NovelToon NovelToon
ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

Status: tamat
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Isekai / Persahabatan / Fantasi / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Konflik etika / Tamat
Popularitas:35
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

Semesta Animers yang damai, dikelola oleh lima kerajaan berdaulat yang dipimpin oleh sahabat karib, kini terancam oleh serangkaian insiden sepele di perbatasan yang memicu krisis sosial. Para pemimpin harus bertemu dalam pertemuan puncak penuh ketegangan untuk menyelesaikan konflik politik dan membuktikan apakah ikatan persahabatan mereka masih cukup kuat untuk menyelamatkan Semesta Animers dari kehancuran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Save the Princess

Indra (dalam Berserk Mode, mengenakan Armor Merah Putih yang agung) bergerak melewati Ranox dengan kecepatan yang menakutkan, meninggalkan reruntuhan dan sahabatnya di belakang. Ia tidak membuang waktu untuk melawan Demon-Demon yang menghalangi jalannya. Setiap serangan dari musuh hanya menghasilkan kilatan emas dan merah dari pedang sucinya.

Ia melewati pertarungan dengan berbagai Demon dengan tenang dan dingin. Kekuatan Berserk Mode miliknya, yang biasanya dipicu oleh amarah, kini dikendalikan oleh tekad baja. Ia menjadi mesin pemusnah yang efisien, tidak ada teriakan, hanya gerakan yang presisi dan mematikan.

Ia tidak memedulikan seberapa banyak Demon yang ia basmi; ia hanya memedulikan jarak yang tersisa. Dalam waktu singkat, ia mencapai perbatasan Ranox dan Shadow Forest—sebuah hutan yang diselimuti bayangan pekat yang seharusnya tidak ada.

Di tengah hutan itu, pintu masuknya ke tempat yang lebih gelap terlihat jelas: sebuah pintu masuk yang berliku dan menyesatkan, sebuah tempat yang terkenal di Ranox, Labirin Mematikan.

Indra berhenti di ambang Labirin. Aura Armor Berserk-nya berdenyut di bawah bayangan pohon-pohon tua.

"Baiklah," gumam Indra, suaranya dalam dan serak karena mode transformasi. "Sekarang aku harus menemukan Evelia."

Ia menatap pintu masuk labirin yang gelap itu, tempat jebakan dan konspirasi menunggunya.

"Waktunya beraksi..." desisnya, dan dengan langkah tanpa ragu, Indra memasuki Labirin Mematikan sendirian.

Indra, yang kini bergerak sebagai mesin pencari yang tak kenal lelah, tidak membiarkan kerumitan Labirin Mematikan menghalanginya. Dalam mode Berserk, insting bertarungnya tajam, dan ia memotong jalur labirin dengan efisien, menghancurkan Demon dan ilusi yang menghadangnya tanpa kesulitan.

Setelah melalui banyak halangan Demon dan labirin, ia akhirnya melihat cahaya di ujung kegelapan. Ia keluar dari batas-batas Shadow Forest.

Ia tiba di pinggir Sungai Otsuki.

Sungai itu mengalir deras di bawah langit Ranox yang redup, permukaannya memantulkan bayangan pekat hutan. Di tempat yang sunyi itu, Indra akhirnya melihat sosok-sosok yang ia cari, berdiri menunggu di seberang sungai atau di tepi air.

Indra berdiri tegak, Armor Berserk-nya memancarkan aura emas dan merah yang kontras dengan suasana gelap di sekitarnya. Perjalanannya sendirian telah berakhir.

"Evelia..." gumam Indra, matanya yang dingin kini terpaku pada target utamanya.

.

.

.

Indra, di tepi Sungai Otsuki, merasakan ketenangan kembali. Energi Berserk Mode-nya mereda, dan ia berubah kembali ke wujud manusianya—tetap mengenakan jubah merahnya, namun sekarang ia tampak lelah dan penuh kecemasan.

Ia berlari melintasi tepi sungai yang berbatu, mendekati siluet seorang wanita yang sangat ia rindukan. Setelah lebih dekat, ia akhirnya melihat sosok yang dicarinya.

Wanita itu, Evelia, berdiri dengan tenang di tepi air.

"Evelia..?" panggil Indra, suaranya dipenuhi kelegaan yang rapuh.

Evelia berbalik. Ia tersenyum lembut dan mulai berjalan menuju Indra dengan diam, senyumnya tidak mencapai matanya.

Indra meraih bahu Evelia, memegangnya erat. "Di sini kamu rupanya... Aku mencarimu ke mana-mana!"

Namun, Evelia dengan lembut menurunkan pegangan Indra dari bahunya. "Aku ingin memberitahumu sesuatu..."

Indra terdiam, bingung dengan sikap dingin Evelia.

Evelia menghela napas, ekspresinya lemah dan penuh kesedihan. "Indra, aku sudah terkena kutukan..."

Indra terkejut, cemasnya memuncak. "Apa?! Kutukan apa?!"

Evelia mencoba menenangkan Indra, meskipun suaranya sendiri bergetar. "Dibalik pakaian yang aku pakai ada luka... Itu adalah kutukannya. Aku tidak bisa menyembuhkannya."

Indra masih optimis, menolak keputusasaan. "Pasti ada penyembuhnya! Kita cari bersama! Gumi pasti punya cara!"

Namun, saat itu, Evelia tersenyum tipis dan menggelengkan kepala. Air matanya mulai menggenang. "Tidak ada, Indra. Aku sudah tahu. Jadi aku pikir lebih baik bunuh diri..."

