Hal yang paling menyakitkan dalam kehidupan kita adalah bertemu dengan orang yang selama ini kita benci akan menjadi seseorang yang menemani hidup kita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Anna sedang menunggu kedatangan Aldi. Dia menunggu di balkon apartemennya. Dia suka melihat pemandangan yang ada di sekitar apartemen milik Aldi. Apalagi saat seperti malam ini. Banyak bintang yang bersinar terang, Anna mengadahkan kepalanya keatas melihat bintang yang saat ini bersinar terang. "Wah, kalian keterlaluan." ucapnya. "Aku sedang bimbang, tapi kalian sedang bersinar dengan terang seperti itu. Bagaimana kalian bisa?" lirihnya yang tanpa ia sadari air matanya menetes di pipinya. "Aku menangis lagi." desahnya pelan.
Mila dan Aldi membuat hidupnya kacau, dia tahu jika Mila tak akan melepaskan Aldi, dan Aldi tak akan melepaskannya dan dia pun sama. Lalu, bagimana dia akan bertahan jika Mila selalu muncul dan menjadi bayang bayang di dalam keluarganya? "Bagaimana ini, Tuhan?? Aku lelah, tapi tak mau menyerah." sekali lagi Anna meneteskan air matanya. Anna lelah dengan semua ini.
"Kenapa kau berada disini sendirian, hm? Udara malam tak cocok untukmu." ucap Aldi sambil memeluk Anna dari belakang.
"Aku mau berbicara denganmu. Ini tentang Mila." ucapnya sambil melepaskan pelukan yang Aldi berikan dan memutar tubuhnya agar dia dapat menatap sang suami.
"Aku tak mau berbicara tentangnya." pungkas Aldi sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celana.
"Tapi aku mau membicarakannya sekarang, Aldi."
"Terserah, tapi aku tak mau. Sudahlah, aku mau mandi." ucap Aldi lalu meninggalkan Anna sendirian. Dan masuk kedalam kamarnya.
Tetesan air mata Anna yang telah kering kini basah kembali. Hanya dua orang yang bisa membuatnya menangis, Aldi dan kedua orang tuanya. "Kenapa mencintaimu sesulit ini, Al?" gumamnya di sela tangisnya.
Aldi Pov
Hal pertama yang sangat ingin ku temui saat aku tugas di Luar kota hanya istriku, Anna. Aku ingin menggodanya, menciumnya, dan sebagainya. Tapi, ini tidak seperti apa yang aku inginkan. Aku datang ke apartemen dengan langkah lebar, aku tergesa untuk menemui Anna yang saat aku di dalam mobil tadi sudah menyuruhku agar cepat pulang. Aku kira, dia ada apa apa. Tapi aku salah, aku datang dan dia menangis menatap langit yang bertaburan bintang.
Ku langkahkan kakiku sepelan mungkin agar Anna tak tahu jika aku sedang berada di belakangnya. Samar samar ku dengar suara isakan dan gumaman kecil.
"Bagaimana ini Tuhan, aku lelah, tapi aku tak mau menyerah." ucapannya yang aku dengar dengan jelas.
Dalam hatiku berfikir, apa dia lelah dengan ku? Atau apa dia lelah menjalani hubungan pernikahan ini? Tidak, ini tak boleh terjadi, aku tak mau kehilangan Anna. Ku dekati Anna dan ku rengkuh tubuhnya agar dia masuk kedalam pelukanku.
"Sedang apa kau disini? Udara malam tak baik untukmu." ucapku saat tubuh Anna sudah berhasil ku rengkuh. "Aku merindukan tubuh ini." ucapku dalam hati.
Anna melepas pelukan yang aku berikan untuk nya. Dia menatapku dengan tatapan sendu. "Aku mau berbicara tentang Mila." ucapnya dengan lancar, bagaimana bisa Anna ingin membicarakan manusia seperti itu di saat aku baru saja pulang??
