Laura, adalah seorang menantu yang harus menerima perlakuan kasar dari suami dan mertuanya.
Suaminya, Andre, kerap bertangan kasar padanya setiap kali ada masalah dalam rumah tangganya, yang dipicu oleh ulah mertua dan adik iparnya.
Hingga disuatu waktu kesabarannya habis. Laura membalaskan sakit hatinya akibat diselingkuhi oleh Andre. Laura menjual rumah mereka dan beberapa lahan tanah yang surat- suratnya dia temukan secara kebetulan di dalam laci. Lalu laura minggat bersama anak tunggalnya, Bobby.
Bagaimana kisah Laura di tempat baru? Juga Andre dan Ibunya sepeninggal Laura?
Yuk, kupas abis kisahnya dalam novel ini.
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Rencana jahat Andre.
"Percayakah? Sekecil apapun bibit perbuatan kita yang kita tanam jika baik pasti bebuah baik. Jika buruk juga akan berbuah buruk. Apa yang ditanam pasti itulah yang dituai."
Andre merutuki nasib buruk yang kini dia alami. Istrinya Laura yang minggat dan membawa lari hartanya, lalu meminta cerai, dan tidak bisa ia lawan.
Irina, yang menghianatinya padahal Ia sangat mencintainya. Juga ibunya yang kini sakit ditambah lagi adiknya Luna, yang terjerumus dan kehilangan masa depan.
Sungguh, Andre tidak sanggup menerima semua kejadian beruntun yang menimpa hidupnya. Namun, dia harus bangkit. Demi ibu dan adiknya.
Kedua wanita itu harus dia perjuangkan. Karena hanya dirinyalah milik mereka. Mereka bertiga harus saling mendukung dan menguatkan.
Andre, mengingat semua perlakuannya pada, Laura. Istri yang tidak pernah ia anggap. Perlakuan ibunya juga tidak kalah buruknya.
Pantaslah, sangat pantas malah jika Laura dendam dan membalas perbuatannya itu.
Hanya saja, Andre tidak menduga kalau istrinya mampu membalaskan sakit hatinya sedemikian dahsyatnya. Membuat dirinya sampai terpuruk! Sehingga menyisakan dendam dihatinya. Untuk membalas perlakuan istrinya.
Andre telah mencari informasi tentang keberadaan Laura. Juga lelaki yang belakangan ia tau namanya, Mark. Seperti dugaannya, ternyata Mark adalah pacar istrinya. Tepatnya mantan istrinya.
Mereka berencana akan menikah.
Lagi, kenyataan itu membuat Andre makin terpukul. Andre tidak rela bukan karena dia mencintai Laura. Hanya karena dirinya tidak ingin dikalahkan dengan telak seperti ini.
Sungguh egois!
"Pak! Ini semua informasi yang bisa saya peroleh, tentang Laura dan Mark." orang yang disewa Andre menyelidiki kehidupan Laura dan Mark menyerahkan berkas, berisi info tentang Laura dan Mark.
Andre membaca sekilas berkas-berkas itu. Manggut-manggut, dan merasa puas dengan informasi itu.
Andre menyerahkan amplop coklat berisi lembaran uang merah ke lelaki botak itu. Dia tersenyum sumringah dan mengucap terimakasih, lalu meninggalkan Andre di taman.
"Hem, jadi selama ini Laura tinggal di Padang Sidempuan. Tinggal satu kota dengan Mark juga. Laura telah sukses membuka usaha rumah makan. Pantasan dia bersikap sombong!" guman Andre, memandang beberapa foto yang merekam keseharian, Laura.
Andre berencana akan pergi ke Padang Sidempuan. Ingin melihat lebih dekat Laura seraya menyusun rencana pembalasannya.
Bermodalkan alamat yang ia peroleh, Andre meninggalkan kota Medan, Ibu dan adiknya. Andre, sudah nekad hendak membuat perhitungan dengan, Laura.
Bahkan Andre telah menjual kafe, serta rumahnya. Ibu dan adiknya kini tingal di sebuah rumah sederhana, sisa pe jualan rumah. Andre nekad berangkat ke kota dengan ikon buah Salak itu.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih sepuluh jam. Andre menginjakkan kakinya di kota Salak.
Hal pertama yang dia lakukan mencari penginapan. Setelah menemukan penginapan di daerah kota, Andre mencari lokasi tempat tinggal Laura.
Ternyata tidak susah mencarinya. Bertanya ke sopir becak yang banyak mangkal didepan penginapannya, lokasi tempat tinggal Laura telah terdeteksi.
Sang supir becak, bersedia mengantar Andre, sekedar keliling kota.
Dengan memakai masker dan topi dan duduk didalam becak, Andre dapat dengan leluasa mengamati aktivitas Laura.
Seperti pagi ini, terlihat Laura mengantar Bobby dengan naik sepeda motor ke sekolah. Andre mengikutinya dari belakang.
