“Jangan sok suci, Kayuna! Kalau bukan aku yang menikahimu, kau hanya akan menjadi gadis murahan yang berkeliling menjual diri!”
Demi melunasi hutang ayahnya, Kayuna terpaksa menikah dengan Niko — CEO kejam nan tempramental. Ia kerap menerima hinaan dan siksaan fisik dari suaminya.
Setelah kehilangan bayinya dan mengetahui Niko bermain belakang dengan wanita lain. Tak hanya depresi, hidup Kayuna pun hancur sepenuhnya.
Namun, di titik terendahnya, muncul Shadow Cure — geng misterius yang membantunya bangkit. Dari gadis lemah, Kayuna berubah menjadi sosok yang siap membalas dendam terhadap orang-orang yang menghancurkannya.
Akankah Kayuna mampu menuntaskan dendamnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SooYuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23
Brak!
“Kayuna?!” Niko membuka kasar pintu ruang tamu, hingga Vena dan Safira yang mendengar pun terbangun dari tidurnya.
Sambil mengusap wajah kusutnya, Safira mendekati Kakak laki-lakinya yang kelimpungan dengan wajah beringas bak orang kesurupan.
“Ada apa sih, Kak?” tanyanya.
“Di mana Kayuna?” tanya Niko sambil berjalan cepat menuju kamarnya.
"Kayuna? Ada di kamar—" Safira terdiam tak melanjutkan kalimatnya.
Vena ikut menyusul di belakang putranya dengan raut panik juga penasaran. “Kenapa lagi Kakakmu, Ra?”
“Nggak tau, Ma. Dateng-dateng kayak orang kesurupan nyari istrinya.” Safira menjawab dengan nada mengantuk.
Setelah tiba di kamarnya. Niko buru-buru mendekati ranjang — menyibak selimut dengan kasar. “Kayuna ….”
Matanya membelalak seolah tak percaya melihat istrinya masih terbaring di kamarnya. “Kau di rumah sejak tadi?”
Kayuna membuka matanya kaget. Dia terbangun, tapi tatapannya tetap dingin menyorot ke arah suaminya. “Apa maksudmu?”
“Jawab!” hardik Niko. “Kau benar-benar di rumah sejak tadi? Nggak ke mana-mana?”
Kayuna berdecak malas, ia kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur. “Menurutmu?”
Niko menelan ludah. ‘Apa ini? Kevin salah dugaan? Kalau bukan Kayuna, lalu siapa wanita yang mengintaiku di bar tadi?’ batinnya gelisah.
Beberapa saat sebelumnya.
Setelah pertengkarannya dengan Adrian di clubbing malam. Kayuna bergegas kembali ke rumah, berharap sang suami belum mendahului kedatangannya. “Akan gawat kalau sampai Niko yang pulang lebih dulu, sial!” desisnya sambil menggebrak setir mobil.
“Adrian … apa aku keterlaluan tadi?” ucapnya, pikirannya kembali teralih pada tatapan dalam Adrian saat mencekal tangannya tadi. “Aaaaa … terserahlah, dia juga membentakku tadi. Semua pria sama saja, kasar dan tempramental!”
Sambil terus melajukan mobilnya beriringan dengan detak jantungnya yang terus berpacu. Kayuna kembali meletakkan ponsel di holdernya, ia membuka navigasi lokasi dan mendapati mobil Niko menuju ke arah lain, bukan ke rumah.
“Dia berpindah tempat untuk melanjutkan aksi bejatnya? Atau hanya mengantar wanita simpanannya?” gumamnya sambil menyeringai, netranya menatap detik jam di sudut layar ponsel. “Sudah mau jam tiga pagi, sepertinya Niko benar-benar curiga kalau aku mengikutinya. Aku harus buru-buru kembali ke rumah, sebelum dia yang tiba lebih dulu.”
Kayuna pun tiba tepat waktu, sebelum Niko benar-benar kembali. Ia segera masuk ke rumah, langkahnya menjinjit pelan, hingga tak ada satupun orang yang mendengar kedatangannya.
Begitu tiba di kamarnya, ia segera merapikan diri dan kembali berbaring di atas kasur, mengatur posisi persis sebelum Niko meninggalkannya. Wanita muda itu berulang kali menghela napas — mengaturnya agar tetap tenang seolah tak terjadi apapun barusan.
Dan benar saja, tak lama kemudian ia mendengar Niko mendobrak pintu kamar.
.
.
.
“Kenapa, Nak?” tanya Vena yang ikut nimbrung mempertanyakan apa yang terjadi.
Tak langsung menjawab, Niko melangkah keluar dari kamar. Disusul ibunya dan Safira yang masih penasaran.
“Kayuna benar-benar nggak keluar rumah sejak tadi?” tanya Niko pada ibunya.
“Perempuan itu sudah mengurung diri beberapa hari di kamarnya, masak aja malas, mau pergi ke mana dia.” Vena menjawab ketus. “Dia tetap bermalas-malasan di kamarnya, dari pagiii sampai dini hari Mama nggak liat dia keluar kamar.”
Niko memiringkan kepala. “Benarkah?”
“Emangnya kenapa sih, Kak? Perasaan istrimu ada aja gebrakannya bikin Kak Niko marah mulu,” ucap Safira.