"Aku tak mau berbicara tentangnya." ucapku dengan cuek. Aku tak mau merusak momen yang baru saja aku rasakan.
"Tapi aku mau membicarakannya sekarang, Aldi." ucapnya dengan mata menatapku sendu. Ada apa ini? Tanyaku dalam hati, dia tak pernah berbicara seperti ini denganku.
"Terserah, yang jelas aku tak mau membicarakannya. Sudah aku mau mandi dulu." ucapku lalu berlalu meninggalkan Anna yang sedang sendirian di balkon.
Setelah ku bersihkan tubuhku, aku mencari keberadaan Anna, yah aku memang keterlaluan tadi, aku tak memberikannya kesempatan untuk apa yang ingin dia tanyakan tentang Mila. "Anna," panggilku di dalam kamar, tapi tak ada sahutan "Dimana dia?" tanya ku sendiri pada diriku.
Ku langkahkan kakiku ke luar kamar, ku cari dia di dapur tak ada, di balkon tak ada, di luar?? Pergi sendirian? Malam malam begini? Tidak, ku rasa dia tak akan pergi tanpa pamit kepadaku. Tak mau buang buang waktu, aku ambil jaket dan kunci mobil yang ada di atas nakas tempat tidur. "Kemana dia?" tanyaku lagi pada diriku. Aku tak tahu kenapa sikap dan sifat Anna menjadi labil seperti ini? "Aish, sial." umpatku sambil berlari ke arah lift di ujung lorong apartemenku, ku tekan tombol B1 dimana tempat mobilku terparkir.
Saat Aldi sedang sibuk mencari keberadaan Anna, Anna kini sedang berada di taman dekat apartemen. Dia ingin menikmati suasana taman yang tenang dan nyaman untuknya. "Apa benar itu anakmu, Al?" Anna bertanya seakan akan ada Aldi di hadapannya, "Jika benar, lalu.. Apa yang harus aku lakukan? Mempertahankanmu?? Atu melepaskanmu?" Tapi, jika jawaban itu yang terakhir.. Aku tak bisa Al.. Lanjutnya dalam hati.
"Jangan kau lepaskan dia jika kau mencintainya." saat Anna sedang mengadu pada bayangan Aldi, di belakang Anna sudah Ada pria yang sedang menjawab pertanyaan yang dia seharusnya tanyakan pada Aldi. "Jangan kau lepaskan apa yang sudah kau dapatkan. Ingat, mendapatkan itu mudah. Tapi bertahan itu yang susah." ucap pria dengan balutas jas hitam itu dengan lantang dan jelas.
"Mempertahankan?" tanya Anna dalam dirinya sendiri.
"Yah, mempertahankan yang susah. Kau harus mempertahankan apa yang sudah kamu miliki sekarang. Jangan melepasnya.." ujarnya sambil tersenyum. "Aku Andre, kamu?" tanya Andre sambil mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan.
"Ah, aku Anna." sahut Anna sambil membalas jabatan tangan dari Andre.
"Anna.. Senang bertemu denganmu." ucap Andre dengan tersenyum ke arah Anna.
"Yah, aku juga." jawab Anna sambil membalas senyuman Andre. Anna memang selalu seperti ini, dia selalu ramah dengan semua orang. Dia tak tahu jika senyuman tulus yang dia berikan kepada orang asing, bisa jadi orang asing akan membalasnya dengan air mata.
"Kau sedang apa disini?" tanya Andre dengan basa basi.
"Aku sedang mencoba mencari jawaban atas apa yang aku fikirkan sekarang." jawab Anna jujur.
"Memang, apa yang kau fikirkan? Ada masalah dengan kekasihmu?"
