Seoson 1.
Cilla Andini harus berjuang seorang diri membesarkan anaknya, Aji Putra. Tapi siapa yang sangka jika Aji kecil ternyata adalah seorang anak yang genius. Berkat kegeniusannya, Aji sering membantu mamanya terbebas dari suatu masalah.
Suatu hari, takdir mempertemukannya dengan seseorang yang ternyata dia adalah ayah biologis Aji.
Bagaimana sikap Aji pada orang tersebut?
Apakah Aji bahagia atau amarah dan dendam lebih menguasai hatinya?
Seosen 2.
Aji hilang ingatan saat pesawat terbang yang dia tumpangi meledak karena dibajak para mafia. Luka diwajahnya yang terlalu parah, mengharuskannya untuk operasi plastik.
Saat datang ke Indonesia, samar-samar ingatannya kembali lagi tapi belum sempurna. Dia merasa pusing dan kesehatannya menurun, sehingga harus di rawat di rumah sakit.
Akankah ingatan Aji kembali?
Bagaimana nasib keluarga Aji di Indonesia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tompealla kriweall, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rintangan 3
Mobil yang dikendarai oleh mereka bertiga, Aji, Gilang dan juga Cilla, memasuki area parkir apartemen. Gilang turun terlebih dahulu, kemudian memutar dan membuka pintu untuk Cilla yang kerepotan karena memangku Aji yang tertidur pulas saat di perjalanan mereka menuju ke apartemen ini.
"Sini, biar aku yang gendong!" Gilang meminta Aji untuk diangkatnya, kemudian dia gendong sendiri.
Cilla akhirnya lebih mudah untuk turun dan membawa barang-barang bawaan yang ada dari rumah sakit tadi. Gilang berjalan lebih dulu, Cilla mengekor dari belakang. Mereka menuju lift khusus untuk naik ke atas, dimana apartemen milik Gilang berada.
Keluar dari lift, mereka sudah ada di sebuah ruangan luas yang ada dibangun paling atas gedung apartemen itu. Kamar apartemen Gilang memang berada pada bagian atas gedung karena bertipe penthouse.
Apartemen penthouse merupakan apartemen yang biasanya dibangun di lantai tertinggi sebuah bangunan.
Biasanya, penthouse memiliki luas bangunan yang berbeda dibandingkan luas bangunan apartemen lainnya. Tidak hanya itu, apartemen penthouse juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas canggih termasuk lift pribadi. Itulah sebabnya, tadi mereka masuk kedalam lift khusus yang langsung berada di dalam kamar apartemen Gilang.
Cilla terkesima dengan semua yang ada di dalam apartemen Gilang ini. Selain luas, perobatan yang ada juga mewah dan canggih. Cilla jadi merasa takut dan cemas jika ada barang yang rusak nantinya. Apalagi jika itu disebabkan oleh dirinya, atau bisa jadi Aji yang secara tidak sengaja.
"Duduklah," kata Gilang mempersilahkan Cilla untuk duduk di sofa yang ada di ruang tamu apartemen.
Cilla menurut. Dia belum bisa mengumpulkan kesadarannya sendiri dan belum yakin jika sedang ada di bangunan tertinggi salah satu gedung pencakar langit di Jakarta ini.
"Mau minum apa?" tanya Gilang pada Cilla yang diam di tempatnya duduk. Aji sudah di pindah dari gendongan Gilang ke kamar yang ada didepan Cilla sekarang ini.
"Cilla," panggil Gilang lagi.
Cilla yang melamun tersadar dan gugup untuk menjawab panggilan Gilang akhirnya bisa menunduk. Mencoba menghilangkan rasa gugupnya terlebih dahulu.
"Kenapa?" tanya Gilang penasaran dengan sikap Cilla saat ini. Gilang berpikir jika Cilla menghindar darinya dan tidak mau melihat kearahnya.
"Em... Tidak. Tidak apa-apa." Cilla belum bisa menghilangkan rasa gugupnya sendiri saat berada di dekat Gilang seperti sekarang ini. Apalagi tidak ada Aji di dekatnya. Dia merasa takut.
"Apa kamu takut padaku?" tanya Gilang menebak. Dia berpikir jika Cilla takut kalau kejadian malam itu akan terulang lagi.
Cilla diam saja dan tidak menjawab pertanyaan dari Gilang. Dia masih tetap menundukkan kepalanya. Cilla tidak berani melihat langsung ke wajah Gilang yang ada didepannya saat ini.
"Apa aku semenakutkan itu?" tanya Gilang lagi ingin tahu apa yang dipikirkan oleh Cilla saat ini.
Tapi Cilla tetap diam dan menunduk tanpa bermaksud untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Gilang untuknya.