Mendengar hal itu, kesabaran Indra, yang telah melewati batas, hancur. Ia seketika membentak Evelia, menatapnya dengan wajah sedih yang cengeng—air mata mulai membasahi pipinya.

"JANGAN BODOH..!" bentak Indra, suaranya pecah karena keputusasaan.

"KAMU PIKIR HANYA BUNUH DIRI BISA MENGHILANGKAN PENYAKIT ITU? ITU GAGAL! MASIH ADA CARA LAIN EVELIA! GUMI PASTI BISA MENYEMBUHKAN DIRIMU! DAN AKU AKAN SANGAT KEHILANGAN JIKA KAMU MEMILIH PILIHAN MU ITU!"

Evelia menjawabnya dengan tenang, matanya penuh kepastian yang menyakitkan. "Maka dari itu aku ingin kamu membenci diriku."

Indra semakin mengeratkan pelukannya, memeluk Evelia dengan erat, menolak permintaannya. "TIDAK AKAN, DAN SELAMANYA AKU TIDAK AKAN PERNAH MEMBENCI MU, EVELIA!"

Indra menarik diri sedikit untuk menatap matanya. "Kamu yang menyuruhku untuk menjemputmu kan?! Katakan padaku, siapa yang memberikanmu pesan itu?!"

Evelia memandangnya dengan mata kosong. "Eh? Aku tidak ada... menyuruhmu kemari..."

.

.

.

.

Tepat setelah Evelia membantah telah mengirim pesan, sebuah pusaran energi gelap kecil terbuka di tepi Sungai Otsuki. Tidak lama kemudian, portal energi gelap muncul dan dari sana, melangkah keluar seorang wanita.

Wanita itu adalah sosok yang dideskripsikan oleh Gumi: tinggi, mengenakan gothic dress hitam.

Wanita itu tersenyum lebar dan jahat ke arah Indra. "Aku yang menyuruhmu," akunya dengan nada santai.

Indra, yang tadinya dipenuhi air mata dan emosi, seketika berubah. Semua kesedihan itu terhapus oleh kewaspadaan dan amarah. Ia bersiaga.

"SIAPA KAU?!" tuntut Indra, suaranya kembali dingin.

Wanita itu terkekeh santai. "Tenanglah, Guardian. Aku hanya ingin bermain-main, hahaha."

Indra bergumam dalam hatinya: (Orang ini... Apa yang ia rencanakan...)

Wanita itu terkekeh lagi. "Tidak perlu bicara dalam hati, aku bisa mendengarkan suaramu... Baiklah, karena kau sudah datang sejauh ini, aku akan memberitahumu apa yang aku inginkan."

Ia menyunggingkan senyum licik.

"Aku menginginkan... adikmu, Agito."

Indra terdiam sejenak, wajahnya mengeras. Ia menjawab dengan dingin, "Tidak akan aku berikan."

Wanita itu terheran. "Kenapa? Bukankah itu adalah permintaan yang sederhana, mengingat betapa berharganya kekasihmu?"

Evelia hanya terdiam, menyimak dialog gila itu.

Indra memberikan alasannya, nadanya penuh kepahitan. "Ada dua alasan. Pertama, aku tidak ingin menjodohkan adikku dengan iblis seperti dirimu... Kedua... Jika kekasihku memilih bunuh diri, aku akan ikut bersamanya."

Wanita itu terheran, alisnya terangkat. "Apa maksudmu dengan alasan kedua? Tidak ada sambungannya dengan Agito," tatapnya dengan datar.

Namun, ia kembali terkekeh, seolah pertanyaan Indra itu hanya hiburan sesaat. "Baiklah, itu maumu. Aku tidak akan menyerah sebelum mendapatkan Agito... Dan namaku Lizani Ishtar... Seorang penyihir yang cantik~... Bukan Iblis~"

Setelah mengakhiri permainannya, Lizani melangkah mundur ke arah portal kegelapan. Dengan satu kedipan, Lizani menghilang ke dalam pusaran energi gelap, meninggalkan Indra dan Evelia dalam kekacauan emosional.

.

.

.

Indra masih bingung dengan kepergian Lizani yang mendadak. Ia menatap ke arah portal yang telah menghilang.

"Dia hilang? Hanya itu?!" kata Indra, tidak percaya bahwa perburuan yang mengorbankan begitu banyak emosi itu berakhir dengan ancaman konyol dan kepergian yang santai.

Namun, perhatiannya segera teralihkan oleh Evelia yang tiba-tiba meraba-raba pakaiannya sendiri, mencari luka yang ia klaim tersembunyi. Raut wajah Evelia berubah dari kesedihan menjadi keterkejutan yang nyata.

"Indra..." bisik Evelia, matanya terbelalak. "Kutukannya hilang..."

Mendengar hal itu, semua rasa takut, lelah, dan amarah yang menumpuk di diri Indra seketika runtuh. Kutukan yang mengancam nyawa kekasihnya telah lenyap. Indra menjatuhkan dirinya, memeluk Evelia dengan erat—pelukan itu jauh lebih erat daripada sebelumnya—dan ia kembali menangis dalam kelegaan.

Evelia terkekeh melihat reaksi emosional Indra. Ia membalas pelukan itu dengan lembut. "Dasar kau ini, baru saja mengancam akan ikut bunuh diri, sekarang menangis. Kau sangat cengeng, Indra."

Indra tidak peduli dengan ejekan itu. Ia hanya menarik napas dalam-dalam, menikmati kenyataan bahwa Evelia kembali.

"Sudah selesai dramanya," kata Evelia dengan senyum tipis yang hangat. "Sekarang, ayo kita pulang ke Crown City."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!