang pria dengan senyum melebar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aylop, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 - Mendadak bertemu
Bara berhenti di tempat saat pertama kali mengantar Aura. Ia telah sampai, karena jarak restauran ke tempat itu tidak terlalu jauh. Dalam 10 menit sudah sampai.
Mata pria itu melihat sekeliling, tidak terlihat Aura menunggunya. Ia pun melajukan mobil menuju rumah berwarna biru. Kata Aura itu kost-annya.
Saat melewati rumah itu, tampak sepi. Bara pun berhenti di sebelah rumah itu. Lalu menelepon Aura.
"Halo, kamu di mana?" tanya Bara ketika teleponnya tersambung.
"Sebentar ya." Jawab Aura dengan suara ngosh-ngoshan.
"Aku sudah sampai di depan!"
"Di-di depan?"
"Iya, di depan rumah kamu yang berwarna biru. Segeralah keluar!"
"Hah... I-iya!" ucap Aura. Ia mengingat pernah memberitahu pria itu bahwa rumahnya berwarna biru.
'Capek juga!' Aura kecapekan. Jarak dari rumahnya ke tempat itu lumayan juga.
Wanita itu sedikit menyesal turun di sana. Seharusnya dekat-dekat rumahnya saja. Atau berjarak satu gang gitu.
'A-apa dia naik mobil?' batin Aura melihat ada mobil berhenti di depan rumah biru itu.
Di dalam mobil, Bara melihat seorang wanita berjalan tergesa-gesa ke arahnya. Ia menajamkan pandangannya.
'Aura!' Bara pun segera turun dari mobil.
"Ma-maaf, membuatmu menunggu!" ucap Aura dengan nafas naik turun. Ia seperti sedang berolah raga saja.
"Kamu dari mana?" tanya Bara khawatir. Wanita itu bukan datang dari dalam rumah berwarna biru, tapi dari ujung jalan sana.
"I-itu-" Aura terdiam.
Tangan pria itu kini menyeka keringat di dahinya. Hal itu membuat Aura jadi berdesir.
Keduanya saling berdiri berhadapan. Aura jadi canggung dengan posisinya.
"Kamu sudah makan?" tanya Bara kemudian.
Aura mengangguk dan melihat itu Bara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Wajah Aura saat ini begitu sangat menggemaskan di matanya.
"Temani aku makan ya. Aku belum makan dari tadi pagi!" ucap Bara dengan nada lemah, seakan memang benar dia seharian ini belum mengisi perut.
"Kenapa tidak makan?" tanya Aura. Apa pria itu begitu sibuk.
Bara membuka pintu mobilnya dan mempersilahkan Aura untuk naik. Tapi wanita itu malah diam.
"Kamu temani aku sebentar. Kita makan di dekat sini!" bujuk Bara, sepertinya Aura agak takut dengannya. Mereka baru bertemu, jadi wajar saja.
"Hanya temani makan saja. Nanti aku akan mengantarmu langsung sampai rumah!" ucap Bara. Ia tidak mau Aura berpikiran yang tidak-tidak.
"Aku nggak diculikkan?!" ucap Aura akan naik ke dalam mobil.
"Aku akan menculikmu-" Bara sengaja menjeda perkataannya.
Dan Aura yang tadi mau naik langsung membalikkan badan. Ia menatap pria itu dengan tajam.
"Aku akan menculikmu dan membawamu ke hatiku!" ucap Bara dengan senyum melebar. Malah menggombal pula.
Blush...
Lagi-lagi wajah Aura merona, ia kena gombalan receh pria itu.
Aura mencibir untuk menutupi rasa bapernya, lalu naik ke mobil. Sebelum Bara menutup pintu, pria itu sengaja mengkedipkan sebelah matanya.
'Apaan sih dia!' Aura jadi grogi dan kikuk.
Bara pun naik dan melajukan mobilnya.
"Kita mau makan di mana?" tanya Bara.
"Terserah kamu saja!" jawab Aura. Pria itu yang lapar.
"Baiklah, kita akan-"
"Nanti belok kanan, ada warung bakso!" jawab Aura menyela. Dari pada nanti pria itu membawanya pergi jauh.
"Ok, baiklah!"
"Oh, iya. Ini jaketnya!" Aura memegang bungkusan berisi jaket.
"Kamu pakai saja!"
"Kebesaran."
"Kan lebih enak yang besar!" jawab Bara ambigu.
Aura kembali menatap tajam pria itu, perkataannya mulai menjerumus.
"Mak-maksudku, kalau kebesarankan lebih bagus dari pada kekecilan. Jaketnya tetap bisa dipakai." Alasan Bara membenarkan perkataannya. Ia melirik mata Aura yang menatapnya tajam.