Niko menghela napas lega. ‘Aman kalau memang bukan Kayuna, bisa gawat kalau dia sampai tau hubungan antara aku dan Airin,’
Ia lalu menoleh pada adiknya. “Bukan apa-apa, kayaknya aku salah mengenali orang tadi,” dustanya pada keluarganya.
Niko lalu duduk di ruang tengah, tatapannya gusar seakan mencemaskan sesuatu. “Apa ini ulah Adrian?”
Mengingat terakhir kali pertemuannya dengan Adrian, dokter muda itu melemparkan sebuah foto mesra Niko bersama Airin di sela-sela rumah sakit saat Kayuna dirawat karena keguguran.
“Sial! Dia benar-benar berani?”
***
Semantara itu, masih di parkiran clubbing malam.
“Kenapa mendadak misi dibatalkan?” tanya Laudia.
“Klien tak membutuhkan kita,” sahut Adrian.
“Apa maksudmu?” Danar mencecar dengan raut sangat ingin tahu.
“Sudahlah … akan kujelaskan besok, antar aku pulang dulu, Bang Jay.” Adrian lalu menyandarkan bahunya di kursi mobil, ia memejamkan mata, berusaha mengendalikan emosinya.
Semua orang tampak bingung penuh pertanyaan. Namun semua memilih diam, melihat bagaimana raut wajah Adrian malam ini, letih seolah tak memiliki gairah. Tapi sorot matanya masih menyala.
‘Pasti ada yang nggak beres,' pikir Danar yang sangat mengetahui isi kepala Adrian yang kacau, dari raut wajahnya saja pria yang sudah lama menjadi sahabat sekaligus partner Adrian itu sudah sangat memahaminya.
Tiba di apartemennya. Adrian langsung menjatuhkan diri di atas sofa bercorak biru gelap. Pandangannya lurus menatap langit-langit ruangan, ia menghela napas pelan. “Sok peduli?”
Adrian menyeringai, mulutnya tersenyum tapi hatinya jelas tidak. Ucapan Kayuna sangat menusuk hingga dirinya tak bisa berkata-kata lagi. "Apa aku keterlaluan tadi? Seharusnya aku bisa menahannya, kenapa aku membentaknya? Dasar bodoh."
“Kayuna … aku bukan sok peduli, aku benar-benar peduli. Bukan, aku sangaaaattt peduli padamu. Tak bisakah kau melihat ketulusanku?”
Pria muda berparas tampan itu pun meringkuk di atas sofa yang cukup luas. Pikirannya masih kalut seputar mantan kekasihnya, yang masih saja terus mengusik ketenangannya. “Kayuna … lama-lama aku bisa gila.”
.
.
.
Seminggu berlalu. Hubungan Kayuna dan Niko semakin memanas. Pria bengis itu masih terus menyepelekan istrinya, namun saat Kayuna membahas tentang perceraian Niko malah naik pitam, ia sama sekali tak punya niat sedikitpun untuk berpisah dengan Kayuna.
“Jangan harap, Kayuna. Sampai kau mati pun, kau akan tetap di sini — menjadi sanderaku,” tekan Niko seraya mencengkram dagu istrinya.
“Kau yang jangan berharap, Brengsek! Aku lebih baik mati secepatnya daripada berlama-lama hidup di rumah yang seperti neraka ini!” Kayuna menjawab dengan tegas.
Niko berdecak kesal. “Ck. Sebesar apapun keinginanmu untuk mati, kau selalu gagal meski telah mencoba berkali-kali.” Niko lalu melepas kasar cengkramannya.
“Jangan berulah. Aku ada perjalanan bisnis hari ini. Baik-baik di rumah ya, Sayang,” ucapnya sambil mengelus lembut ujung kepala istrinya.
Kayuna tersenyum sinis — menatap tawa licik suaminya. “Akan kupastikan, ini terakhir kalinya aku tidur di ranjang kamarmu. Entah bercerai atau mati, aku akan meninggalkanmu,” sumpahnya bersungguh-sungguh. Netranya masih menyorot tajam pada bahu Niko yang kian hilang saat pintu tertutup.
Hari ini, Kayuna berencana untuk kembali mengikuti suaminya. Ia sudah sangat muak dan ingin segera bercerai dengan Niko. Mengingat Niko yang sangat punya kuasa, bahkan bukti visum yang Kayuna ajukan pun ditolak sebagai bukti untuk menggugat.
“Aku harus mendapatkan bukti perselingkuhan itu sekarang, itu satu-satunya cara agar aku bisa lepas dari cengkraman bajingan itu,” tekadnya mantap.
***
Di sebuah kawasan elit villa milik keluarga Niko. Kayuna memarkir mobilnya di tepi jalan, tatapannya fokus ke arah mobil Niko yang kini sudah masuk ke gerbang utama.
Dari kejauhan, Kayuna terus menajamkan tatapannya. Wajahnya kaku sesaat sebelum akhirnya tertawa remeh kala melihat Airin keluar dari mobil Niko.
“Kalian … sangat tak tahu malu.” Kayuna menggigit bibir bawahnya, tangannya sudah geregetan tak sabaran. “Aku akan mengakhirinya malam ini.”
*
*
Bersambung.