Akhirnya Gilang melangkah pergi ke arah dapur, meninggalkan Cilla sendirian di tempat duduknya yang tadi. Gilang mengambil dua botol air mineral dari dalam kulkas dan membawanya pada Cilla.
"Minumlah. Ini air mineral dan masih utuh dalam kemasannya. Jadi kamu tidak perlu takut jika aku akan memberinya obat atau semacamnya untuk membuatmu tidak sadarkan diri." Gilang berkata sambil menyodorkan dari botol air mineral yang dia bawa di depan wajah Cilla.
Cilla ragu untuk menerima botol air mineral tersebut. Tapi Gilang kembali menyodorkannya untuk segera Cilla terima. Dengan gerakan ragu akhirnya Cilla menerima juga air mineral tersebut. Gilang tersenyum samar, kemudian duduk di sofa yang lain didepan Cilla.
Gilang meneguk habis air di botolnya. Setelahnya, dia bersandar dan berkata pada Cilla, "Minumlah dan pergilah tidur di kamar yang sama dengan Aji. Kamu juga butuh istirahat. Kunci pintu jika kamu takut aku akan masuk nantinya."
Cilla buru-buru berdiri dan berjalan menuju ke kamar yang ada didepannya, kamar dimana tadi Gilang membawa Aji untuk ditidurkan. Namun sebelum Cilla sempat menutup pintu, Gilang menahan pegangan pintu agar tidak segera ditutup oleh Cilla. Tentu saja ini membuat Cilla merasa takut lagi.
"Ini air minumnya kamu bawa masuk saja. Kalau haus kan tidak perlu repot keluar dari kamar. Tapi jika kamu ingin keluar juga tidak apa-apa. Aku ada di sana!" Gilang menunjuk pada kamar yang ada disebelah kamar tempatnya berada sekarang ini.
Cilla diam dan tidak menjawab. Gilang pun membantunya untuk menutup pintu kamar terlebih dahulu sebelum Cilla sempat menutupnya. Gilang membuang nafas panjang, kemudian melangkah menuju ke arah kamar yang ada di sebelahnya. Dia juga ingin tidur dan beristirahat. Ternyata capek juga mengurus orang yang sakit dan di rawat di rumah sakit.
Didalam kamar yang lain, tempat Cilla berada. Aji masih tertidur pulas dengan nyaman. Wajahnya yang masih terlihat pucat, tapi sudah lebih baik dari sebelumnya. Kacamata untuk membantu penglihatan matanya ada dimeja kecil di samping tempat tidur. Cilla menghela nafas panjang dan membuangnya perlahan-lahan, kemudian Cilla ikut membaringkan tubuhnya di samping Aji. Dia butuh tidur dan juga istirahat agar bisa kembali menghadapi Gilang nanti. Cilla yakin jika perdebatan mereka masih akan terus berlanjut entah sampai kapan.
*****
Drettt... drettt... drettt...
Handphone milik Gilang bergetar berulang-ulang. Dia yang tertidur pulas tidak menghiraukan panggilan teleponnya. Entah siapa yang menelponnya sekarang ini. Yang jelas Gilang tidak peduli. Dia hanya ingin tidur dan memulihkan tenaganya untuk bisa meyakinkan Cilla serta Aji nantinya.
Drettt... drettt... drettt
Gilang dengan gerakan yang setengah sadar mengambil handphonenya. Matanya juga masih tertutup dan belum terbuka, jadi dia tidak tahu siapa sekarang ini yang sedang menelponnya..
..."Hallo!" Sapa Gilang begitu sambungan telepon terhubung....
..."Gilang, sayang, kamu ada dimana?" tanya mami Rossa. Ternyata yang menelponnya sekarang ini adalah maminya sendiri, kami Rossa....
..."Ada di apartemen Mi. Ada apa?" tanya Gilang masih dengan mata terpejam...
..."Pulang Nak. Ada Lily lho, haru pulang dia dari Jepang!" Mami Rossa menjawab pertanyaan Gilang dengan mengatakan alasannya menelpon anaknya itu....
..."Oh, salam saja Mi buat Lily." Gilang tidak memberikan respon berlebih. Dia hanya menitipkan salam biasa pada Lily. Anak dari dokter pribadi keluarga Gilang....
"Hanya itu saja?" tanya mami Rossa heran. Tidak biasanya Gilang tidak menyukai kepulangan Lily.
Gilang memang tidak mempunyai rasa pada Lily. Dia hanya menganggap Lily seperti saudara, apalagi Lily memang sedari dulu juga dekat dengan Gilang. Lily anak yang manja dan suka memang sendiri. Dan Gilang lebih suka mengalah untuknya. Itulah sebabnya, Lily menjadi lebih manja dan suka mencari perhatian pada Gilang.