Wanita Pilihan
"Ada yang mau aku bicarakan denganmu!" Ucap seorang pria menahan langkah kaki seorang wanita yang akan berjalan ke kamar mandi.
'Apa Mas Evan akan meminta haknya malam ini?!' Batin wanita itu dengan perasaan yang mulai gugup. Resepsi pernikahan mereka telah berakhir beberapa waktu yang lalu. Dan kini mereka berada di sebuah kamar hotel. Hanya berdua saja.
Apa lagi yang akan dilakukan pasangan suami istri di malam pertama mereka? Memikirkannya saja membuatnya mulai panas dingin.
"I-iya, Mas." Jawab wanita itu seraya meremas gaun pengantinnya. Perasaannya campur aduk jadi satu.
"Duduklah!" Pinta Evan dengan nada datar dan terkesan dingin.
Wanita itu pun mendudukkan diri di sofa yang berhadapan dengan suaminya yang beberapa jam yang lalu resmi menikahinya.
"Aura..." panggil pria itu kembali. Sorot matanya begitu sangat tajam menatap wanita itu.
"I-iya, Mas." Jawab Aura segera. Ia berusaha tenang, wajah suaminya sangat tegang. Pasti hal penting yang akan dikatakan suaminya.
Tapi apa? Aura jadi penasaran sendiri.
"Aura, aku menceraikanmu!" Ucap Evan dengan sangat tegas dan jelas.
Deg
Aura amat terkejut. Tidak menyangka jika Evan akan berbicara tentang perceraian di malam pertama mereka.
"Ta-tapi ki-kita baru saja menikah." Ucap Aura berusaha menahan air matanya. Ia tidak mengerti, baru saja mereka menikah. Bahkan hari minggu ini pun belum berganti. Tapi, ia diceraikan. Ia sudah menjadi janda saja.
"Aku tidak mencintaimu dan tidak akan pernah bisa mencintaimu. Kamu tahu dengan jelas, bahwa aku terpaksa menikahimu karena keinginan orang tuaku. Aku telah menikahimu, menuruti mereka. Dan sekarang aku menceraikanmu!" Jelas Evan kembali sambil menghembuskan nafasnya dengan kasar. Ia harus mengakhiri semua ini. Mengakhiri pernikahan yang terpaksa ini.
"2 bulan lagi, aku akan mengatakan pada kedua orang tuaku tentang perceraian kita. Dan selama itu, berpura-pura masih menjadi istriku di depan mereka!" Timpal Evan kembali. Ia tidak bisa langsung mengatakan tentang perceraian mereka pada kedua orang tuanya. Mereka pasti shock dan tidak akan menerimanya.
Aura menatap pria itu. Hatinya begitu sakit dan terasa sesak. Mengira pernikahan mereka walau atas perjodohan, akan berlangsung lama. Tapi ternyata, hanya bertahan beberapa jam saja.
Evan bangkit dari duduknya dan akan melangkah pergi. Tapi ia berhenti dan berbalik, meletakkan sesuatu di atas meja.
"Selama itu, tinggallah di apartemenku!"
Setelah mengatakan itu, Evan pun pergi meninggalkan Aura sendirian di kamar itu.
Aura menatap kartu akses yang diletakkan Evan di atas meja. Hatinya sangat hancur sekali. Jika terpaksa, kenapa Evan tetap menikahinya? Seharusnya pria itu kan bisa menolak.
Sebulan yang lalu, kedua orang tua Aura meninggal akibat kecelakaan bus. Bus yang ditumpangi kedua orang tua Aura terjun ke jurang dan semua penumpang tewas.
Aura yang baru pulang bekerja, mendadak shock mendengar kabar tersebut. Ia menangis histeris ditinggalkan kedua orang tuanya begitu saja. Padahal tadi pagi, mereka masih bersama. Tapi saat sore menjelang, semuanya hilang sudah. Mereka telah pergi untuk selama-lamanya dan tidak akan kembali lagi.
Beberapa hari setelah pemakaman kedua orang tuanya. Aura hanya mengurung diri di dalam kamar. Ia tidak pergi bekerja bahkan untuk makan pun tak berselera. Hanya menangis dan menangis saja. Menangis seorang diri.
Tak ada lagi semangat dalam hidupnya. Tak ada lagi yang selalu memarahinya. Tak ada lagi yang selalu menasehati dan mengingatkannya. Semua kini telah hilang. Mereka telah pergi.
Aura mengusap air matanya, lalu memejamkan kedua matanya. Berharap ini adalah mimpi. Mimpi buruknya saja. Lalu ia kembali membuka kedua matanya, berharap melihat kedua orang tuanya. Dan tetap saja tidak ada yang berubah, mereka tak di sisinya lagi.
