Update Every day
Qing Lou tak tahu kenapa, ia terjebak di dunia entah apa ini. Dan di paksa melakukan hubungan dengan pria asing, yang katanya akan menikahinya.
mengira itu omong kosong seorang pria, siapa sangka pria itu membawanya..tidak, tidak...lebih tepat menculiknya.
dan ya...
cari sendiri kelanjutannya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NINI(LENI), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9
Udara kamarnya itu langsung berubah membeku ketika Permaisuri masuk tanpa dipersilakan dan tamu tanpa undangan. Setiap pelayan menunduk begitu dalam hingga dahi mereka hampir menyentuh lantai.
Qing Lou tidak menunduk.
Tidak juga mundur.
Ia berdiri tegak dengan gaun merah bahunya terbuka, rambut sanggul separuh tergerai, dan tatapan jernih .
Permaisuri meliriknya dari atas ke bawah, seakan ingin mengkuliti hidup - hidup.
"…Jadi ini wanita yang Kaisar sembunyikan dariku, dengan penuh kerja keras?" Nada suaranya tenang.
ia tak berpikir kalau wanita cukup tenang, daripada wanita lain. apalagi tahu, prianya (suaminya) tidur dengan wanita lain, bahkan tak dikenalnya.
Tak paham dengan wanita zaman ini, baginya membagi dengan wanita lain adalah sebuah kesalahan yang tak berujung.
Qing Lou tidak bereaksi, tapi pikirannya brutal. "Jika Anda datang karena itu, silakan langsung pada intinya. Saya bukan orang yang pandai menebak-nebak maksud orang."
Beberapa pelayan terperanjat. Ada yang menjerit kecil tanpa suara, tak pernah berani membayangkan apa yang terjadi hari ini.
Selir Agung bicara begitu, sangat berani… di depan Permaisuri? Bagaimana bisa seberani itu?
Permaisuri berjalan masuk tanpa menunggu dipersilakan, jubahnya menyapu lantai.
"Wanita sepertimu seharusnya tahu tempat. bukannya datang penuh martabat, melainkan dengan cara… memalukan." katanya yang jelas mengejek.
Qing Lou tak peduli dan tersenyum tipis, memangnya dari mana datanganya cara...memalukan? "Saya tidak datang dengan keinginan sendiri."
Itu benar, ia dipaksa dan akhirnya di culik. Oleh pria yang sekarang menjadi sumber masalah utama bagi semua orang di ruangan itu.
Tatapan Permaisuri menajam, seperti pisau yang ingin mengupas kulit Qing Lou dengan hidup - hidup.
"Kaisar memang punya kebiasaan buruk. Tapi posisi Selir Agung bukan hal yang bisa kau sandang begitu saja, harusnya kau tahu tempat."
Qing Lou mengangkat alis, menatap remeh pada Permaisuri. "Lalu mengapa saya disandangkan gelar itu? Bukankah pria Anda sendiri yang menentukannya? Lalu urusannya dengan saya apa Yang Mulia?"
"Dia bukan—" Permaisuri berhenti, mengatupkan rahang. "Kaisar adalah suamiku. Dan kau hanyalah—"
"Wanita yang dia pilih sendiri?" potong Qing Lou cepat dan datar.
Rasanya bukan Permaisuri yang mendominasi permainan ini, melainkan orang baru yang tak sengaja masuk dalam lingkaran terkutuk ini.
Permaisuri melangkah mendekat cepat, jarak mereka tinggal satu jengkal, merasa kalau akan kalah dalam permainan ini.
"Kau berani bicara begitu padaku?"
Qing Lou tidak mundur meski aura tekanan Permaisuri jelas terasa. Ia menatap mata wanita itu, tidak gentar.
Memangnya apa yang perlu ditakutkan dengan gelar Permaisuri, ujung - ujungnya juga manusia. Hanya berbeda nasib dengan rakyat saja, bahkan kalaupun dengan tingkahnya ini membuatnya di usir harusnya mengucapkan terimakasih.
Lagipula...
Baginya istana memang begitu, selalu ada perebutan kasih sayang Kaisar, padahal aslinya Qing Lou tak menginginkan semua hal itu.
"Berani? Maaf saya tak terbiasa tunduk jika tidak melakukan kesalahan, yang mengharuskan untuk menunduk."