"Suami lebih tepatnya. Bukan kekasih."
ujar Anna sendu. "Aku telah menikah
dengan suamiku yang masih terbilang seumur jagung, tapi masalah selalu datang. Dari masalah ku dengannya, hingga masalah dari mantan pacarnya yang masih mengejar-ngejar suamiku." Anna menghela nafasnya. "Aku menikah karena di jodohkan oleh kedua orang tuaku, karena mereka berteman baik dan akupun juga telah mencintai anak dari teman ayahku sejak aku baru masuk di sekolah menengah pertama.
Kita awalnya duduk satu bangku, kita bersahabat, tapi seiring berjalannya waktu, dia menjauhiku dan dia ikut ikutan membullyku. Tapi anehnya aku masih mencintainya." sebuah senyuman terbit di bibir Anna ketika dia mengingat kembali rasa cinta yang dia berikan untuk Aldi. Walau terkadang hatinya sakit saat melihat Aldi mentertawakannya saat dia terkena putihnya tepung, siraman air, dan juga hinaan dari para teman temannya yang dahulu. Dia masih mencintai lelaki itu.
Bodoh memang yang Anna rasakan, tapi dia tak perduli. Yang jelas ketika dia sedang pelajaran olah raga dia bisa melihat Aldi yang sedang bermain basket dengan teman pria lainnya dengan canda dan tawa. "Anna, An..." ucapan Andre membuat Anna tersadar sari lamunannya.
"Oh, maaf.. Aku sedang membayangkan cinta bodohku." ucap Anna sambil menyipitkan beberapa anak rambut ke belakang daun telinganya.
"Tak apa. Santai saja." jawab Andre sambil tersenyum manis.
"Yah, dulu kita setelah menjadi sahabat, berselang beberapa minggu Aldi menjauhiku, dia ikut ikutan anak anak yang ada di sekolah kami untuk membully ku. Tapi, sekali lagi aku tak perduli, asal dia selalu tertawa itu sudah cukup buatku."
"Setelah itu, ada pendaftaran anak siswa baru, dan Aldi menjadi ketua osis, dia memberikan masa orientasi siswa dan dia terpikat dengan salah satu adik kelasnya. Mila namanya, sebenarnya dia wanita yang baik, cantik, dan juga wanita yang suka atau bahkan bisa di bilang gemar tersenyum. Dan itu membuat Aldi mencintai Mila." tak terasa air mata sudah menggenang di kelopak mata Anna.
"Mereka berpacaran, bahkan saat jam kosong, Mila datang ke tempat duduknya Aldi yang ada di depanku. Mereka tak menganggapku ada, mereka terbuai oleh perasaan mereka. Yah, ibarat sebuah pepatah, jika sudah cinta dunia terasa milik berdua. Yang lain ngontrak."
"Lalu,?"
"Lalu, ujian kelulusanpun tiba, aku bersyukur aku bisa lulus dengan nilai yang memuaskan. Dan aku mendaftar ke sekolah yang cukup jauh dari rumah. Dengan tujuan agar aku bisa melupakan Aldi, tapi sayang. Aldi dan aku kembali bertemu, bahkan kita lagi lagi duduk berdampingan. Awalnya aku bahagia, karena Mila tak akan mau jauh jauh sekolah di tempat kami, tapi lagi lagi aku salah. Mila ikut sekolah dimana aku dan Aldi berada."
"Waah!!! Lalu?"
"Akhirnya aku memutuskan untuk pindah tempat duduk. Aku menahan nafas saat Aldi dan Mila berciuman di hadapan ku.
Tak ku sangka Aldi melakukan hal itu di hadapanku."
"Walau terluka tapi aku masih bertahan. Bukan karena aku mencintainya, tapi demi sekolah ku. Aku bertahan duduk di belakangnya lagi, dan melihat itu beberapa kali." Anna menghela nafasnya. "Dan saat kelulusan tiba, aku ke Universitas yang cukup terkenal di Surabaya. Dan aku beruntung, Aldi tak mengikutiku lagi."
