Kejahatan dan kelicikan mama dan adik tirinya membuat Kania harus rela kehilangan segala yang ia punya. Termasuk, Dafa, pacar yang sangat ia cintai.
Bukan hanya itu, karena ancaman dari mama dan adik tirinya, ia terpaksa setuju untuk menikah dengan seorang tuan muda yang dikabarkan lumpuh juga cacat wajahnya.
Tapi, siapa yang akan menyangka apa yang akan terjadi setelah pernikahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode *24
Mereka kembali ke vila setelah Kania kembali dari kamar mandi. Tidak ada sepatah katapun yang terucap dari Brian saat Kania kembali. Ia hanya diam sambil fokus dengan laptop di pangkuan seperti biasanya.
'Laki-laki ini benar-benar tidak bisa lepas dari laptop. Setiap waktu, setiap aku bertemu dengannya, dia selalu sibuk dengan dunianya sendiri. Laptop itu bagaikan dunia yang ia punya. Apakah sebenarnya yang ia kerjakan dengan laptop ini?' tanya Kania dalam hati sambil memperhatikan Brian dengan seksama.
"Kenapa? Apa aku benar-benar jelek sampai kamu menatapku seperti itu?" tanya Brian tanpa mengubah pandangannya dari layar laptop sedikitpun.
Kata-kata itu tentu saja membuat Kania menjadi sangat kaget dan salah tingkah. Bagaimana tidak? Ia berani memperhatikan Brian dengan seksama barusan, karena mengira Brian tidak akan perasan dengan apa yang ia lakukan. Tapi kenyataannya, malah berbanding terbalik. Meskipun dia sedang sibuk, tapi ia begitu peka dengan keadaan sekeliling.
Dengan cepat ia memalingkan wajahnya ke arah lain. Sambil berusaha menenangkan hatinya, Kania memikirkan alasan untuk menjawab apa yang Brian tanyakan barusan.
"Kenapa diam? Takut?" tanya Brian lagi. Pertanyaan yang semakin menambah rasa deg-degan dalam hati Kania.
"Ti--tidak. Tidak takut. Siapa yang takut?" tanya Kania berusaha menahan rasa gugup.
"Lalu? Kenapa kamu begitu gugup sekarang? Sampai-sampai, tangan kamu terlihat bergetar akibat gugup."
Mendengar kata-kata itu, Kania bergegas menarik tangannya yang ia letakkan di atas pangkuan. Ia sembunyikan tangan itu dengan melipatnya di dada.
"Aku ... aku tidak gugup. Kamu apa-apaan sih, tuan muda. Kenapa memperhatikan tanganku." Kania berucap sambil mengalihkan pandangannya dari melihat ke kaca mobil menjadi melihat Brian.
Sontak, perubahan Kania yang tiba-tiba, dan tidak menyadari kalau Brian sedang melihat ke arahnya, membuat mereka saling tatap dengan jarak yang sangat dekat. Hidung mereka hampir bertemu satu sama lain dengan tatapan yang sama-sama menatap ke arah lawan masing-masing.
Untuk beberapa detik lamanya, mereka saling tatap dengan jarak yang sangat dekat, sampai mobil tiba-tiba berhenti dan suara Johan tiba-tiba merusak suasana. "Kita sudah sampai tuan muda," ucap Johan yang tidak tahu kalau tuan mudanya sedang menikmati pemandangan indah di belakang.
Setelah menoleh, ia baru tahu kalo dia seharusnya tidak berbicara barusan. "Ya Tuhan," ucap Johan dengan perasaan bersalah.
Sementara itu, Brian dan Kania segera membuang pandangan mereka masing-masing secepat mungkin ke dua sisi yang berbeda. Dengan perasaan gugup, Kania segera turun dari mobil itu, lalu bergegas meninggalkan mobil dengan membawa jantung yang berdebar dua kali lebih cepat dari yang biasanya.
"Tu--tuan muda." Johan memanggil Brian dengan perasaan berat saat melihat Kania yang sudah turun duluan dari mobil.
"Kamu mau aku turun sendiri?" tanya Brian dengan nada kesal. "Bantu aku turun!" katanya lagi.
"Ba--baik tuan muda," ucap Johan segera beranjak dari duduknya.