"Pak, ayo ikuti sepeda motor itu." Perintah Andre kepada sopir becak supaya mengikuti sepeda motor Scoopy merah yang dikendarai, Laura.
Ternyata ke salah satu sekolah Tk, yang jaraknya satu kilometer. Andre melihat, betapa Laura, begitu melindungi Bobby. Ditengah kesibukannya, masih menyempatkan diri mengantar, Bobby ke sekolahnya.
Hal yang tidak pernah ia lakukan dulu.
Setelah mengantar Bobby, Laura langsung pulang dan mampir di pasar tradisional belanja beberapa barang hingga dua kantung plastik besar.
Lumayan lama juga Andre, menunggu sampai Laura selesai belanja. Lalu, Laura balik lagi ke rumah sekaligus tempat usahanya. Ruko berlantai dua dengan plang, " Rumah Makan Kita" itu.
Suasana rumah makan itu lumayan ramai juga disaat pagi. Bahkan Andre nekad masuk dan mengambil tempat di pojok.
Laura tidak tau, kalau mantan suaminya adalah salah satu tamu yang makan pagi itu. Karena yang meladeninya adalah anak buahnya. Sehingga luput dari pengamatan, Laura.
Selain itu, Laura tidak kepikiran kalau Andre akan ada di tempatnya.
Setelah suasana semakin sepi, Andre mendatangi sendiri meja kasir, dimana Laura tengah duduk.
"Selamat pagi!" sapa Andre perlahan, tapi cukup mengagetkan Laura, saat melihat sosok di depannya.
Laura tidak menyangka kalau pagi ini Andre ada dihadapannya.
"Kamu, apa yang kau lakukan disini?" kesiap Laura seraya berdiri.
"Makan. Apakah kamu akan menolak aku, jika kamu tadi mengenaliku?" ucap Andre tersenyum misterius.
"Tentu saja tidak." sahut Laura acuh. Tapi dia tetap waspada, takut Andre akan bertindak nekad. Karena bagaiamanapun Laura dapat melihat ada bara di mata Andre. Meletup-letup membakar harga diri mantan suaminya itu.
"Hem, jadi disini kamu sembunyi selama ini. Dan inilah hasil kamu mencuri dariku." ucap Andre sinis.
"Aku tidak keberatan kamu datang kemari. Tapi, jika kamu merencanakan sesuatu sebaiknya kamu berpikir seratus kali untuk bertindak. Dan satu hal, aku tidak mencuri apapun darimu. Aku hanya mengambil apa yang menjadi hakku." sahut Laura tegas.
Laura semakin yakin, kalau Andre datang bukan hanya sekedar berkunjung. Mengingat hubungan buruk diantara mereka, Andre pasti tengah merencanakan sesuatu, sampai dia menempuh perjalanan jauh ketempatnya ini.
"Hem, kamu makin pintar dan pandai bicara sekarang. Benar-benar sebuah kejutan. Kamu benar-benar sempurna melakukan pembalasan."
"Cukup, Andre. Aku tidak ingin bertikai denganmu. Jika kedatanganmu untuk Bobby, aku tidak akan melarang. Tapi, sebaiknya kau beritahu sebelumnya dulu jika mau datang."
"Aku tidak datang untuk, Bobby. Aku datang membuat perhitungan denganmu! Kamu benar-benar telah melukai harga diriku sebagai seorang pria!" teriak Andre tiba-tiba.
Laura dan anak buahnya terkejut dan merasa tegang. Laura tetap berusaha tenang. Agar Andre tidak semakin terpicu kemarahannya.
"Apa sebenarnya maumu! Jika hanya untuk mengacau disini, lebih baik kamu pergi saja." ucap Laura.
"Baik, aku akan pergi. Tapi ingat, urusan antara kita belum selesai."
"Kita sudah tidak punya urusan apa-apa lagi. Semua sudah selesai!" hentak Laura tajam.
"Kita belum selesai. Tunggu saja!" ancam Andre, lantas pergi." tidak lupa meletakkan uang di atas meja.
Laura panik dang bingung dengan ancaman, Andre. Pikirannya tertuju pada Bobby. Laura takut Andre akan berbuat sesuatu pada Bobby, untuk melampiaskan sakit hatinya.
Laura menelepon guru kelas untuk mengawasi Bobby, sebelum dia datang menjemputnya sepulang sekolah. Entah kenapa Laura berfirasat buruk, pada Andre.
Untuk apa Andre datang ke kota ini. Darimana Andre tau kalau dia tinggal di kota ini. Pasti karena telah menyelidiki sebelumnya semua gerak geriknya. Semua kebiasaannya. Ancamannya itu tadi, mengindikasikan kalau Andre sudah merencanakan semuanya.
"Ah, apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa tujuan Andre sebenarnya datang ke kota ini. Dari mana dia tau kalau aku tinggal disini? Jangan-jangan Andre mau memisahkan aku dengan Bobby? Apakah Andre mau menculik Bobby?" Berbagai tanya menyerang pikiran Laura, membuatnya semakin panik. *****