Mantan Suamiku Ternyata Bosku

Sehari menjelang pernikahan, Vany menatap putrinya yang sedang tertidur pulas. Ada rasa bahagia dihatinya melihat kebahagiaan anaknya itu beberapa hari ini. Agam selalu memanjakan Adelia.

Agam selalu memberikan apa saja yang di inginkan oleh Adelia walaupun di tengah kesibukannya menyiapkan pernikahan mereka.

Vany sudah meminta Agam agar mereka menikah secara sederhana saja. Namun, Agam menolak, begitupun dengan Sari. Ini adalah pernikahan pertama di keluarga mereka, tentu saja akan digelar sangat meriah.

Vany akhirnya hanya menurut saja, seberapa keras pun ia meminta agar pernikahan mereka dilakukan secara sederhana. Namun, sepertinya keluarga Agam sudah bulat akan merayakan pesta pernikahannya secara meriah.

Vany mengerti karena ini adalah pernikahan pertama Agam untuk mereka. Namun, fakta jika mereka sudah memiliki anak berusia 4 tahun pasti akan banyak gosip yang akan tersebar di kantornya.

Malam ini Vany kembali menginap di kediaman Agam. Sejak siang Agam pergi dan belum pulang, padahal ini sudah jam 11 malam.

Vany mencoba keluar dari kamar dan memperhatikan setiap sudut rumah yang akan menjadi rumahnya juga saat ia resmi menjadi menantu di keluarga Agam.

"Wah, rumahnya besar sekali," kagum Vany yang bahkan melihat ada kolam renang di samping ruangan makan mereka.

Vany duduk dan menenggelamkan kakinya. Ia menatap bulan dan bintang yang terlihat begitu indah menghiasi langit malam.

Vany menikmati suasana yang ia rasakan, ia memejamkan mata dan mengingat semua perjuangannya selama ini. Kenangan saat kedua orang tuanya meninggal dan pindah ke rumah pamannya, menjalani hari-hari di sana yang tak ada hari tanpa pekerjaan rumah dan bentakan. Ia masih mengingat saat bibinya terus membedakan ia dengan para sepupunya dalam segala hal dan Vany juga mengingat bagaimana pamannya ingin menjualnya pada Pak Yosep. Menikahkan mereka agar hutang pamannya itu dianggap lunas. Mengingat bagaimana Agam mulai hadir dalam hidupnya.

Vany membuka mata dan kembali menatap indahnya langit malam. "Apakah ini semua adalah hadiah dari-Mu?"

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Agam. Vany berbalik dan melihat Agam berjalan ke arahnya.

"Aku hanya bosan. Terbiasa bekerja membuatku bosan saat hanya berdiam diri saja di rumah."

"Nikmati hari-hari terakhirmu hidup sendiri. Karena setelah besok kamu tak akan sendiri lagi. Kamu akan memiliki seorang suami, mertua dan juga mungkin akan memiliki banyak anak lainnya nantinya. Kamu pasti akan kerepotan dan merindukan masa-masa membosankan ini," ucap Agam ikut duduk ia menggulung celana panjang yang digunakan dan ikut mencelupkan kakinya ke dalam kolam. Mengikuti apa yang Vany lakukan. Ia juga menatap bintang-bintang di langit yang bersinar.

"Vany," panggil Agam dengan matanya masih melihat ke arah langit malam.

"Apa?" jawab Vany yang juga masih menatap ke arah yang sama.

"Besok kita akan menikah, jika memang kamu tak mau. Pernikahan ini sangat mendadak, tetapi kamu masih boleh membatalkannya jika kamu keberatan."

"Mengapa aku harus membatalkannya? Kamu sudah keras keras untuk melaksanakan pernikahan ini sebaik mungkin, begitupun dengan Adelia. Ia sangat senang memiliki seorang ayah, kakek dan nenek. Aku tak ingin menjadi egois dengan merenggut semua itu darinya. Jadi, aku tak akan membatalkan pernikahan ini," jawabnya membuat Agan pun mengangguk.

"Kamu sudah memikirkan Adelia. Lalu bagaimana dengan dirimu sendiri?" tanya Agam.

"Aku tak tahu ini cinta, suka atau hanya sekedar mengagumimu, tetapi aku senang berada di dekatmu dan aku rasa tak ada salahnya untuk belajar mencintai dan hidup bersama, menikah denganmu. Kamu pria baik, kamu sudah menyelamatkanku dari keterpurukan yang mungkin akan aku alami jika kamu tak ada. Saat itu jika kamu tak ada, mungkin saat ini aku akan hidup dan tinggal bersama dengan pria tua itu, aku tak akan bisa tersenyum seperti saat ini, menikmati indahnya malam dengan perasaan sesenang ini."

"Aku janji setelah pernikahan kita, aku akan membuatmu mencintaiku. Aku akan membuat kalian bahagia," ucap Agam memberanikan diri untuk menggenggam tangan Vany.

"Aku percaya kamu akan melakukan semua apa yang kamu katakan. Aku juga akan berusaha menjadi istri yang terbaik untukmu," jawabannya membuat Agama mencium punggung tangan Vani dan mereka kembali melihat ke arah langit.

Keduanya menikmati pemandangan yang sangat indah dengan kaki yang masih terendam di kolam, begitupun dengan tangan mereka yang masih bergenggaman tangan mereka akan memutuskannya.

Vany setuju menikah, berharap pernikahan mereka akan membawa kebahagiaan di setiap hari-hari mereka ke depannya.

"Aku penasaran apa yang akan teman-teman kantorku katakan jika tahu aku adalah Vani bukan Febri. Dimana selama ini mereka terlalu mencari sosok Vany. Ibu dari Adeli itu tertawa kecil, membuat Agam pun ikut tertawa, ia sudah mendengar desas-desus tersebut. Namun, ia pura-pura tak tahu. Biarlah mereka berpendapat sesuai dengan apa yang ingin mereka utarakan, yang jelas jika ia akan menikah, dia akan menikah dengan Fani dan akan menjaga putrinya sebaik mungkin.