"Ayah... Bunda... kenapa kalian meninggalkanku sendirian? Seharusnya kalian mengajakku! Kenapa kalian pergi berdua saja? Kalian bilang menyayangiku dan kita akan bersama selamanya. Kenapa kalian membohongiku???"
Aura menangis terisak-isak sambil memukuli dadanya yang terasa begitu sesak. Ia sangat merindukan kedua orang tuanya. Merindukan pelukan mereka.
Tok... tok... tok...
"Ayah... Bunda..." ucap Aura. Ia mengusap air matanya dan berjalan untuk membuka pintu. Berharap itu kedua orang tuanya yang datang.
Aura belum bisa menerima kepergian mereka. Meski ia sudah melihat langsung jenazah keduanya, tapi masih merasa jika ini hanyalah mimpi buruknya.
Aura membuka pintu dan ia kecewa, ternyata bukan kedua orang tuanya.
"Aura..." ucap seorang wanita paruh baya yang langsung memeluknya. "Sabar ya, nak!"
"Tante Ros." Aura menangis dipelukan wanita paruh baya itu. Suara tangisannya begitu sangat menyedihkan.
"Maaf, kami baru bisa datang sekarang!" ucap om Rendi suaminya tante Ros.
Rendi dan Ros berteman baik dengan kedua orang tua Aura. Mereka sering datang ke rumah mereka. Tapi saat kabar duka tersebut, keduanya masih berada di luar negeri. Dan baru sekarang bisa datang. Mereka tidak bisa melihat teman baiknya itu untuk yang terakhir kalinya.
"Aura ikut tinggal sama tante ya." Ucap Tante Ros melonggarkan pelukannya.
Aura masih sangat muda sekali. Usianya saja baru 20 tahun. Wanita semuda itu, tidak baik tinggal sendirian.
"Benar, kamu tinggal bersama kami ya." Timpal om Rendi.
Aura menggeleng, ia tidak mau merepotkan siapapun.
"Kamu harus tinggal bersama kami. Kami tidak tenang membiarkan kamu sendiri." Ucap Om Rendi. Aura kini hanya sebatang kara dan tidak memiliki saudara. Gadis itu juga sedang berduka. Akan bahaya meninggalkannya sendirian.
"Ti-tidak, Om! Terima kasih." Tolak Aura dengan sopan.
Tapi tante Ros tetap memaksa, hingga Aura pun tidak dapat menolak niat baik mereka.
Aura dibawa tinggal ke rumah mereka. Om Rendi dan Tante Ros sangat baik padanya. Ia dianggap seperti anak mereka sendiri, karena mereka tidak memiliki anak perempuan. Mereka memiliki seorang putra bernama Evan yang berusia 27 tahunan.
Evan memaklumi kedua orang tuanya yang membawa wanita itu tinggal bersama mereka. Kedua orang tuanya hanya kasihan dengan wanita itu. Mungkin mengingat atas nama pertemanan di antara mereka.
Om Rendi dan tante Ros sangat menyayangi Aura dan mereka pun berniat menjodohkan dengan putranya. Aura ingin menolak, tapi karena kebaikan keduanya, ia jadi segan dan terpaksa menerimanya.
Dan Evan jelas menolak perjodohan itu dan bahkan mulai benci saat melihat Aura. Padahal biasanya pria itu bersikap biasa saja padanya.
Berkali-kali Evan terus menolak. Tidak menerima perjodohan itu. Tapi seminggu kemudian, pria itu pun jadi setuju.
Selang dua minggu kemudian, pernikahan itu pun digelar. Walau pernikahan mendadak, tapi tetap berlangsung mewah dan meriah. Aura saat itu merasa menjadi ratu sehari.
Tapi, selang beberapa jam kemudian dunianya terasa runtuh. Evan menceraikannya.
Aura menghembuskan nafas berkali-kali. Ia kini berdiri di depan jendela kamar hotel. Menatap pemandangan malam yang disinari cahaya lampu.
'Ayah... Bunda... aku merindukan kalian. Aku ingin ikut kalian saja!'
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Dwi Setyaningrum
aku jd ikutan menghembuskan nafas dg berat deh..seandainya aku diposisi aura pun kyknya juga ga sanggup deh ini sdh kena mental duluan sdh amat berduka kehilangan kedua ortunya ga ada sanak sodara ehh tambah dicerai suami blm 1hr ngenes😭😭
2024-07-13
0
Dwi Setyaningrum
egois banget si Evan ini enak kali ngasi status janda dg enteng banget la loe enak laki ga mslh nyandang status duda nah ini nyandang status janda pasti org mikirnya yg ga ga walau blm menyentuh sekalipun🤪🤪
2024-07-13
1
Siti Naimah
suatu saat kamu bakal menyesal lho van..
2024-06-26
0