Liam datang untuk meminta hak atas restoran yang dibangun orang tuanya. Sayangnya, ibu tirinya tidak mau memberikan pada Liam. Dia merasa anaknya Leo yang lebih berhak memiliki restoran ternama itu.
"Aku bisa berhenti meminta restoran itu dengan satu syarat. Berikan Loveta padaku, maka aku lepaskan restoran itu."
"Aku tidak akan melepaskan keduanya." Leo tidak akan pernah melepaskan gadis yang dicintainya. Dia juga akan berusaha mempertahankan Loveta dan juga restoran miliknya.
Bagaimana persaingan dua pewaris restoran ternama itu? Siapa dari mereka yang akan mendapatkan restoran? Pesona siapa yang dapat meluluhkan hati Loveta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon myafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Suara bel berbunyi, mengusik mimpi indah. Liam yang masih menikmati tidurnya merasa begitu terganggu. Siapa gerangan yang datang pagi-pagi sekali. Dengan segera dia menyibak selimut dan berangsur bangun. Dengan tubuh yang malas, Liam segera membuka pintu kamar.
“Selamat pagi.” Loveta menyapa Liam saat pintu dibuka.
Alangkah terkejutnya Liam ketika melihat Loveta datang pagi-pagi. Jelas gadis itu melihatnya yang begitu berantakan sekali.
Rambut acak-acakan, ditambah hanya memakai celana pendek dan kaos, membuat penampilannya begitu buruk sekali.
“Kamu ke sini pagi-pagi?” Liam merasa aneh ketika melihat Loveta pagi-pagi sekali ke sini.
Kenapa Kak Liam masih saja tampan?
Loveta masih terpaku. Rambut Liam begitu berantakan sekali, tetapi tidak mengurangi ketampanannya. Biasa melihat Liam yang rapi dengan kemeja, Loveta juga dibuat terkejut ketika melihat Liam hanya dengan celana pendeknya. Namun, tetap Liam memesona.
“Cinta.” Liam memanggil Loveta yang sedang melamun.
“Eh ... iya, Kak.” Loveta tersadar.
“Kamu tumben sekali ke sini pagi-pagi?” Liam kembali melemparkan pertanyaan itu. Seingatnya Liam membuat janji siang akan bertamu. Namun, pagi-pagi
“Oh ... ini aku diminta mami mengantarkan sarapan.” Loveta memamerkan tempat makan yang dibawanya.
Liam melihat jika Loveta datang membawakan makanan.
“Masuklah dulu, aku harus mandi.” Liam melebarkan pintu apartemennya mempersilakan Loveta untuk masuk ke rumah.
Loveta masuk ke apartemen Liam. Menuju ke meja makan yang berada di dekat dapur.
“Aku mandi dulu.” Liam berbelok ke kamarnya.
Loveta mengangguk. Melanjutkan kembali menyajikan makanan yang dibawakan oleh sang mama.
Liam keluar dari kamar dengan keadaan yang sudah rapi. Memakai kemeja warna putih dan celana coklat. Rambutnya yang berantak membuat penampilannya semakin rapi.
Loveta yang melihat hal itu langsung merasakan perubahan Liam. Dari yang tampan, menjadi semakin tampan.
“Wah ... sepertinya enak.” Liam melihat nasi goreng yang dibuatkan oleh Mami Neta yang disajikan di piring oleh Loveta.
“Mami pagi-pagi sudah memasak aku. Demi memikirkan Kak Liam makan apa pagi ini.” Loveta menjelaskan pada Liam.
Liam tersenyum. Merasa senang ketika mendapatkan perhatian dari orang-orang yang disayanginya.
“Apa Kak Neta juga membangunkanmu pagi-pagi untuk mengantarkan makanan ke sini?” tanya Liam tersenyum.
“Iya.” Loveta harus bangun lebih pagi karena sang mami memintanya mengantarkan makanan.
“Kasihan sekali.” Liam mengusap puncak kepala Loveta.
Mendapati perlakuan manis Liam selalu membuat hati Loveta menghangat.
Mereka berdua segera menikmati sarapan. Liam merasakan kehangatan masakan ibu ketika merasakan masakan Mami Neta. Masakan Mami Neta tidak berubah sama sekali.
Di saat makan Loveta terus melihat ponselnya yang diletakkan di atas meja. Dia seperti menunggu sesuatu.
“Apa kamu sedang menunggu sesuatu?” tanya Liam.
“Hah ....” Loveta menoleh ke arah Liam. Kemudian mengalihkan pandangan pada ponselnya.
“Aku sedang tidak menunggu apa-apa.” Loveta melanjutkan makannya.
Liam tentu saja menyadari jika tidak mungkin Loveta tidak menunggu apa pun.
“Apa kekasihmu tidak memberikan kabar?” Liam mencoba menebak.
“Kenapa Kak Liam tahu?” tanya Loveta.
Liam tersenyum. Walaupun tadi hanya menebak, tetapi ternyata tebakannya benar.
“Biasanya wanita gelisah ketika tidak mendapatkan kabar.” Liam bicara seolah tahu tentang wanita, padahal dia tidak tahu apa pun tentang wanita.
Loveta menghela napas. “Dia tidak mengabari aku sama sekali.” Loveta merasa mulai terusik dengan sikap Leo yang tidak peduli padanya.
Liam merasa jika sikap Leo begitu dingin pada Loveta. Entah kenapa dia justru senang. Karena itu adalah celah untuknya.
“Apa dia selalu bersikap seperti itu?” tanya Liam.