"Bukankah kau yang mengikutiku!" saat Anna menghentikan ucapan dan senyumannya itu, tanpa dia sadari Aldi sudah berada di belakangnya, dan memberikan pertanyaan kepada dirinya. "Dia siapa?" tanya Aldi tanpa pikir panjang. "Hai bung, dia MILIKKU." ucap Aldi penuh dengan penekanan di kata Milikku yang menbuat Anna menghangat di hatinya.
"Santai sob, aku cuma berbincang dengannya. Sudah itu saja." ucap Andre tak terima.
"Jika kau sudah tahu, pergi sana. Jangan ganggu istri orang."
"Baiklah, Anna.. Aku pulang dulu ya!!.."
"Hmm.. Sampai jumpa lagi.."
"Dan kau An, ayo pulang."
Selama di perjalanan kembali kerumah, Aldi dan Anna tak mengekuarkan kata barang seikitpun. Aldi yang emosi karena sikap Anna yang berbincang dengan orang asing dengan akrab.
"Aku mencarimu dimana dimana, ternyata kau sedang berduaan dengan lelaki asing." ucap Aldi menahan amarah dan cemburunya.
"Aku hanya mencari udara segar, Al.."
ucap Anna dengan nada parau.
"Baiklah, kita lanjutkan pembicaraan kita saat kita sudah sampai." pungkas Aldi kepada Anna. Itulah Aldi, dia cemburu dan dia tak mau jika Miliknya di sendtuh oleh orang lain. Ralat, lebih tepatnya dia tak mau Miliknya di tatap oleh pria lain. Apalagi sampai pria itu menjabat tangan Miliknya. Dia tak suka.
Dua puluh menit Anna dan Aldi telah sampai di besement apartemen Aldi, Anna berjalan di belakang Aldi dengan kepala menunuduk kebawah, Anna tahu kesalahannya dan dia takut menatap wajah Aldi yang merah menahan amarah.
Dugh..
Tabrakan kecil terjadi dan Anna mengadahkan kepalanya ke atas melihat siapa yang dia tabrak. "Ma.. Maaf." ucapnya terbata.
"Makanya kalau jalan jangan lihat kebawah terus, memang ada apa di bawah? Sampai kau tak tahu jika aku berdiri tepat di hadapanmu." ujar Aldi dengan sinis.
"Aku tak mau melihat wajahmu yang marah, Al." ujar Anna jujur.
Aldi menarik Anna kedalam pelukannya, menyalurkan rasa hangat yang dia punya. "Aku bukannya tak mau membicarakan tentang Mila, An. Aku hanya tak mau kau tersakiti dengan pertanyaan bodohmu.
Kau harus percaya jika aku telah lama tak menyentuh Mila. Jika dia hamil dan meminta pertanggung jawabanku. Kau tak perlu khawatir An. Aku tak bodoh, aku tak akan melepaskanmu untuk Mila." Aldi mengurai pelukan yang dia berikan kepada Anna. "Aku mencintaimu An, bahkan saat kau belum merasakan cinta, aku sudah terlebih dulu merasakannya. Jadi, kau tak perlu meragukan cintaku." Aldi menghentikan ucapannya dan dia memeluk Anna yang tak bisa berkata apapun karena jawaban dari pertanyaan Anna sudah Aldi utarakan dengan suka rela tanpa perlu ia paksa. Jadi, apalagi yang Anna butuhkan? Dia sekarang hanya perlu mempercayai Aldi. Bukan Mila atau orang lain.
"Ayo masuk, liftnya sudah terbuka." ucap Aldi dengan senyuman khasnya yang membuat Anna kembali merasakan getaran cinta di hatinya.
Anna menganggukkan kepalanya sambil menggenggam erat tangan Aldi. "Hmm..
Ayo." ucap Anna lalu melangkah kedalam Lift yang sudah siap menunggu untuk membawanya kelantai atas. Tempat dimana apartemennya berada.
BERSAMBUNG