Permaisuri tersenyum—"Kau memang unik dari jutaan gadis yang lain, yang pernah ku temui sebelumnya," ucapnya pelan, hampir seperti bisikan. "Tidak heran, Kaisar akan kehilangan akal karenamu."
Ia mendekat lebih jauh, seperti ingin membaca isi kepala Qing Lou.
"Tapi ingat satu hal… Istana tidak menyukai wanita baru yang tiba-tiba naik terlalu cepat, biasa naik cepat maka jatuh lebih...sakit. Banyak mata yang mengawasimu. Banyak tangan yang ingin menjatuhkanmu. Dan aku—"
Permaisuri menekan jarinya ke dada Qing Lou yang masih ada bekas merah semalam, melihat tanda itu ingin rasanya menghancurkan dan menusuknya dengan kuku panjangnya.
"Aku yang paling punya alasan." Qing Lou menggenggam jarinya, menyingkirkannya perlahan tanpa ekspresi.
Sentuhannya lembut… tapi jelas ia memperingatkan, jangan pernah bermain - main dengannya.
"Saya tidak menginginkan Kaisar Anda. Dialah yang tidak mau melepaskan saya."
"Apa menurutmu itu membuat posisimu aman?"
"Apa menurut Anda membuat saya takut? Sendari awal memang tak menginginkan posisi ini, mau hancur atau tidak biarkan saja," Qing Lou balik bertanya.
Permaisuri tertawa pendek. "Wanita bodoh."
Ia berbalik hendak pergi—Tapi tepat sebelum keluar ruangan, ia berhenti.
"Oh, hampir lupa," ucapnya sambil sedikit menoleh, senyumnya tipis tapi tajam seperti belati.
"Kaisar memerintahkan semua orang untuk memperlakukanmu seperti Selir Agung. Tapi itu tidak berarti kau bebas dari kewajiban istana."
Qing Lou mengerutkan dahi. "Maksud Anda?"
Permaisuri menatapnya sambil berkata lembut. "Ada upacara pagi ini. Dan semua selir harus hadir."
Qing Lou hendak menjawab bahwa ia baru saja bangun, tubuhnya bahkan masih lelah—
Tapi Permaisuri menambahkan satu kalimat yang membuat semua pelayan membeku.
"Kaisar juga akan hadir… dan aku ingin melihat apakah dia akan memihakmu… atau mempermalukanmu di depan pejabat istana. Di depan para pejabat istana..."
Qing Lou terdiam.
Dan Permaisuri berjalan pergi dengan langkah anggun beracun. Para pelayan langsung ribut tanpa suara, saling tatap, saling panik.
"Q-Qing Lou… kita harus bersiap…"
"Upacara pagi biasanya sangat ketat…"
"Dan Yang Mulia Permaisuri pasti menyiapkan sesuatu, dari awal memang terlihat membencimu..." sahut para pelayannya dengan panik
Qing Lou memejamkan mata sebentar, ia juga tahu semua itu. Ekspresi wanita itu tercetak jelas dari sorot matanya, orang bodoh yang tak mengerti akan hal itu.
Masalahnya bukan upacaranya.
Masalahnya adalah belum siap bertemu dengan pria itu lagi. Ia tidak tahu bagaimana reaksinya nanti.
Pria yang menatapnya penuh rasa haus terhadapnya dan enggan melepaskannya.
Atau dengan dingin seperti sedang bermain permainan kekuasaan.
Yang jelas, Qing Lou sudah masuk terlalu dalam pada pusaran istana yang penuh perang dingin ini, kalau bisa ingin berencana kabur dari istana ini.
Ia membuka mata, tatapannya kembali tajam.
"Baik," ucapnya tegas. "Siapkan semuanya."
"Ka… kapan kita berangkat?"
Qing Lou menatap bayangannya lagi—gaun merah, bahu telanjang, hiasan emas, rambut tergerai cantik.
Seorang wanita yang bisa memicu perang.
Wanita yang sedang diincar Permaisuri.
Wanita yang diinginkan Kaisar.
"Sekarang," jawab Qing Lou dengan senyum tipis yang berbahaya. "Jika mereka ingin melihat diriku siapa, aku memperlihatkannya dan jika menjebakku maka aku melakukan seperti permainannya..."
..._BERSAMBUNG_...