Sementara Brian di bantu Johan dan pak sopir untuk turun dari mobil, Kania di hadang pak satpam saat ingin masuk ke dalam rumah.
"Maaf nona Kania, tidak diizinkan masuk ke dalam sekarang."
"Lho, kenapa pak satpam? Kenapa saya tidak boleh masuk? Apa ada masalah?" tanya Kania merasa penasaran dengan tingkah pak satpam itu.
"Tidak ada masalah. Hanya saja, nona Kania tidak diizinkan masuk duluan."
"Lalu? Saya harus apa?" Kania semakin kebingungan dengan ulah satpam penjaga vila Brian ini.
"Tunggu tuan muda terlebih dahulu."
"Ya Allah, kok nunggu Brian? Maksudku, tuan muda. Kenapa aku harus nungguin dia?"
Brian dan Johan pun datang. Ia juga merasa bingung dengan sikap satpamnya. Setahu dia, dirinya tidak ada mengatakan apapun pada satpam sebelumnya. Apalagi, melarang Kania masuk ke dalam. Benaknya pun di penuhi tanda tanya sekarang. Siapa yang berani memerintah satpam tersebut, sehingga satpam berani melarang orangnya masuk ke dalam.
"Ada apa ini?" tanya Brian dengan nada tinggi karena kesal sekaligus penasaran.
"Tuan muda, maaf." Satpam itu bicara sambil menundukkan tubuhnya memberi hormat sekaligus takut dengan nada bicara Brian barusan.
"Siapa yang menyuruh kamu melarang dia yang ingin masuk ke dalam? Apa kamu lupa? Hari ini dia adalah istriku. Istri tuan muda kalian," kata Brian dengan penuh penekanan.
"Lagipula, tanpa perintah langsung dari aku, tidak ada yang berani melakukan apapun terhadap orang-orang ku. Apa kamu sudah bosan kerja di sini?" tanya Brian lagi.
Untuk pertama kalinya sejak dua tahun terakhir, Kania merasakan dirinya ada yang membela. Selama ini, ia selalu berjuang membela dirinya sendiri setelah orang-orang yang menyayanginya pergi. Saat itulah, perasaan haru tidak bisa ia tahan lagi. Air mata mengalir perlahan tanpa bisa ia bendung.
Johan yang melihat Kania menangis, segera menegur Kania dengan perasaan bersalah dan prihatin. "Nona Kania kenapa? Kenapa nona menangis?" tanya Johan dengan penuh perasaan.
Sontak, Brian langsung melihat Kania yang berada di sampingnya saat ini. Sedangkan Kania, dengan cepat menyeka air mata yang mengalir tanpa bisa ia tahan, dan tanpa ia sadari air mata itu mengalir.
"Hah, siapa yang menangis? Aku tidak menangis. Kamu bisa aja, Jo. Siapa coba yang nangis?"
"Lalu? Barusan itu apa?" tanya Brian terdengar cuek namun perhatian.
"Iya nona, barusan itu air apa kalo bukan air mata? Katakan nona, kenapa nona menangis?" Johan berucap tak kalah perhatian dari Brian.
"Oh itu ... itu air ... itu air mata tapi bukan karena aku nangis."
"Lalu?" Brian bertanya singkat.
"Itu ... itu air mata karena aku kelilipan. Ya, aku kelilipan. Barusan anginnya terasa sangat kencang, entah dari mana datangnya abuk sehingga mata ini terasa perih," ucap Kania sebisa mungkin memberikan alasan, yang terdengar sangat dibuat-buat dan terasa sangat kaku.
"Oh, angin yang sangat kuat sehingga aku hampir saja terbang," ucap Brain dengan nada mengejek Kania. Sedangkan Johan, ia memegang perut untuk menahan tawa agar tidak meledak.
Kania tidak bisa menjawab kata-kata ejekan itu. Ia hanya mampu memandang Brian dengan kesal sambil memelototkan matanya.
'Baru saja bikin aku terharu. Eh, kini sakitnya kambuh lagi. Bikin kesel aja,' ucap Kania dalam hati.
AKU SUKA TOKOH UTAMA BAIK TOKOH WANITA ATAU LAKI2, TOKOH YG KUAT.. BKN TOKOH YG SLLU TRTINDAS..