Pria di kursi roda itu suami si pemilik tubuhku ini? Tapi kenapa pria itu menatap benci pada tubuh ini?
"Kau keluar penjara dengan selamat, tapi di rumah ini siksaan sebenarnya sudah menunggu mu! Kau mendorongku sampai aku lumpuh, kini giliranmu merasakan neraka di rumah ini!"
Sial! Gue mati di tangan tunangan dan sahabat gue sendiri, kini Roh gue malah kesasar masuk ke tubuh wanita yang dibenci suaminya sendiri!
Apa ada hal yang lebih mengenaskan lagi?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istriku, Amber.
Saat baru saja membuka pintu, Amber sudah menerima hangatnya pelukan Eric. "Kamu menangis di belakangku, aku tidak suka. Lain kali jangan pergi kesana lagi, lihatlah! Aku akan mencelakai orang-orang yang membunuhmu."
Amber menggeleng, "Aku akan meminta bantuanmu jika memang harus, mereka hanya manusia yang beruntung. Jika saja saat itu aku tidak lengah, aku takkan mati dengan mudah. Sudahlah, aku sudah merencakan sesuatu bersama Rex. Ah, foto-fotomu... aku sangat suka. "
Eric mengecup kening Amber, "Katanya kamu bertemu Delon dan menghajarnya. Itu baru istriku." Ia tersenyum puas.
"Katakan lagi..." manja Amber.
"Apa?" Eric pura-pura tak mengerti.
"Itu ucapan tadi, panggil aku lagi dengan sebutan itu."
"Istriku, Amber."
Amber tertawa senang, ia meloncat ke dalam pelukan Eric melingkarkan kedua kakinya di pinggang pria gagah itu. "Suamiku..."
Eric menahan tubuh Amber dalam gendongan nya, "Ayo bersihkan dirimu," Eric berjalan menaiki tangga masih memangku Amber dalam gendongannya.
"Apa aku tak berat?"
"Hanya memangkumu, itu hanya sekitar 10 persen dari latihanku saat menjadi calon prajurit. Kami para prajurit sudah terbiasa membawa beban berat, itu adalah hal dasar yang harus kami lewati." Suara Eric bahkan terdengar normal seperti tak kehabisan nafas saat menaiki satu-persatu anak tangga dengan memangku Amber.
"Punggungmu sepertinya ada luka? Luka apa?"
"Luka tembak, batu, tombak, banyak lagi. Itu luka saat latihan, ada juga luka saat bertugas. Tugas resmi juga tugas non resmi." Jawab Eric.
"Non resmi? Seperti tugasmu harus menjadi lumpuh?" tanya Amber kembali.
"Ya."
Mereka sudah berada di dalam kamar, Eric masuk ke dalam kamar mandi memasukan Amber ke dalam bathtub. "Mau aku bantu mandi lagi?" tawar Eric.
"Kau akan berakhir memakanku, tidak. Aku akan mandi sendiri," tolak Amber.
"Baiklah, aku akan segera menyiapkan bahan masakan. Setelah selesai turunlah ke bawah." Eric berdiri.
"Eric..."
"Ya?"
"Apa kamu seorang Agen Intel? Aku mencari di internet hal-hal tentang kemiliteran. Darimana kamu mendapatkan uangmu?"
Eric menatap mata penasaran Amber, ia tau wanita seperti Amber suatu hari akan bertanya tentang semua kehidupannya. Ia sudah mempersiapkan diri, tapi saat Amber menanyakan kini tetap saja dia masih belum ingin mengatakan segalanya. "Ya, semacam itu. Mengenai uangku, aku mempunyai bisnis diluar pekerjaanku. Jika kamu ingin membuka galerimu seperti kamu yang dulu, aku bisa membangun galeri untukmu. Itu adalah murni uangku, bukan uang yang membahayakan."
Amber membalas tatapan Eric dengan mata tajam, dia masih belum puas mendengar penjelasan lelaki itu. Lama ia menatap Eric mencari kejujuran dalam mata dan wajah pria itu. Tapi pria militer itu pintar menyembunyikan raut wajah dan matanya. "Apa kamu masih belum bisa menjelaskan semuanya padaku tentang dirimu yang sebenarnya, Eric?"
Eric menghembuskan nafas, ia mengangguk. "Nanti Amber, aku akan menceritakan semuanya. Satu hal yang harus kamu tau, pekerjaanku dalam militer bukan hanya menangkap penjahat narkoba, atau penjahat lainnya. Tapi tanganku harus belumuran darah, bahkan kami harus siap kehilangan nyawa kami. Kamu harus selalu siap untuk kehilanganku, suatu hari jika lama aku tak ada kabar... mungkin aku-"
"Eric!!!" Amber berdiri keluar dari bathtub, ia menarik kaos pria itu dengan emosi. "Teganya kau bilang begitu padaku! Jika kau meninggalkanku, aku harus bagaimana hidup tanpamu! Kau jahat!" Amber memukul-mukul dada Eric, air mata sudah menggenang di matanya.
Eric menahan tangan Amber, "Sshhh... maaf. Baiklah, aku tidak akan kemana-mana. Amber... dengar, aku akan selalu disisimu, jangan khawatir." Ia memeluk tubuh wanita yang sedang marah itu menahan tubuhnya, menciumi kepalanya.
"Berjanjilah, kamu tidak akan pernah meninggalkanku. Katakan!"
"Aku tidak bisa berjanji tentang hal itu, Amber. Tapi aku berjanji akan selalu melindungimu dan menjaga diriku sendiri selalu aman agar bisa selalu di sampingmu."
Amber semakin memeluk erat tubuh Eric, entah kenapa firasatnya mengatakan suatu hari mereka berdua akan berpisah.