"Aku taruh di sini saja!" Aura meletakkan bungkusan itu di kursi belakang.
Saat wanita itu meletakkan di kursi belakang, rok selutut yang dipakai Aura agak naik.
'Astaga!' Bara melihat sekilas setengah paha putih mulus yang terekspos itu.
Pria itu berusaha tetap tenang dan fokus menyetir. Tapi mata Bara kembali melirik ke arah Rok Aura. Wanita itu sudah duduk seperti biasa.
'Apa dia pakai segitiga bermuda?' Bara sejenak membayangkan segitiga itu. Segitiga yang muncul dalam mimpinya.
"Itu warung baksonya!" tunjuk Aura ke arah depan.
"Oh-oh iya." Bara mengangguk. Ia segera menghempas pikirannya yang tidak-tidak itu.
'Bara! pikiranmu itu!!!'
\=\=\=\=\=\=
"Kamu nggak makan?" tanya Bara setelah memesan. Aura hanya pesan jus pokat.
"Tadi aku sudah makan." Jawabnya.
"Aura. ." panggil Bara. Mereka duduk berhadapan dan terhalang meja.
"Ma-maaf ya, aku datang mendadak. Padahal kita janji ketemunya hari minggu." Ucap Bara merasa bersalah. Ia baru menyadari sikapnya. Menelepon Aura tiba-tiba dan mengatakan akan ke rumahnya.
"Ti-tidak apa!" jawab Aura mengangguk pelan.
Sebenarnya Aura sedikit senang bertemu pria itu lebih awal. Dari pada menunggu sampai hari minggu, itu terlalu lama.
Pesanan mereka pun datang. Bara melahap baksonya dan Aura meminum jus pokatnya.
"Lapar ya?"
Bara jadi mengulum senyum. Ia sudah menghabiskan semangkuk bakso. "Iya, lapar!"
Keduanya saling diam sesaat. Bara terus menatap wajah cantik itu. Wajah yang kini sering dipikirkan dan dirindukannya.
Dan Aura ditatap begitu, malah menunduk. Tak kuat dengan tatapannya.
Bara melihat arlojinya, hari sudah malam. Lebih baik mereka segera pulang. Hari ini sudah bertemu Aura dan berbicara dengannya, itu sudah cukup baginya.
Bara mengajak Aura pulang dan wanita itu mengangguk.
Setelah 15 menit berlalu, mobil sampai di rumah berwarna biru itu.
"Aku turun di sini saja!"
"Aku antar saja sampai rumah kamu!" Bara tahu, itu bukan rumah Aura.
"Ti-tidak usah!"
Aura terus menolaknya. Wanita itu belum mau ia datang ke rumahnya.
"Kalau aku tidak boleh mengantar sampai rumah, sampai gang saja!" bujuk Bara.
"Ta-tapi-"
"Kalau sampai gang nggak boleh juga. Ya, sudah. Aku culik saja kamu!" ledek Bara akhirnya.
Aura mengcemberutkan wajahnya, pria itu malah main mata padanya.
"Aku nggak mau terjadi sesuatu sama kamu." ucap Bara menatap Aura sejenak.
Ser...
"Terus saja, nanti belok kiri!" ucap Aura terpaksa. Ucapan pria itu selalu membuat hatinya tak menentu.
Bara tersenyum lebar, ia pun mengangguk. Pria itu mengikuti arah jalan ke rumah Aura.
"Sudah di sini saja!" ucap Aura. Mereka sudah sampai di depan gang rumahnya.
"Rumah kamu yang mana?" tanya Bara.
"Masuk gang itu!" tunjuk Aura pada gang di depannya.
"Ra, gang ini jauh dari tempat aku nunggu kamu tadi!" Bara menyadari, jarak dari sini ke rumah biru itu lumayan juga.
"Nggak!" Aura menggeleng. Walau dalam hati membenarkan memang jauh.
"Jauh!"
"Aku kan jalan motong!"
Bara jadi tersenyum, ada saja jawaban wanita itu.
"Aku pulang! Kamu hati-hati di jalan." pamit Aura.
"Baiklah. Besok aku kirim pesan, kamu balas ya!"
Aura mengangguk dan turun dari mobil.
Bara dari dalam mobil melihat wanita itu yang terus berjalan tanpa melihat ke belakang lagi. Lalu berbelok masuk gang.
'Aku ingin menikahinya!'
.
.
.
beneran ngga ada lanjutannya???/Cry//Sob/
tolak diantar jemput , macam orang yg selingkuh aja